Adelio menyelesaikan makan malamnya dengan cepat, ia kembali menuju kamarnya lalu mengganti pakaiannya. "Bersabarlah Lio, kurang dari seminggu kau akan keluar dari sini, kau akan kembali bekerja keras untuk membayar semua hutangmu". Gumam Adelio pelan.
Adelio naik ke atas ranjang dengan perlahan, menarik selimut hingga bahunya dan menatap langit-langit kamar. Pikirannya kembali terusik oleh wajah Aaron, ia masih bingung mengapa dirinya tak merasakan benci atau muak saat berhadapan dengan Aaron, bahkan dengan sadarnya ia masih membayangkan wajah dekat pria itu juga bisikan yang masih terekam jelas diingatnya. Padahal pria itu sudah menghancurkan hidupnya! Mimpi-mimpinya bersama Mark dan juga mengubah rencana masa depannya. Rencana yang di mana ia akan hidup bahagia dengan cukup sederhana, menikah bersama Mark juga memiliki dua anak menggemaskan. Namun mengapa itu sudah tidak mungkin terjadi, mengapa pula tubuhnya tak menolak saat pria itu menyentuhnya.
Adelio menghela nafasnya dalam, ia memejamkan matanya dengan cepat. Ini sudah menjadi takdirnya, sebanyak apapun ia menyesal tidak akan membuat Adelio berhasil mengembalikan waktu yang sudah berlalu. Adelio mengeratkan selimutnya, ia mencoba tenang dan memaksakan diri untuk terlelap.
Baru saja Adelio masuk ke alam mimpi, tubuhnya merasa terhimpit, aroma parfum Aaron kembali hadir bahkan di mimpi Adelio. "Lio, bangunlah". Sayup-sayup Adelio mendengarkan bisikan itu, nafasnya mulai tak teratur saat gerakan halus jemari mengusap bagian kulitnya yang terbuka.
Merasa hawa semakin panas dan tubuh Adelio yang tak menentu, ia membuka matanya perlahan, di atasnya, kini ada Aaron yang tengah mencium bahunya, Adelio pun terkesiap halus, ia cukup terkejut jika yang tadi ia rasakan bukanlah mimpi semata. Aaron yang menyadari Adelio mulai terbangun mengangkat wajahnya, bola mata yang bulat itu seakan dikelilingi kabut gelap dan terlihat sayu. "Aku menginginkanmu lagi Lio". Bisik Aaron parau yang diikuti bibir itu menyentuh permukaan bibir Adelio yang terasa kering, jantungnya kembali berdebar dan dengan bodohnya ia tak menolak.
~~~
Bisa dikatakan Aaron sudah kehilangan kendali, ia pulang sangat larut, niat awalnya hanya memeriksa kamar Adelio, apakah submisive itu sudah tidur atau belum.
Namun saat ia membuka pintu kamar, ia melihat Adelio yang tengah tertidur nyenyak, kakinya melangkah masuk begitu saja, duduk di samping ranjang dan memperhatikan wajah tenang Adelio.
Kesalahan berawal saat Adelio mengubah posisi tidurnya memunggungi Aaron, membuat Aaron dengan leluasa melihat punggung terbuka Adelio. Mengingatkan Aaron betapa lembutnya tubuh itu, perlahan jemarinya mulai mengusap pelan punggung Adelio, merasakan kelembutan kulit itu lagi.
Aaron sadar ia membuat tidur Adelio terganggu, submisive itu kembali membalikkan tubuhnya terlentang, kerutan di keningnya yang sangat menandakan jika Adelio merasa risih, namun ia masih terlelap dalam tidurnya.
Tanpa sadar Aaron melepaskan dasi yang membuatnya tak nyaman, disusul dengan jas yang ia lempar sembarangan. Aaron tak bisa berpikir jernih, ia merasa terbakar dan menginginkan Adelio kembali. Aaron tak ingin menahannya lagi, ia mulai naik ke atas ranjang dan memberikan godaan kecil pada leher Adelio, submisive itu begitu manis. "Lio, bangunlah". Ucap Aaron, kebutuhannya terasa terdesak, yang mendambakan Adelio. Tangan Aaron segera membuka kancing atas Adelio dan membukanya. Bibir Aaron pun terus menuju bahunya yang sudah terlihat, Aaron bermain kecil pada bahu dan leher Adelio, membangunkan submisive itu secara halus.
Gerakan tubuh Adelio yang terkejut samar membuat Aaron dengan cepat mengangkat wajahnya, ia menatap bola mata indah itu kembali. "Aku menginginkanmu lagi Lio". Ucap Aaron parau, wajah yang entah tengah kebingungan atau terkejut itu membuat Aaron semakin tak bisa menahannya, Adelio begitu manis dan polos. Aaron mendekatkan wajahnya pada bibir yang terbuka kecil seakan mengundang Aaron.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tawanan Mafia (Nomin)✓
RandomBOOK 3 Happy reading guys ʘ‿ʘ Warning ⚠️: ° b×b ° homo ° mpreg Start : 11/6/2024 End : 15/9/2024