Hal kecil itu, hal kecil yang andai kamu tahu bisa membuatku tersenyum tiap kali mengingatnya.
***
Sejak pertemuannya waktu itu dengan Ishara, Dineshcara tidak pernah lagi bertemu laki-laki itu. Entah ke mana dia perginya, ruang obrolan keduanya pun kosong. Tidak ada lagi notifikasi yang selalu Dineshcara tunggu setiap harinya. Bahkan, sekadar life update di media sosial lainnya pun tidak ada.
Dineshcara selalu mencari keberadaan laki-laki itu, laki-laki yang berhasil membuatnya nekat untuk jatuh cinta di masa SMA-nya. Ke mana pun gadis itu pergi, ia selalu berharap bisa melihat Ishara.
Helaan napas kasar berulang kali dilakukan oleh Dineshcara. Ia sudah berhadapan dengan laptopnya selama hampir dua jam untuk melanjutkan tulisannya yang sempat tertunda karena dirinya sakit.
Membaca kembali agar bisa mendapatkan ide adalah hal yang senantiasa Dineshcara lakukan saat akan menulis. Terkadang juga Dineshcara berusaha mengingat-ingat lagi tentang bagaimana perlakuan Ishara kepadanya—manis.
Bibir tipisnya tersenyum saat mengingatnya. Ishara selalu bisa membuat jantungnya berdegup kencang saat mengingat sosoknya.
"Kakak!"
Suara Aji terdengar dari ambang pintu kamarnya. Terpaksa Dineshcara menolehkan kepalanya, sedikit kesal juga lantaran imajinasinya saat menulis harus diganggu.
"Mama udah pulang tuh, bawa makanan juga. Mau gak? Kalau nggak mau, Aji habisin," tawar anak laki-laki berusia sebelas tahun itu. Anak itu selalu saja terkesan setengah niat saat menawarkan makanan.
"Bawa apa?" tanya Dineshcara.
Aji mengedikkan bahunya tanda tidak tahu. "Belum Aji buka makanannya, jadi Aji gak tau."
Dineshcara kembali menatap layar laptopnya. Ia mengetikkan beberapa kata di sana. "Duluan aja, Ji. Kak Din masih nulis. Bilangin ya sama mama, sisain juga buat Kak Din."
"Gak mau! Kalau Kak Din mau ya harus ikut makan sekarang," tolak Aji.
"Nanggung, Ji. Kalau harus kepotong malah Kak Din gak bisa lanjutin lagi."
"KAKAK, AYO SINI! ADA KEBAB KESUKAAN KAMU SAMA MARTABAK." Teriakkan Harini terdengar begitu nyaring. Dineshcara tebak, mamanya sedang ada di dapur.
"OTW, MA! DINESH NGEBUT!" Dineshcara balas berteriak agar bisa terdengar oleh mamanya. Ia langsung berdiri meninggalkan laptop yang masih menyala di atas meja belajar serta meninggalkan Aji yang masih bertahan di ambang pintu kamar.
Aji memperhatikan terus langkah kakaknya yang terlihat sangat cepat itu. Jika sudah berurusan dengan makanan kesukaannya, kakaknya itu pasti tidak akan mau kalah.
"Demi kebab tega ninggalin adiknya sendirian," cibir Aji kesal.
Ketika Aji sudah sampai di meja makan, kedua matanya melihat sang kakak yang tengah melahap sepotong martabak dengan segelas plastik jus alpukat yang juga dibawakan sang mama.
"Jangan diabisin dong, Kak!" Aji masih kesal lantaran kakaknya meninggalkannya tadi, padahal ia sudah rela memanggilnya ke kamar untuk makan bersama.
Harini yang tengah membereskan bahan belanjaannya ke dalam kulkas hanya bisa terkekeh melihat interaksi kedua anaknya. Ia senang Dineshcara sudah sembuh, tentunya sudah bisa jahil kepada Aji.
"Tadi mama ketemu sama Ishara loh, Kak," ujar Harini memberitahu. Wanita paruh baya itu ikut duduk di samping Dineshcara.
Dineshcara yang awalnya tengah sibuk dengan martabaknya lantas berhenti mengunyah dan menoleh ke arah di mana mamanya duduk. Sebelah pipinya menggembung lantaran masih ada martabak di dalam mulutnya.
YOU ARE READING
Prolog Tanpa Epilog
Teen Fiction"Aku menunggumu hingga hari esok. Jika esok kamu belum juga kembali, maka setiap hari adalah esok." -Dineshcara Elakshi. Bercerita tentang seorang gadis yang mengagumi kakak kelasnya dan bertekad akan mengabadikan sosok kakak kelasnya itu ke dalam s...