17

23.4K 1.6K 15
                                    

"Jadi bental agi tata na batalan pulang? Napa nda tidul cini aja cama Andla agi? Anti tita bica ain cama buat cecuatu!"ujar Kaivan dengan menatap kearah kakak baik setelah selesai disisir rambutnya.

Pemuda itu tersenyum mendengar apa yang balita itu katakan, jika bisa ia juga ingin tinggal disini dan bersama dengan Kaivan terus, tapi sekarang ia masih mempunyai kos yang harus dirawat dengan baik karena selama ini ia hanya tinggal disana, otomatis ia harus menjaga tempat itu dengan baik karena jika tak ada kos mungkin sekarang ia tak akan berada disini sekarang. Ia akan pulang pergi agar bisa merawat kosnya dengan baik, walaupun dengan tinggal disini saja semua kebutuhannya terpenuhi namun ia tak ingin meninggalkan tempat itu sekarang.

"Gue bisa aja sih tinggal disini, tapi rumah gue nggak ada yang rawat. Nanti banyak tikus didalamnya, maka dari itu gue mau pulang agar nggak akan ada tikus didalam rumah gue. Besok gue bakalan datang kesini lagi dan main bareng sama lo. Untuk sekarang gue harus pulang dulu ya?"ujar Delvin dengan menggenggam tangan kecil Kaivan, membuat balita itu menganguk dengan pelan sebagai jawaban, ia mengerti jika kakak baik harus pulang sekarang karena ada rumah yang harus dijaga dengan baik.

"Em! Tapi becok tita batalan ain agi tan? Andla batalan tungguin tata na datang tetini agi!"ujar Kaivan dengan semangat, ia menarik Delvin agar mengikuti dirinya membuat pemuda itu hanya bisa pasrah mengikuti apa yang balita itu inginkan sebelum pulang kerumah nantinya.

"Tita icin cama daddy dulu! Talo tata na mau pulang!"ucap Kaivan dengan mengatakan alasannya mengajak kakak baik itu sekarang, ia ingin meminta izin lebih dulu pada daddynya karena kakak baik akan pulang sekarang, sedangkan Delvin hanya tersenyum geli melihat apa yang balita itu katakan karena ia tak perlu meminta izin untuk pulang karena kesepakatan mereka tadi pagi sudah baik, jika sudah jam 7 malam ia akan pulang.

"Daddy! Daddy!" Seru Kaivan dengan mengetuk pintu kamar daddynya dengan cepat.

Delvin hanya tersenyum melihat tingkah balita itu, entah kenapa setiap tingkah balita itu yang penuh semangat, ia merasa mendapatkan itu juga. Ia merasa bersemangat juga bisa melihat itu semua, mungkin waktu kecil ia juga sama seperti Kaivan.

Beberapa saat kemudian pintu kamar berwarna putih itu terbuka dengan Alberio yang langsung menatap kearah pemuda yang sekarang tengah menatap kearahnya juga, tatapan mereka bertemu. Ia terus menatap kedua mata bulat pemuda itu, menatap pipi yang cukup tembam itu dalam diam, apa mungkin ia memang mencintai pemuda yang ada dihadapannya sekarang? Pemuda yang masih penuh dengan tanda tanya karena ia belum terlalu mengenal Delvin sekarang.

"Daddy! Tata na mau pulang! Daddy antelin ya? Andla batalan nunggu dilumah!"ujar Kaivan saat melihat daddynya itu terus saja menatap kakak baiknya, apa mungkin daddynya tak ingin kakak baik pulang seperti dirinya tadi? Sehingga sekarang daddynya itu terus-menerus menatap kakak baik.

Alberio mengalihkan tatapan miliknya saat mendengar suara Kaivan yang terdengar sangat bersemangat, ia tersenyum kecil menatap kearah anaknya itu sebelum menunduk untuk mengangkat tubuh kecil itu sekarang.

"Kai tadi tidur siang atau tidak?"tanya Alberio, berusaha mengalihkan perhatiannya dari pemuda itu karena ia takut membuat pemuda itu kurang nyaman jika ia tatap terus-terusan seperti itu.

"Tidul! Andla tidul na cama tata! Tami tidul beldua tadi!"ujar Kaivan dengan memeluk daddynya.

"Gue pamit mau pulang karena sekarang udah jam 7 lebih. Besok gue bakalan datang kesini lagi buat jagain Kaivan."ujar Delvin sedikit menyela karena sekarang ia hanya melihat anak dan juga ayahnya itu terus berbicara sejak tadi, sesuai yang Kaivan inginkan tadi, ia meminta izin pada pria itu sekarang.

Atensi Alberio kembali mengarah pada Delvin sebelum menurunkan tubuh kecil anaknya, "saya akan mengantar kamu pulang seperti yang Kai inginkan,"ujar pria itu tanpa ekspresi apapun sekarang.

Membuat pemuda itu terdiam sebelum menganguk dengan ragu, tak ada alasan untuk menolak karena sudah pasti balita itu akan memaksa dirinya.

*****

Hanya ada keheningan yang terjadi didalam mobil sekarang, karena baik Alberio ataupun Delvin tak ada yang memulai pembicaraan lebih dulu sehingga perjalanan mereka hanya diisi dengan keheningan.

Pemuda itu masih merasa canggung untuk memulai pembicaraan, andai saja Kaivan tak mengatakan jika daddy balita itu akan mengantarnya, mungkim sekarang ia akan pulang sendiri dengan keadaan baik-baik saja tak seperti sekarang yang rasanya bergerak sedikit saja tak bisa saking canggungnya.

"Dimana alamat rumahmu?"tanya Alberio saat mereka sampai ditempat tadi pagi ia menemukan pemuda itu, ia benar-benar tak tahu dimana pemuda itu tinggal sehingga mengharuskan dirinya untuk bertanya sekarang, padahal sejak tadi ia sudah menahan diri agar tak berbicara pada pemuda itu karena jantungnya sedang tak baik-baik saja sekarang.

Delvin tersentak sebelum menatap kearah samping, membuat tatapan mereka bertemu lagi. Ia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri sehingga tak sadar jika pria itu memanggil dirinya tadi, "gue turun disini aja, jalan kesana nggak bisa bawa mobil. Jalannya kecil."ujar Delvin dengan sangat pelan.

"Baiklah akan saya antar kesana,"ujar Alberio dengan melepas seatbelt miliknya, ia akan mengantar pemuda itu secara langsung agar dirinya merasa tenang jika melihat pemuda itu pulang dengan aman.

"Nggak perlu, gue bisa pulang sendiri. Lagi pula tempatnya deket kok! Cuman nggak bisa bawa mobil doang kesananya."seru Delvin panik, bagaimana bisa pria itu ingin mengantarnya kerumah sekarang? Bagaimana dengan mobil pria itu jika sampai dia mengantarnya pulang?

"Saya antar, tak ada penolakan."ujar Alberio keluar dari dalam mobil, membuat Delvin mau tak mau ikut keluar dari dalam mobil juga. Pria itu mengunci mobil miliknya sebelum menatap kearah pemuda itu sekarang, "tunjukan jalannya,"

Delvin mendengus! Setelah mengatakan kalimat dingin itu, dengan mudahnya pria itu mengatakan padanya untuk menunjukan jalan yang benar? Sekarang ia mulai yakin jika pria itu hanya akan menjadi lembut saat berada dirumah saja, jika diluar maka sikapnya akan menjadi dingin.

Ia berjalan lebih dulu dengan langkah cepat, demi apapun berdekatan dengan pria itu membuatnya merasa sangat pusing. Sikap dinginnya itu selalu membuatnya merasa tak nyaman.

Sedangkan Alberio tersenyum tipis melihat pemuda itu yang tengah kesal itu, ia hanya bisa melakukan ini semua agar pemuda itu tak menyadari akan perasaannya sekarang, karena untuk sekarang ia masih ragu dengan semuanya, mungkin nanti setelah semuanya sudah jelas baru ia akan mengatakan semuanya pada pemuda itu.

Bersambung...

Votmen_

OM DUDA {TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang