Bab 4|Asrama Anti-mainstream

23 3 26
                                    

Tet!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tet!

Tet!

Tet!

Bel listrik di sekolah tersebut berbunyi, seluruh siswa-siswi berbondong-bondong keluar dari kelas untuk mengisi perut di kantin yang berada di 5 tempat yang berbeda.

Sera yang belum tahu kantin mana yang nyaman memilih untuk bertanya kepada teman sebangkunya yang ingin beranjak pergi. Ia takut berada di kantin yang berbeda dengan teman-temannya.

"Em... Manselia," sapa Sera kepada perempuan tinggi itu.

"Iya, Sera?"

"Maaf, saya ingin bertanya sama kamu, tapi takutnya kamu keberatan dan tidak tahu harus ngomong apa."

"Astaga, gak masalah. Tanyakan apa saja yang belum kamu tahu kepadaku, bakal saya jawab sebisaku," ucapnya dengan nada ramah tapi cukup tegas di telinga.

"Baiklah. Menurutmu, kantin dengan makanan terenak, lengkap, dan
nyaman itu di mana ya?"

"Kalau itu saya kurang tahu karena selera orang itu buanyak sekali, berbagai macam."

"Oalah, kalau begitu menurut kamu saja. Saya takut terpisah dari teman-temanku yang beda kelas soalnya," ucap Sera yang disambut anggukan Manselia.

"Gitu, saya bisa bantu kamu," ucapnya dengan enteng.

"Eh?! Serius?!" ujar Sera tidak percaya dengan perkataan Manselia barusan.

Bentar, ini saya belum buang kotoran di telinga saya atau apa ya? Gumamnya sembari memasukkan jari kelingking ke telinga kanannya.

"Gak kok, ini murni dari kemauan saya. Karena itu juga termasuk tugas dan tanggung jawab saya sebagai ketua kelas di kelasmu."

"Oh baik—eh! Ketua kelas?!" Kalimat tadi membuat Sera terbelalak kaget, tidak menyangka bahwa ia bisa satu bangku dengan ketua kelas sendiri.

"Em.... Sera?"

"Eh!" menatap Manselia, "em.... maaf, saya baru tahu jika kamu adalah ketua kelasku," kata Sera, hatinya merasa sesak dipenuhi rasa bersalah.

"Gak apa-apa, sudah wajar tuh," ucapnya senang.

"Panggil  Wanda saja, ya," sambungnya  berjalan ke arah pintu kelas sambil memegang kipas kecil elektrik dan botol minum yang berukuran sebesar tong bensin.

"Oke Wanda—eh tunggu!" pekiknya menyusul Manselia yang akrab disapa Wanda.

Keduanya berjalan menuju ke samping bangunan kelas di Selatan yang menurut Manselia adalah kantin terlengkap dan sangat nyaman, bahkan para guru juga turut mengisi perut di kantin tersebut.

Sekolah tersebut memiliki berbagai macam peraturan, salah satunya melarang orang-orang luar untuk berjualan di dalam, di luar, maupun di dekat sekolah. Ditakutkan orang-orang itu adalah utusan dari pihak jahat yang menyamar untuk memata-matai pergerakan murid² dan guru tersebut.

West Borneo Fantasy[Slow Up]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang