Alberio tersenyum sejak tadi, saat ia baru membuka matanya tatapan miliknya langsung mengarah pada seorang pemuda yang ada didalam pelukannya sekarang, mereka bermain sangat lama sehingga sekarang pemuda itu masih tertidur sangat lelap padahal hari sudah mulai siang.
Ia bahkan tak ada niat untuk membangunkan si manis, sehingga hanya memerhatikan pemuda itu sejak tadi. Memikirkan betapa bahagianya ia bisa mempunyai pemuda itu, bisa bersama dengan Delvin, seseorang yang sangat ia cintai, walaupun sekarang pemuda itu belum bisa mencintainya, ia tak masalah dengan itu semua, selagi si manis tetap bersamanya sudah pasti Delvin akan mencintainya bukan?
"Saya tak tahu lagi bagaimana cara mengatakan betapa bahagianya saya bisa bersama dengan kamu, walaupun mungkin diluar sana banyak yang mengatakan jika kamu bukan pemuda yang sempurna untuk bisa bersanding bersama dengan saya, tapi bagi saya kamu sudah sangat cukup, karena saya juga bukan pria yang sempurna. Bahkan saya pernah menikah sebelumnya, tapi dengan mudahnya kamu bisa menerima saya dengan baik, sebagai suamimu. Saya akan mencoba menjadi seseorang yang bisa selalu ada untukmu, entah sebagai suami, sebagai orang yang lebih tua, sebagai saudara atau sebagai pasangan untukmu. Kamu bisa menganggap saya sebagai itu semua, agar kamu tak merasa segan untuk bercerita nantinya. Kita belum saling mengenal cukup lama, tapi bersama denganmu selama dua bulan ini sudah cukup membuat saya merasa yakin jika kamu orang yang terbaik untuk saya,"ujar Alberio dengan tatapan terkunci pada kedua mata Delvin yang masih tertutup dengan sempurna sekarang, ia tak tahu lagi bagaimana cara mengatakan betapa bahagianya ia bisa memiliki si manis sekarang.
Kedua mata yang sejak tadi tertutup dengan sempurna, mulai terbuka dengan pelan. Delvin langsung bisa melihat jika sekarang pria yang sudah bersama dengannya, ada didepannya sekarang. Kapan lagi ia akan terbangun didalam dekapan hangat seseorang? Selama ini ia selalu mengalah dengan anak-anak yang lainnya agar mereka bisa mendapatkan pelukan, sehingga sekarang saat ia mempunyai seseorang yang bisa ia peluk sepuas hati ia merasa sangat senang.
"Pagi,"ujar Delvin dengan pelan, walaupun semalam ia dihajar habis-habisan namun sekarang saat mendapatkan perhatian ini semua, seketika saja semua rasa lelahnya langsung hilang. Ia merasa bahagia sehingga rasa sakit yang ada dibawah sana, seperti tak ada apa-apanya sebandingkan hal apapun itu.
"Pagi sayang, bagaimana keadaan kamu? Masih merasa sakit?"jawab Alberio dengan sedikit melonggarkan pelukan mereka, agar ia bisa menatap wajah menggemaskan si manis saat baru bangun dari tidurnya.
"Kalo sakit sih masih, cuman nggak terlalu sakit kayak pertama kali lo masuk semalem. Gue kira, gue bakalan mati karena dimasukin benda sebesar itu anjir! Bisa jadi duda lagi lo nya kalo gue mati,"ujar Delvin dengan menarik hidung mancung milik Alberio, ia masih ingat saat benda besar itu mulai masuk kedalam dirinya, rasanya panas dan juga sakit menjadi satu, bahkan ia sampai mengira jika dirinya akan mati disaat malam pertama akibat sodokan pria itu.
Alberio tertawa mendengar itu semua, bagaimana itu mungkin? "Sebesar itu? Perasaan punya saya masih standar, tak besar banget dan tak kecil. Standar, tapi kamu bilangnya besar? Punya kamu kecil makanya kamu bilang punya saya besar,"ujar Alberio dengan mendekap kembali tubuh kecil itu, ia tak tahan dengan ucapan pemuda itu yang membuatnya merasa geli sendiri mendengarnya, bagaimana itu mungkin?
"Emang besar anjir! Lo mah titid sheming! Punya lo aja kegedean, bukan punya gue yang kecil. Punya gue standar! Punya lo aja jumbo! Pasti kalo jalan susah tuh, berat pasti."ujar Delvin dengan bergidik ngeri, membayangkan bentuk milik Alberio semalam, besar, panjang, gemuk, berurat, berbulu. Ugh ia merasa takut dan juga menikmati semuanya secara bersamaan, ternyata bukan hanya perkataan belaka jika punya seorang pria bisa besar banget, karena tadi ia melihat itu secara langsung semalam dan itu memang kenyataan.
"Pikiran kamu kemana-mana padahal ini masih lumayan pagi. Memang kalau ukurannya besar kalau jalan berat? Ukuran penis, sesuai dengan tubuh pemiliknya jadi tak ada kata berat. Badan kamu mungil, punya kamu kecil, badan saya besar otomatis punya saja besar. Lebih baik kita mandi dari pada pikiran kamu kemana-mana jalannya."ujar Alberio dengen mendudukan dirinya, sedangkan Delvin ikut melakukan hal seperti itu juga, sebelum terdiam beberapa saat.
"Lo duluan aja deh! Nanti setelah lo baru gue mandi juga, takut dimakan lagi kayak semalem, nanti yang ada gue pulangnya jalan ngangkang."ujar Delvin dengan menarik selimut kembali, membuat Alberio tersenyum, sebegitu takutnya pemuda itu jika ia akan memakan dia lagi, padahal ia juga sadar jika melakukan itu semua harus dalam batas wajar bukan keterlaluan seperti kemarin.
****
Alberio terdiam didalam mobil miliknya saat melihat mobil kedua orang tuanya ada dihalaman rumahnya, ia menatap kearah Delvin yang ada disampingnya sekarang.
"Ayah dan ibuku datang kerumah. Apapun yang mereka katakan nanti, kamu harus lawan ya? Jangan diam saja kalau mereka menghina kamu, karena sekarang tak ada seorang pun yang berhak menghina kamu karena sekarang kamu istri saya."ujar Alberio membuka pintu mobil bagian miliknya, sedangkan Delvin ikut keluar juga setelah mendengar itu semua, ia mengira setelah kejadian waktu itu dan mereka menikah, kedua orang tua pria itu tak ada berani datang kesini lagi, tapi nyatanya ia salah.
Mereka masuk kedalam rumah bersama, menatap kedua orang tua Alberio yang ada diruang tengah bersama dengan Kaivan sekarang.
"Mommy! Daddy! Andla tanen!" Balita itu berlari kearah Delvin, memeluk pemuda itu dengan sangat erat, karena memang mereka sangat dekat selama dua bulan ini.
"Kai sudah mandi? Sudah sarapan?"tanya Delvin, mengangkat tubuh gempal balita itu dengan pelan.
"Cudah dong! Calapan baleng glenma cama glenpa tadi~ calapan banat. Mommy cama daddy cudah calapan uga?"tanya Kaivan, memeluk mommynya dengan sangat erat, ia sudah menunggu daddy dan juga mommynya kembali sejak tadi, sehingga sekarang saat mereka sudah kembali ia merasa sangat senang.
"Sayang, kamu ajak Kaivan langsung ke kamar kita ya? Saya mau bicara sebentar dengan kedua orang tua saya."ujar Alberio saat melihat Delvin sudah bersama dengan Kaivan, ia tak ingin pemuda itu mendengar perkataan kurang enak, karena itu akan berdampak buruk bagi pernikahan mereka yang baru sehari.
Pemuda itu menganguk sebelum membawa Kaivan bersama dengannya, balita itu hanya menurut, dengan celotehan yang selalu bisa menghibur Delvin. Ia tak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya jika tak bertemu dengan Kaivan dulu.
Bersambung...
Votmen_
#malem ini gue bakalan up cerita baru, sequel dari Responsibility, ramaikan ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
OM DUDA {TERBIT}
RomanceDelvin Lby, pemuda pecicilan, bar-bar, suka membuat onar, secara tiba-tiba bertemu seorang pria yang selalu bersikap dingin, jarang bicara dan tak tersentuh sama sekali. Delvin tak menyukai pria itu karena sikapnya, ia merasa pria itu terlalu dingin...