Prolog

149 13 2
                                    

Aku ingin menulis banyak hal tentangmu. Tentang lucunya kita bertemu, tentang aku yang tak bisa berhenti mengagumimu, tentang jutaan hal kecil yang membuatmu sempurna di mataku, dan tentang diriku sendiri yang percaya bahwa kamu adalah hal terbaik dan terindah.

Tolong izinkan aku menulis semua tentangmu di sini. Akan kubuat kisah ini lebih bahagia dari kisah yang sebenarnya.

***

"Ish, jangan dorong-dorong dong! Sabar dikit, kita juga masih nyari nama kita nih."

Gadis kecil berusia tiga belas tahun itu mendumel kesal lantaran tubuh mungilnya ini harus terhimpit oleh teman-temannya dan ditambah didorong dari barisan belakang yang mengantre dengan ketidaksabarannya.

Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah atau yang biasa disebut MPLS baru saja selesai hari ini. Sekarang ia tengah menelusuri setiap barisan nama teman-teman satu angkatannya untuk mencari namanya masuk di kelas apa.

Dineshcara Elakshi >> VII-2

Gadis bernama Dineshcara itu bersorak dalam hati. Ia senang bisa masuk kelas yang katanya kelas unggulan itu. Setidaknya, jika ia tidak ditakdirkan masuk ke dalam kelas unggulan pun, Dineshcara berharap tidak masuk ke dalam kelas akhir di mana orang-orang sering berkata bahwa kelas itu diisi oleh siswa atau siswi bandel.

"Dineshcara Elakshi, masuk kelas 7-2."

Dineshcara mendongak saat mendengar suara bulat yang terdengar tidak asing di telinganya. Kedua matanya membulat sempurna saat melihat siapa sosok yang telah menyebutkan namanya.

Ishara Jakti Lakshan, kakak kelas yang Dineshcara kagumi sejak awal MPLS. Ini tidak mimpi, 'kan?

"Udah ketemu 'kan nama sama kelasnya? Sekarang gantian sama yang lain," ucap laki-laki bernama Ishara itu. Satu tangannya mempersilakan Dineshcara untuk menjauh dari kerumunan orang-orang tidak sabaran.

"O–oke. Makasih, Kak."

Ishara hanya menganggukkan kepalanya singkat. Lantas, ia pun turut menjauh dari kerumunan adik kelasnya yang baru saja resmi menjadi siswa-siswi di tingkat SMP.

Berhenti dari lamunan singkatnya, Dineshcara menarik lengan teman satu gugusnya, Adinda. "Belum ketemu? Nanti aja liatnya kalau udah sepi."

Adinda mengerucutkan bibirnya. Sebal. Kakak kelasnya tadi hanya membantu Dineshcara, tidak membantunya juga padahal ia ada di samping Dineshcara.

"Kenapa sih, Nda?" tanya Dineshcara.

"Mau dibantuin Kak Ishara juga," jawab Adinda merengek. Katakan saja jika ia iri.

Dineshcara tertawa pelan. Rupanya temannya itu sedang sedikit iri kepadanya. "Sana minta Kak Ishara kalau berani," usulnya.

"Gak berani lah!"

Dineshcara hanya menggelengkan kepalanya diiringi kekehan kecil. Sesungguhnya, saat ini jantungnya tengah berdegup sangat kencang. Tadi ... bukan mimpi, 'kan?

Sejak awal MPLS Dineshcara sudah cukup sering memberikan atensi lebih kepada Ishara, kakak kelasnya yang saat ini menjabat sebagai sekretaris OSIS. Tadi pun Dineshcara sempat tak percaya saat ada tangan menjulur dari belakang tubuh kecilnya dan tepat menunjuk namanya.

Senyuman kecil terukir di bibir mungilnya. Apakah ini yang dinamakan dengan mengagumi seseorang?

***

"Kak, aku suka kamu loh."

"Iya, tau."

"Kok tau?" Gadis dengan rambut sebahu itu mengernyitkan dahi.

Ishara berdecak. Tidak, bukan kesal. Bosan dengan pertanyaan itu. "Perlu gue buka playlist-nya?"

***

"Kalau akhirnya kita nggak sama-sama lagi, gimana?"

Di dalam benaknya, Ishara selalu memikirkan hal-hal buruk yang belum tentu terjadi.

"Din," panggil Ishara menyadarkan gadis yang duduk di sampingnya dari lamunan.

"Ya, tergantung sih, Kak. Kan gak bisa melawan takdir," balas Dineshcara. Dineshcara sendiri bingung harus menanggapi seperti apa pertanyaan yang bahkan tidak pernah terlintas di pikirannya.

"Kamu pasrah gitu aja?" tanya Ishara memastikan.

"Ya ... nggak, sih. Tapi, kan, kita gak tau takdir kita kayak gimana. Kalau berjodoh ya kita syukuri dan kalau nggak ya gak apa-apa. Tinggal tunggu aja, jodohnya pasangan atau maut."

***





















HALOOWW EVERYONE! Aku kembali dengan naskah ini yang aku publish ulang. Semoga suka yawww🤭

See you di chapter 1!

Salam manis,
Tata.

Prolog Tanpa EpilogWhere stories live. Discover now