Kamu jangan seperti ayahku, aku tidak sekuat mamaku.
***
Selama dua hari Dineshcara harus dirawat di rumah sakit. Ditemani oleh sang mama dan adiknya. Beberapa kerabat juga ada datang untuk membesuknya. Tapi, gadis itu tetap merasa ada yang kurang lantaran ayahnya sendiri tidak datang sama sekali.
Sampai saat ini, Dineshcara dibantu mamanya membereskan beberapa barang yang dibawa ke rumah sakit sebelum pulang ke rumah. Dokter sudah membolehkannya pulang, Dineshcara mensyukuri itu.
Dineshcara menyempatkan diri untuk membuka ponselnya. Mengetikkan sesuatu untuk ia kirimkan kepada seseorang.
You
Aku udah boleh pulang. Mama udah gak marah juga.Setelah selesai mengirimkan itu, Dineshcara memasukkan ponsel miliknya ke dalam tas kecil milik mamanya.
Mereka bertiga akhirnya melangkah keluar dari ruang rawat dengan Dineshcara yang dituntun oleh mamanya, sedangkan Aji membawakan tas berisikan pakaian mereka selama di sini. Dineshcara menolak tawaran pihak rumah sakit agar ia menggunakan kursi roda setidaknya sampai lobby rumah sakit, sampai ke dekat kendaraan yang akan menjemput mereka.
"Kita pulang sama siapa, Ma?" tanya Aji sedikit mendongak ke arah mamanya.
"Kita cari taksi di depan ya, Ji," jawab Harini diakhiri senyuman tipis.
"Ayah? Ayah gak jemput kita?" tanya Aji lagi.
"Harusnya kamu gak perlu tanyain itu, Ji. Kamu gak perlu berharap lebih sama ayah," timpal Dineshcara mendahului mamanya yang akan menjawab.
"Kak, bicaranya jangan gitu sama Aji," tegur Harini dengan suara yang cukup pelan.
Dineshcara hanya bisa menghela napas kasar. Ia tidak suka dengan ayahnya yang sekarang, sikap tempramennya semakin menjadi-jadi. Sayangnya, ia lebih tidak suka melihat mamanya yang selalu membela ayah.
Sampai di lobby rumah sakit, Aji yang merasa dirinya sebagai laki-laki menuju ke tepi jalan lantas menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri. Mencari-cari taksi yang akan lewat di jalanan depan rumah sakit ini. Sangat disayangkan, hampir sepuluh menit Aji mencari taksi, namun tak juga ada taksi yang berhenti. Sekalipun ada, pastinya sedang membawa penumpang.
Aji menyerah, anak kecil itu kembali ke lobby untuk menemui mama dan kakaknya yang menunggu di sana. Saat tengah berjalan, ia melihat kakak dan mamanya tengah berbincang dengan seseorang yang tidak dikenalinya. Semakin dekat, ia baru tahu siapa orang itu.
"Pacarnya Kak Din, ya?" tanya Aji tiba-tiba membuat mereka bertiga menoleh ke arahnya. Aji menatap kakaknya yang tengah memberikan tatapan tajam.
"Bukan! Siapa juga yang pacaran sih, Ji? Ngarang mulu kamu. Dia cuma temannya Kak Din aja kok," bantah Dineshcara saat menyadari ekspresi keterkejutan laki-laki di hadapannya. Cuma teman, gak lebih. Mungkin juga gak akan pernah lebih, Ji.
"Lebih dari teman juga gak apa-apa, Kak. Iya gak, A?" goda Aji kepada laki-laki di hadapannya yang kemudian hanya dibalas senyuman tipis.
Dineshcara mendengkus sebal. Tingkah adiknya memang selalu menyebalkan. Tapi, kali ini lebih dari menyebalkan. Anak kecil itu harusnya bisa lebih menjaga dirinya di hadapan Ishara. Ya, dia Ishara. Ishara datang ke sini.
YOU ARE READING
Prolog Tanpa Epilog
Teen Fiction"Aku menunggumu hingga hari esok. Jika esok kamu belum juga kembali, maka setiap hari adalah esok." -Dineshcara Elakshi. Bercerita tentang seorang gadis yang mengagumi kakak kelasnya dan bertekad akan mengabadikan sosok kakak kelasnya itu ke dalam s...