Rencana Yang Gagal

106 21 0
                                    

Yang ada dalam benak Arif saat mengantarkan Diora adalah ia akan mendapat makanan gratis untuk makan malamnya. Sebelumnya Arif sudah pernah ke rumah Diora untuk mengerjakan tugas kelompok bersama teman-teman yang lain. Dan masakan Emak Diora itu enak banget. Nggak ada yang gagal. Mungkin karena mereka punya usaha warung bakso. Pokoknya Arif sudah ingin merasakan makanan gratis lagi di rumah Diora.

Namun tak dinyana, suasana di rumah Diora begitu tegang saat Diora dan Arif datang. Arif yang bukan siapa-siapa saja langsung bisa merasakan atmosfer ketegangan di rumah itu. Sementara itu, Diora sudah diliputi perasaan tak enak sejak menerima pesan dari orang tuanya.

"Gue jadi dikasih makan nggak, nih?" bisik Arif pada Diora saat melihat keluarga Diora tengah berkumpul di ruang tamu, memandang Diora dan Arif dengan tatapan yang sulit ditebak.

Diora berdecak mendengar bisikan Arif. Bisa-bisanya cowok itu mikirin makanan, sementara Diora masih belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Nmaun di sisi lain Diora juga merasa sudah berjanji pada Arif akan memberikan makan malam. Ia tahu betapa hal itu dibutuhkan bagi seorang mahasiswa pas-pasan yang ngekos di perantauan.

"Diora, kami mau bicara denganmu," titah Bapak serius. Di sana ada Emak, Bapak, Yoga sepupunya dan Arza.

"Sebentar, Pak," jawab Diora. Melirik ke arah ruang makan, Diora melihat ada Mbak Ifa, salah satu kerabatnya. Ia ingin mengurus Arif lebih dulu. Kasihan temannya itu.

"Mbak tolong ambilkan makanan buat temenku, ya," pinta Diora pada Mbak Ifa. 

"Rif, lo ikut Mbak Ifa ke dapur dulu. Makan aja di sana." kali ini Diora berujar pada Arif. Arif tersenyum lebar. Senang bukan main. Cowok itu bergegas mengikuti Mbak Ifa.

Sementara itu Diora kembali ke ruang tamu. Perasaannya makin tidak enak saat melihat ada Arza tapi tanpa Yasmin.

***

Sore tadi Yasmin kabur bersama pacarnya. Yasmin bahkan sempat mengirim pesan pada Arza dan mengatakan kalau ia sedang hamil. Mendengar itu saja, Diora sudah hampir mengeluarkan sumpah serapahnya. Entah Yasmin hanya membual tentang kehamilan atau tidak, tapi tindakannya yang kabur di H-1 lamaran sudah cukup membuktikan betapa pengecutnya kakaknya itu. Harusnya drai kemarin-kemarin saja dia kabur. Sebelum semua persiapan di rumah dibuat. Lihat saja dekorasi lamaran yang dibuat di teras depan rumah itu. Juga tenda yang sudah didirikan. Bahan makanan yang siap disajikan untuk menyambut kedatangan keluarga Arza besok pagi.

Namun yang membuat Diora lebih naik darah adalah saat Bapak meminta Diora untuk menggantikan posisi Yasmin esok hari. Jadi lamaran besok adalah untuk Diora, bukan Yasmin.

"Nggak bisa, Pak! Diora nggak mau!" Tolak Diora tegas dengan napas memburu. Enak saja. Yasmin yang membuat masalah, kok, dia yang dikorbankan.

"Hanya itu solusi yang kami pikirkan, Nduk. Kamu nggak lihat semua persiapan ini? Nanti apa kata tetangga?" ucap Emak terlihat sedih.

Diora menghela napas. Kesal bukan main. Mau bilang ini bukan urusannya, tapi Diora tak bisa membohongi dirinya sendiri. Ia juga ikut memikirkan nasib keluarganya gara-gara Yasmin. Namun masalahnya di sini masa depan Diora jadi taruhannya. Diora belum ingin menikah, apalagi dengan Arza. Hih! Amit-amit.

"Bukannya para tetangga sudha tahu kalau yang akan dilamar itu Yasmin? Lihat aja itu Inisial di dekorasi. Y dan A" tunjuk Diora.

"Oh, kalau itu bisa diatur. Saya punya huruf D kok, tinggal diganti saja," sambung Yoga. Memang sesi dekorasi diserahkan pada Yoga yang tengah merintis usaha dekorasi. Lumayan dapat diskon saudara.

Diora mendelik ke arah Yoga.

"Tetangga tidak ada yang tahu. Mereka hanya tahu Arza akan melamar salah satu dari kalian. Karena itu lah kami terpikir solusi ini," tukas Emak.

"Tetap nggak bisa, Mak. Diora belum mau menikah. Lagian memangnya Arza mau sama Diora?" Diora melirik tajam ke arah Arza.

"Kenapa tidak?" ucap Arza membuat Diora makin naik darah.

Dasar cowok redflag. nggak punya pendirian. Kemarin mau aja dijodohin sama Yasmin, eh diganti Diora juga mau! Rutuk Diora dalam hati.

"Ini kan baru lamaran, Nduk. Setelha itu kamu bisa pendekatan dengan Arza. Kedua keluarga sudah saling setuju," tukas Bapak.

Diora kehabisan akal. Saat itu lah Arif yang sudah selesai makan lewat hendak berpamitan.

"Tapi Diora juga sudah punya pacar, Pak!" ucap Diora tanpa pikir panjang. "Tuh! Arif pacar Diora!"

Arif yang disebut namanya langsung menghentikan langkah. Bingung karena tiba-tiba namanya disebut. Sebagai pacar Diora pula. Lah? Kpaan mereka jadiannya? Kok Arif tidak tahu.

"Hari ini Yasmin yang kabur sama pacaranya. Kalau besok Diora yang kabur gimana? Apa nggak tambah malu keluarga ini? Lebih baik dibatalkan saja acara besok!" ucap Diora menggebu kemudian berjalan, menyeret Arif keluar rumah.

"Ada apaan, sih? Kenapa nama gue disebut-sebut?" tanya Arif begitu mereka tiba di halaman. "Pake acara bilang gue pacara lo lagi. Ini cara nembak cara baru apa gimana? Pacara jalur jebakan. Lo naksir sama gue?" cerocos Arif membuat Diora makin pening.

"Hih! Pede banget lo!" sembur Diora tak terima. Kekesalannya yang sudah menumpuk bertambah dengan kepedean Arif membuat Diora ingin mengamuk saja.

"Kali ini lo harus bantuin gue, Rif. Ngaku aja lo pacar gue. Pura-pura doang. Nggak usah kepedean lo. Lo sama sekali bukan tipe gue!"

"Nggak usah kepedean. Lo juga bukan tipe gue!"

"Ya bagus! Kan cuma pura-pura."

Arif menghela napas. Pusing dengan permintaan Diora yang aneh bin ajaib. "Nggak! Nggak usah aneh-aneh lo. Cuma ngasih gue makan malam aja minta dijadiin pacar pura-pura lo. Nggak mau gue!" Tolak Arif mentah-mentah.

"Cuma pacar pura-pura doang, Rif. nggak usah ribet deh."

Mereka berdecih bersamaan. Ada jeda sejenak sebelum Arif memahami situasinya. Apalagi melihat kondisi rumah Diora kali ini.

"Gue tahu kenapa lo tiba-tiba minta tolong sama gue. Mau dikawinin kan lo? Terus lo minta gue pura-pura jadi pacar lo?" tebak Arif. Diora tak menjawab, membuat Arif makin yakin dengan kesimpulannya.

"Cari korban lain aja, Ra. Gue nggak mau tiba-tiba disuruh ngawinin lo. Kosan gue aja masih nunggak. Nggak sanggup gue ngawinin anak orang sekarang," lanjut Arif.

Ingin Diora menempeleng kepala Arif tapi urung sebab sebuah suara bariton lebih dulu menyela mereka.

"Suara kalian terllau lantang untuk ukuran dua orang yang mau merencanakan sebuah kepura-puraan."

Itu suara Arza yang mendekat ke arah mereka.

Sialan! Diora merutuk dalam hati. Memangnya perdebatan mereka selantang itu?

Diora dan Arif saling pandang.

"Gue nggak ikutan, Ra. Gue pamit dulu, ya. Bye!" ucap Arif langsung ngacir dengan motornya.

"Bisa kita berdua bicara?" tanya Arza, "tapi tidak di sini," imbuhnya sembari melirik ke arah rumah Diora. Disana ada Orang tua Diora dan Yoga yang tengah mengintip mereka. Terlalu jelas hingga Diora tahu tak seharusnya ia berada di sini.







Beda FrekuensiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang