Ambigu

18 2 0
                                    




Aku bertanya dengan tegas padanya,

"Kamu siapa?"

Dengan tenang dia berkata,

-mungkin nyaris berbisik,

"Aku hitam. Aku juga putih. Ya, kamu benar...

Aku abu-abu. Aku ambigu!"

Saat itu dia hanya bisa menatapku dalam diam. Dengan wajah memerah, aku memandangnya. Aku tahu ia terkejut. Pasti itu. Dia selalu pintar menyembunyikan perasaan yang sebenarnya dari orang lain. Hebat, memang itu keahliannya. Kusadari Azka dan Qoni menatap kami berdua secara bergantian. Begitu juga suamiku dan suaminya yang hanya menunggu kami mengeluarkan kata. Sementara hatiku, masih berdebar tak karuan.

Ya Tuhan... mengapa kami dipertemukan dengan kondisi yang seperti ini? Mungkinkah ini memang takdir yang terbaik bagi kami berdua? Aku sama sekali tak habis pikir. Perlahan tapi pasti bayangan kenangan-kenangan kami berdua berkelebat dengan cepat di dalam otakku. Seperti sebuah film usang yang sudah lama tak diputar dan kini aku mencoba untuk menontonnya kembali.

"Mmm... Kenalkan, nama saya Asha. Istri dari Pak Dika dan ibu dari Azka," katanya memecah keheningan yang sedari tadi memenuhi ruangan. Aku terkejut untuk kedua kalinya saat ia berkata seperti itu seraya mengulurkan sebelah tangannya padaku untuk bersalaman.

Bukan. Aku tahu dan sadar ia bukan lupa padaku. Tapi dia kini sedang berpura-pura tidak mengenalku. Oke, usaha yang bagus untuk permulaan yang baik. Aku menyambut uluran tangannya. Menggenggam tangannya erat.

"Ya, nama saya Armiella. Senang berkenalan dengan Anda."

Aku tersenyum penuh keramahan padanya. Seharusnya dia sudah tahu, aku adalah drama queen terbaik sepanjang masa yang pernah ia kenal. Suamiku mengambil alih pembicaraan dan mengajak semua orang untuk masuk ke ruang makan dan mulai menyantap makan malam spesial yang telah kusiapkan sedari tadi.

"Ayah ingin tahu, bagaimana ceritanya kamu pertama kali bertemu dengan Qonita?" tanya Pak Dika, ayah Azka, sambil menyendokkan nasi ke dalam piringnya. Azka hanya tertawa dan sedikit melirik pada Qoni yang menunduk malu. Aku ikut tersenyum melihat sikap mereka berdua.

"Ceritanya lucu. Waktu itu Azka terlambat masuk kuliah karena ban motor bocor di tengah jalan. Berhubung dosen mata kuliah itu killer, jadi Azka memilih bolos..."

Asha mendelik pada anaknya. "Ternyata kamu suka bolos kuliah, ya? Jangan-jangan waktu nggak ada ban bocor kamu juga suka bolos?!"

"Nggak lah, Bun. Azka kan nggak mungkin tega ngebohongin Bunda," jawab Azka sambil tertawa lagi.

"Nah, jadi waktu Azka bolos pagi itu, Azka bingung mau kemana. Ya sudah... terpaksa Azka pergi ke perpustakaan. Padahal Azka nggak hobi baca. Dan perpustakaan adalah tempat yang paling malas Azka datangi selama Azka kuliah. Pokoknya nggak tahu deh, mungkin karena waktu itu Azka juga lagi stress dan banyak masalah makanya bawaannya jadi agak aneh. Ajaibnya, di perpustakaan itu Azka malah ketemu sama bidadari ini." Azka melirik Qoni.

Qoni tak tahan ingin bicara juga. Anakku ini memang cerewet, persis ayahnya. "Iya! Terus anehnya juga, Qoni dan Azka mau ngambil buku yang sama bersamaan. Dan apa judul buku itu?"

Semua menunggu penasaran.

"Buku tentang dunia homoseksual!" seru mereka berdua bersamaan. Aku melotot kaget. Sementara Asha memperbanyak minumnya.

"Lucu, kan?! Padahal Qoni anak jurusan Sastra dan Azka anak jurusan Teknik. Apa hubungannya coba??" Qoni tertawa di sela-sela kalimatnya. Membuat suasana ruangan menjadi hangat dalam sekejap.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 11, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kidung AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang