Abi kini berdiri di depan rumah mewah yang sudah lama tidak ia tinggali, ia memasuki rumah tersebut yang langsung di sambut oleh penjaga dan juga para pembantu yang bekerja di rumah nya.Abi memerintahkan seluruhnya untuk kembali ke rumah mereka masing masing karena ia sedang ingin sendiri disini.
Abi duduk di sofa besar yang berada di ruang tengah, menatap foto keluarganya datar.
"Cih ini yang katanya sebentar?, Sekalian aja gak pulang"
Ia memejamkan mata mengingat beberapa momen yang kini tidak ia rasakan lagi namun sensasi itu terputus saat ponselnya berbunyi, panggilan suara dari mahen?
"Assa–"
"Bi!"
Abi terdiam, ada apa? Kenapa suaranya keliatan panik? Wah gak beres nih
"Santai bang santai, ada apa?"
"..."
Abi terbelalak ia reflek mematikan panggilan suaranya dengan mahen, ia bergegas keluar rumah dan tak lupa menutup pintu nya.
menuju garasi memasuki mobil
Dengan tergesa-gesa, "sial. Kenapa bisa?"***
Abi melajukan mobilnya menuju ke suatu tempat. ya, rumah sakit.
Ia bergegas menuju suatu ruangan dan melihat seluruh membernya yang berada di sana menatap cemas salah satu ruang operasi, Abi menghampiri mereka dengan panik, bisa ia dengar suara berisik alat operasi terdengar dari ruangan tersebut.
Seluruh member khawatir, namun Ciko terlihat lebih parah ia menangis sesenggukan sambil terus berucap memohon kepada Allah agar seseorang di dalam sana selamat.
Setelah 3 jam mereka menunggu, seorang dokter keluar membuat mereka segera berdiri dan bertanya kepada sang dokter
"Bagaimana dok? Apa adik saya
baik baik saja?" Tanya mahen mewakili seluruh membernyaDokter tersebut tersenyum, "bersyukur kepada Tuhan karena operasi berjalan dengan lancar tanpa ada kendala, kalian bisa menjenguk pasien nanti ketika pasien sudah di pindahkan ke ruangan lain, pasien akan bangun setelah biusnya habis."
Mereka berterimakasih kepada sang dokter, dan dokter tersebut pamit meninggalkan mereka.
Mereka memandang jivan yang berada di dalam ruangan itu dengan sendu,
Apa? Jivan?
Flashback
Perasaan jivan tidak enak saat mendengar Ciko yang akan bertemu dengan gadis bernama Rana itu
Karena itu ia berencana mengikuti Ciko diam diam,
"Mau ke mana ji? Game nya belum kelar"
Jivan menatap Jero, "khawatir ama ciko bang, mau nyusul gue"
Jero mengangguk paham, "yaudah kabarin gue atau yang lain kalau ada apa apa ya?!"
Jivan mengiyakan ucapan Jero dan bergegas menyusul Ciko
Sesampainya di sana jivan melihat Ciko dan Rana yang sedang berbincang serius, ia tidak ingin mengganggu jadi menunggu di bawah pohon besar yang sedikit berjarak dari dua orang yang serius berbincang itu.
Jivan menatap dan mendengarkan dengan seksama pembicaraan mereka, setelah sedikit lama Ciko dan Rana berbincang, jivan tersentak saat Rana berteriak dengan nada yang terlihat marah?, Kecewa?, Atau sedih?
Jivan tidak tau tapi yang terpenting ia harus cepat menjauhkan Ciko dari gadis tersebut, ia melihat gadis itu pelan pelan mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya