8

18K 1.1K 62
                                    

"Ma, mau dateng ke acara perlombaan taekwondo Kevin enggak?" Ucap Kevin memohon, dia memang beberapa minggu ini menggemari berbau tentang TKD yaitu taekwondo. Sekarang sudah berada di tahan perlombaan, yang Kevin harap salah satu keluarganya melihatnya saat dia lomba.

"Tidak bisa." Jawab singkat Gina.

"Kevin mohon Ma, cuman Mama yang bisa Kevin minta tolong Papa enggak mau dateng. Kakak juga enggak peduli sama Kevin."

"Saya ada urusan ajak Bibik sana,"

"Mama ada urusan kan? gapapa datengnya lambat asal kan lihat Kevin tanding. Kevin mau buat Mama bangga dengan bawa mendali Ma." Ucap Kevin masih dengan nada memohon.

"Kamu kira saya akan bangga?" Ucap dingin Gina.

"Maksud Mama??" Tanya Kevin memastikan.

"Apa kurang jelas maksud saya? kamu butuh di perjelas?" Kata Gina lagi.

"Saya tidak akan bangga dengan mendali yang kamu bawa, saya tidak peduli mau itu mendali hasil kerja keras atau bukan. Karena menurut saya hal yang bikin saya bangga adalah anak-anak saya." Lanjut Gina setelah itu pergi meninggalkan Kevin sendiri.

"Lalu Kevin? menurut Mama Kevin ini anak siapa? bukannya Kevin lahir dari rahim Mama?"

"Kamu memang lahir dari rahim saya, tapi bukan berarti saya menganggap kamu anak saya. Karena anak saya hanya ada tiga."

***

Menyakitkan bukan saat kamu berusaha bangkit dari rasa sakit mu akan tetapi ucapan dari orang yang kamu sayang justru menjadi penghalang terhebat mu saat ini untuk bangkit.

Saat ini Kevin berusaha melawan musuh yang ada di depannya berbekal dengan rasa tekad nya dia akan mengusahakan untuk menang.

Walaupun keluarga nya tidak ada yang mendukung.

Kevin menahan rasa sakit tubuhnya saat terkena tendangan dari lawan, mungkin jika biasanya dia bisa melawan dengan beberapa pukulan dan tendangan tapi sepertinya ini tidak akan mudah. Karena sedari tadi pikirannya tidak bisa fokus.

Kevin masih memikirkan apa yang di ucapkan sang Mama kepadanya.

Rasanya masih tidak percaya saat Mamanya mengucapkan perkataan seperti itu.

Memangnya dia salah apa? bahkan dia tidak meminta apapun kenapa mereka begitu tidak menyukainya? sampek sekarang pun Kevin masih bingung dengan kesalahanya.

***

Walaupun Kevin pulang dengan tubuh yang remuk, akan tetapi dia berhasil mendapatkan mendali.

Tapi tetap saja rasanya beda saat mendapatkan mendali tanpa melibatkan orangtua.

"Dari mana saja kamu?" Ketus Gio melihat orang di depannya pulang dengan muka babak belur.

"Lomba Pa, Kevin dapet mendali Kevin menang Pa hehe." Ucap antusius Kevin saat mendengar ucapan sang Papa menanyakan keberadaannya.

Bunyi tamparan terdengar di tempat yang sunyi itu.

"Saya tanya kemana saja kamu bukan menanyakan mendali tidak berguna mu itu kamu lihat sekarang jam berapa, mau jadi apa kamu malam-malam seperti ini keluar rumah?" Bentak Gio dengan keras.

"Gara-gara kamu Kevan jadi di rawat di rumah sakit." Lanjut Gio sekali lagi.

"Kevan di rumah sakit?" Tanya Kevin memastikan, dia tidak peduli dengan rasa sakit di pipinya karena menurutnya lebih sakit ucapan sang Papa barusan.

"Iya dan itu semua gara-gara kamu, jika saja kamu tidak keluar dan menjaga Kevan dengan baik. Kevan pasti sekarang akan aman dan tidak berada di rumah sakit."

Setelah mengatakan itu Gio pergi keluar rumah mengecek keadaan sang anak yang berada di rumah sakit.

***

Saat Kevin mendengar jika kembaranya harus di rawat di rumah sakit. Tanpa peduli dengan tubuhnya yang remuk. Dengan segera Kevin menuju ke rumah sakit setelah mandi beberapa menit yang lalu.

Kevin sudah di rumah sakit dapat dia lihat keluarganya berada di sini semua.

Tidak memperdulikan dengan tatapan marah keluarganya Kevin menghampiri Kevan melihat keadaan kembaranya ini.

"Kamu gapapa Van?" Tanya Kevin dengan raut khawatir terlihat tulus.

Tubuh terdorong saat Kevan ingin menjawab ucapan Kevin.

"Kamu masih berani nanya setelah kamu bikin Kevan kek gini?" Ucap Mentari yang mendorong Kevin tadi.

"Kenapa si kamu itu nggak diem aja dirumah kenapa kamu harus ikut lomba ga jelas itu ha??!!" Bentak Mentari mengebu-gebu.

"Kenapa Kakak nyalahin Kevin? terus Kakak sendiri gimana kemana aja Kakak, jangan nyalain Kevin terus. Kevin akui kejadian dimana Kevan hampir di culik memang salah Kevin tapi untuk kejadian ini??"

"Bukanya Kakak sendiri dan yang lain bilang ke aku jangan deket-deket Kevan sekarang kenapa jadi aku yang di salahin?" Lanjut Kevin tanpa sadar membentak balik Kakak perempuan nya ini.

"KEVIN!!!" Ucapan keras terdengar setelah Kevin membentak kakak perempuannya.

Areksa memukul adiknya dengan tenaga penuh tanpa peduli raut kesakitan sang adik.

"Sudah berani kamu sekarang membentak Kakak perempuan mu? siapa yang mengajari mu kasar dengan perempuan Kevin?" Marah Areksa tak tertahan.

"Maaf," Hanya satu kata yang bisa Kevin katakan dia kelepasan membentak sang Kakak, dia paham tak seharusnya kasar dengan perempuan mau bagaimana pun dia seorang laki-laki.

"Tapi---" Saat Kevin ingin membela diri ucapannya di potong sang Papa.

"Sudah Areksa lepaskan dia, jangan berisik di rumah sakit Kevan masih sakit lihat dia ketakutan karena ucapan kerasmu." Kata Gio tenang.

"Dan untuk kamu, pergi." Ucapan Gio terarahkan ke Kevin.

Tanpa basa-basi Kevin pergi dari ruangan itu, selain dia tidak ingin kembaranya terganggu Kevin juga butuh ketenagan diri.

***

Semakin kesini semakin kesana, nih alur ga jelas cuyy serius, ku jdi ga mood melanjutkannya😞😞
liat nanti aja dehh...

• btw we bingung kalau di lanjut mw sad end atau happy end 😁😁

•vot dungg ☆☆☆

      ~~~ janlup sholat bgi yg muslim🌷🌷 ~~~

Different (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang