PROLOG

7.7K 307 9
                                    

"Aku berhasil mendapatkan pakaian yang kau mau, sekarang kau dimana sayang?". Tanya seorang pria dengan senyum lebar di wajahnya, ia baru saja mendapatkan gaji pertamanya selama beberapa bulan ia hanya menganggur dan membantu sang ibu yang sakit berjualan buah. Sebelah tangannya menggenggam erat paper bag berisikan pakaian dengan harga yang cukup menguras gajinya sebagai pelayan restoran.

Keheningan tercipta sesaat, tak ada ucapan yang dilontarkan lelaki manis yang sudah menemaninya selama satu tahun ini. Tak lama terdengar suara helaan nafas berat dari ponsel.

"Aaron, maafkan aku".

"Ada apa sayang? Mengapa minta maaf?". Tanya Aaron, ia mulai menghentikan langkahnya di trotoar jalan, terdengar suara makian orang-orang berjalan melewatinya.

"Hei, perhatikan langkah mu!". Pekik seorang pria yang terdengar kesal, namun Aaron tak menghiraukan itu semua, ia menepi dan menanti apa yang akan Rion katakan.

"Sayang ada apa? Kau-".

"Sepertinya kita harus mengakhiri hubungan ini Aaron, Mommy ku benar, aku tidak akan bahagia denganmu, cinta saja tak cukup untuk melanjutkan hubungan kita Aaron".

Hati Aaron menciut, hubungan ini jelas tak pernah mendapatkan restu dari keluarga Rion yang cukup kaya, "Aku sudah mulai bekerja sayang-".

"Tapi pekerjaanmu tetap saja tidak mencukupi apa saja yang aku inginkan Aaron, aku sudah menerima Louis sebagai kekasihku, aku harap kau mengerti dengan keputusanku. Selamat tinggal Aaron".




Aaron terbangun dari mimpi buruknya, nafasnya terburu dan keringat dingin membasahi tubuhnya. Sial, kejadian 10 tahun yang terus menghantuinya tak pernah hilang, masa di mana harga dirinya benar-benar diinjak tak berharga, tubuhnya dipukul oleh beberapa orang suruhan Henry karena Aaron telah berani mendatangi Rion yang akan menikah dengan pria lain.

Namun kini, di kehidupan barunya, Aaron sudah cukup berhasil meraih uang yang menurutnya nomor satu, di mana ia bisa mendapatkan apa yang ia mau dan berbuat semaunya. Membalaskan dendam satu persatu pada seseorang yang menganggapnya rendah.

.

.

.

.

.

.
Mafia.

Siapa yang tak mengenal mereka? Para orang-orang tak punya hati dengan segala kekuasaan dan uang yang melimpah. Mereka semua kriminal dengan setelan rapi, mengenakan topeng dengan wajahnya yang rupawan, ajakan sesat dari mulut manis mereka untuk memperangkap mangsanya ke dalam lingkaran hitam.

Mereka pandai, namun licik. Memberikan harapan tinggi, namun menjatuhkanmu sampai ke dasar jurang. Bahkan, mereka membantumu dari kesekaratan, namun akhirnya mereka sendiri yang membunuhmu. Hati mereka sudah mati dan dingin.










-------

Meksiko, 2023.

Di sebuah gedung tua, terdapat ruangan gelap juga pengap, terlihat dua orang diseret dengan kasar tak bermanusiawi, tanpa rasa iba sedikitpun. Beberapa pria bersetelan rapi tersebar di ruangan ini. "Tuan. Aku sudah mendapatkan mereka". Kedua orang tak berdaya itu bagaikan seekor sapi yang hanya tinggal menunggu waktu mereka untuk disembelih. Mereka kelimpungan sambil menatap ngeri orang-orang yang berdiri tegap itu, wajah mereka mungkin bersih seperti manusia pada umumnya, tidak semenakutkan seperti monster yang berwajah seram dengan tubuh yang dipenuhi otot besar. Bukan!.

Mereka semua bersih tanpa tato di tubuh mereka, pakaian rapi dengan jas dan kacamata hitam. Namun inilah iblis sesungguhnya, mereka para monster yang sesungguhnya. Sedikit saja melakukan kesalahan, senjata api yang selalu mereka bawa akan menghadangmu.

Seorang pria yang tengah duduk santai di atas kursi hitam mulai membalikkan kursi yang ia duduki dengan perlahan. Wajah tampan dengan rahang tegas mungkin bagaikan dewa di mata semua orang, ya, memang benar dia seorang dewa, dewa iblis di dunia gelap ini.

"Apa kalian sudah bosan hidup?". Tanyanya santai. Ia, Aaron Matthew, sang ketua mafia.

"Tidak tuan. Aku mohon ampun. Berikan aku waktu lagi". Ujar salah satu diantara dua orang di tengah sana.

"Harry. Berapa hutangnya?". Tanya Aaron mulai memutar senjata api tersebut di jari telunjuknya. Sorot mata yang tajam menatap benda itu lebih menarik daripada kedua manusia lemah di hadapannya.

"$50.000 itu sudah termasuk bunga". Aaron tersenyum miring. Memandang rendah kedua pria malang itu.

"Apa? Aku hanya berhutang $7.000". protesnya cepat, tepat di akhir ucapannya seseorang menendang bahu kiri pria itu.

"Kau tidak tahu kata bunga?!". Teriakan itu menggema di ruangan.

"Oh tuan ku, aku tidak memiliki uang sebanyak itu". Ucap pria itu sambil merangkak lalu bersujud di hadapan Aaron.

Aaron berdecak pelan. "Lalu apa gunanya kau sekarang jika tidak bisa melunasinya? Aku berikan dua pilihan, kau ingin mati dalam sekejap atau dalam beberapa hari?".

"Tidak tuan. Aku mohon ampuni aku, beri aku waktu beberapa hari lagi".

Tubuh Aaron bergetar samar akibat tawa kecilnya, ia menatap beberapa anak buahnya dengan tatapan tak berdosa. "Kalian tidak dengar?". Pria di bawah itu meneguk air liurnya, keringat dingin mulai muncul di dahinya saat Aaron berkata seperti itu. "Bawalah dia ke ruang bawah tanah. Rupanya dia lebih memilih mati beberapa hari".

"Tidak tuan! Tidak, beri aku kesempatan untuk melunasinya!". Teriak pria itu histeris. Dua orang menarik paksa tangannya dari belakang tanpa manusiawi.

Kini tinggal satu pria malang, matanya sungguh ketakutan dan sudah hilang harapan. Jantungnya seakan ingin lepas saat Aaron berdiri dari duduknya. Berjalan mengelilinginya dengan perlahan. "Sean. Kau sudah tahu berapa banyak hutangmu?". Tanya Aaron masih dengan suara tenang. Pria malang itu hanya bisa diam dengan raut wajah mengkhawatirkan. "Aku lihat akhir-akhir ini kau selalu kalah". Lanjut Aaron.

Seluruh tubuh Sean terasa bergetar hebat, ia mulai memohon pada Aaron. "Tuan aku minta maaf--". ucapnya terputus saat Aaron menggelengkan kepalanya.

"Tidak. Aku tidak ingin ucapan minta maaf mu. Aku ingin uangku kembali". Aaron menyimpan ujung pistol di kepala pria itu. "Aku tidak ingin berbasa-basi lagi. Kau ingin mati langsung atau bersama dengan temanmu tadi?". Tanya Aaron.

Pria itu menggelengkan kepalanya cepat, ia beringsut hendak mencium sepatu mengkilat Aaron, namun dengan cepat Aaron menghindar. "Tidak tuan. Aku memiliki anak lelaki". Mohon Sean terdengar pilu. Aaron menghentikan langkahnya yang memutar, senyum iblisnya lagi-lagi keluar.

"Kau ingin membayar hutang dengan anakmu? Ini cukup menarik". Ujar Aaron.

Sean mengangkat wajahnya, ia menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak. Bukan itu maksudku tuan. Dia hanya memiliki aku, jika aku mati dia akan sendirian". Jelas Sean.

"Aku tidak tertarik dengan cerita itu. Kalau begitu bawa anakmu sekarang juga. Jika ia pemuda yang biasa saja, mungkin akan menjadi mainan kalian". Ujar Aaron sambil menatap pria-pria berwajah dingin itu, sepertinya sudah lama ia tidak dihangatkan oleh seseorang, dan tawaran ini sangatlah pas. Ia harus membunuh mimpi buruk itu bukan?

"Tidak tuan. Tidak! Dia anak yang baik. Lebih baik aku mati". Pekik Sean. Kini pria itu menangis. Ia tidak ingin melibatkan anaknya.









Jangan lupa vote and komen ya! Thank you 😘

Tawanan Mafia (Nomin)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang