"Kevann!!' Teriak Kevin menatap sekeliling berharap menemukan kembarannya.
Kevan yang awalnya sudah pasrah, mendengar teriakan kembarannya membuat dia bangkit.
"Vin aku disini," Ujar Kevan.
Mendengar suara yang di kenal Kevin segera mencari tau dimana letaknya.
"Dalam banget jurangnya," Gumam Kevin saat melihat kembarannya terjatuh di jurang cukup dalam.
"Vin bisa bantuin??" Ujar Kevan dengan teriakan.
"Bentar aku cari sesuatu dulu," Setelah menghilang dari pandangan Kevan.
Setelah beberapa menit, "Aku enggak nemuin apa-apa." Ucap Kevin dengan raut putus asa. Jujur saja badannya sudah sakit karena saat menemukan benda yang bisa membantu Kevan dia malah terjatuh membuat tubuhnya sakit bukan main terkena batu.
Padahal biasanya badannya taakan manja seperti ini, tapi kenapa hanya terjatuh sudah sakit sekali badannya?
Saat pandangan Kevin mengarah ke akar-akar dia mulai mendapatkan ide.
Mengenggam erat-erat akar pohon menuruni dengan penuh hati-hati.
"Akhirnya," Ucap lega Kevin.
"Bukan akhir ini Vin, kita belum naik." Panik Kevan saat ini.
"Yaudah ayo aku bantu kamu dulu," Ujar Kevin melangkah ke arah ranting pohon.
"Enggak bisa,"
"Kenapa?" Tanya Kevin menghampiri Kevan kembali.
"Kaki aku sakit enggak bisa buat jalan."
"Yaudah ayo aku gedong, sini." Jongkok di depan Kevan.
"Gapapa? Aku berat," Ucap ragu Kevan.
"Iya gapapa, udah pokoknya kamu jangan sampek kecapekan, nanti sakit." Ucap Kevin dengan penuh perhatian.
"Ayo sini nanti keburu gelap. Pegang erat-erat paham?" Lanjut Kevin mengode kembarannya agar melangkah ke arahnya, lalu dengan pelan Kevan melangkah kearah gedongan Kevin.
Setelah percobaan ketiga mereka baru bisa berhasil, nafas Kevin ngos-ngosan, jujur saja badan kembarannya ini berat. Di tambah lagi dia gagal beberapa kali jangan tanya seberapa merah tangannya bahkan ada darah di sekitar jarinya dan dengan cepat Kevin usap darah di bajunya agar tidak di lihat Kevan.
"Maaf," Ucap Kevan merasa bersalah melihat kondisi kembaranya.
"Gapapa udah ayo,"
Sepertinya keberuntungan tidak berpihak di mereka. Hujan turun dengan deras membuat Kevan dan Kevin harus mencari berteduh.
***
Rasanya ingin sekali Kevan menangis saat tau kembarannya demam, mukanya merah sekali menandakan demam tinggi. Dan dia tidak tau harus apa.
"Gimana ini!!" Cemas Kevan.
Kevin yang memang tidak tidur hanya meram saja, melirik pelan kembarannya. Melepaskan jaket yang ada di dalam dirinya lalu memberikannya ke Kevan, dia tau kembarannya kedinginan dan kulit kembarannya sensitif dengan cuaca.
"Vin kok di kasih ke aku?" Ucap Kevan.
"Kamu kedinginan,"
"Tapi kamu--" Belum selesai berbicara sudah di potong Kevin.
"Udah pakek aja dari pada kita demam berdua akan lebih baik satu saja yang demam, tunggu sini aku akan cek keadaan."
Tanpa peduli teriakan Kevan, Kevin melangkah keluar ke tempat berteduh lalu mengecek keadaan sekitar.
Hujan benar-benar deras membuat jejak yang di tinggalkan Kevin hilang karena terkena air hujan.
"Gimana ini," Gumam Kevin kembali melangkah ke tempat berteduh.
"Van pakek ini," Ujar Kevin mengambil jas hujan plastik di tasnya memang dia sediakan untuk kepentingan yang darurat contohnya sekarang, karena dia memang tidak bisa sebenarnya terkena hujan tubuhnya akan sakit saat terkena hujan.
"Kamu gimana?"
"Udah enggak usah mikirin aku, yang penting kamu dulu." Setelah mengatakan itu Kevin berjongkok bermaksud menggedong Kevan.
"Bisa enggak? Sini aku bantuin," Ujar Kevin saat melihat kembarannya kesusahan memakai jas hujan dari plastik.
"Bisa-bisa," Ucap Kevan berusaha memakai yang akhirnya berhasil.
Tapi sebelum itu Kevin melepaskan sepatunya lalu memasangkan ke kaki putih Kevan.
"Kenapa di kasih ke aku lagi?" Keluh Kevan.
"Kaki kamu bisa terkena duri jika kita lari,"
"Lalu kamu?" Bentak Kevan, merasa kembaranya lebih mementingkan dirinya di banding tubuhnya sendiri.
"Bertengkar nanti saja ayo jalan,"
"Mau di lanjutin perjalanannya?" Ujar Kevan panik, hei hujan di depan sangat deras, jika terjadi sesuatu bagaimana?
"Iya keburu gelap, nanti jejaknya ilang. Pegang erat aku mau lari." Setelah mengatakan itu Kevin keluar bersama Kevan di gedonganya.
***
Sakit.
Teriakan Kevin dalam hati, tubuhnya lelah sekali jangan lupakan kakinya yang tidak memakai apapun harus terkena pecahan kaca, ranting, duri dan lain-lain.
Sekarang Kevin bingung mau kemana jejak nya hilang dan tak ada sedikitpun pertunjuk.
"Vin kamu gapapa," Ujar Kevan saat merasa tubuh kembaranya panas sekali. Padahal ini cuaca dingin.
Seiring larian Kevin tubuhnya tiba-tiba terjatuh.
"Vin," Teriak Kevan melihat tubuh kembaranya hampir tak sadarkan diri.
"Maaf bikin kamu jatuh kamu gapapa kan? uhuk," Ucap Kevin diringi batukan,
"uhuk, uhuk." Batuk Kevin terus bertambah membuat nyeri di dadanya.
"Vin." Panik Kevan melihat kembaran batuk sangat keras hingga mengeluarkan darah cukup banyak.
"Aku gapapa, ayo lanjut." Ujar Kevin mencoba berdiri tapi nihil tidak bisa.
"Udah istirahat dulu aja."
"Enggak bisa harus balik, aku enggak mau kamu kambuh lagi kamu udah sering kambuh beberapa hari ini," Ujar Kevin kekeh dengan pendiriannya.
"Tapi," Ingin melawan tapi Kevan sadar jika jantungnya kambuh akan semakin merepotkan Kevin, pada akhrinya dia berada di gendongan Kevin lagi.
***
yoo!!
Bagaimana 😁😁
ini jujur gaes, pernah ada di mimpi akuu hehe...
😁😁😁...
vote itu pntng tau, tinggalin jejakk 🏃♂🏃♂
KAMU SEDANG MEMBACA
Different (END)
Teen Fiction"Jadi gini rasanya jadi anak kandung, tapi di anak tirikan." Kevin. "Sampai kapan kamu mau ngehindar terus Vin? aku pingin deket sama kamu, pingin ngenal kamu lebih jauh," Kevan. Mereka kembar akan tetapi Kevan dan Kevin itu beda... Kevan yang sela...