4

1K 140 2
                                    

Matahari sudah terlihat. Para pemuda mulai menuruni kapal dan berjalan masuk ke dalam hutan yang masih saja terlihat gelap meskipun matahari sudah terlihat. Selebat itu memang hutannya. Menyeramkan, terasa lembab saat sudah memasuki.

"Kita akan kemana?" Tanya Zeeran pada Amir yang memegang sebuah peta harta karun yang katanya petunjuk jalan untuk sampai ke harta karun berada.

"Kita harus berjalan menuju utara, dan akan menemukan sebuah batu kembar yang sangat besar. Kita cari saja dulu, itu petunjuk yang pertama," jelas Amir.

"Baiklah, ayo jalan tunggu apa lagi," kata Delulu. Mereka kembali melanjutkan perjalanan diselingi obrolan ringan, agar tak terlalu tegang.

"Hem, hutan ini pohonnya besar-besar ya. Sangat segar juga udaranya," ungkap Oniel.

"Pastilah. Di sini jarang terjamah oleh manusia dan rumah penduduk yang bisa merusak lingkungan. Jadi masih asli lah bisa di kata," sahut Gian.

"Hem, pasti di sini banyak binatang langka," pikir Delulu.

"Kalau tidak mendapatkan harta karun lebih baik kita bawa pulang saja hewan yang ada di sini. Kita bisa jual mereka ke kota, pasti banyak uang yang akan kita dapatkan," pikir Febrio.

"Jangan lah. Jangan sembarangan mengambil sesuatu di pulau ini Feb. Udah tau di sini pulau terlarang, pakek aneh-aneh aja. Kita mau cari harta karun saja, udah nyawa jadi taruhannya," sahut Zeeran.

"Pasti kalau malam tempat ini sangat gelap dan menyeramkan," gumam Delulu sambil memperhatikan sekitar yang penuh dengan pohon dan tumbuhan-tumbuhan liar. Suara hewan juga menemani setiap perjalanan mereka. Seperti yang saat ini mereka dengar, sepertinya ini suara kera yang tinggal di sini.

Mereka terus berjalan mengikuti arah kompas yang menunjuk arah utara. Melalui jalan yang tak terlihat seperti jalan, karna semua ditumbuhi oleh tanaman liar yang cukup tinggi. Hingga beberapa kali mereka harus menebangi tumbuhan itu agar mereka bisa lewat. Entah sudah berapa lama mereka berjalan hingga salah satu dari mereka mengusulkan untuk beristirahat.

"Aku lelah, istirahat dulu tolong," ungkap Karan. Jujur saja kakinya sudah sangat lelah berjalan sedari tadi.

"Aku setuju, mari kita istirahat. Sudah berapa lama kita berjalan," imbuh Oniel menyetujui.

"Aku juga setuju, istirahat dulu di sini," kata Gian. Mereka semua menyetujui kalau beristirahat. Mereka duduk melingkar di tanah, mengeluarkan beberapa roti dan ait minum untuk dikonsumsi.

"Ah segar sekali rasanya," ungkap Evan setelah meneguk air minum. Tenggorokannya kembali terasa basah setelah tadi kering.

"Apa kira-kira masih jauh?" Tanya Zeeran.

"Aku tidak tau, kita masih belum menemukan batu kembar seperti gambar di petunjuk ini," jawab Amir sambil melihat peta yang dia pegang.

Delulu memperhatikan sekitar dan matanya terpicing melihat pada kayu dan sebuah kain merah yang tertali di sana. "Kawan-kawan, entah mengapa perasaanku mengatakan kita sedari tadi hanya berputar putar saja di jalan ini," ungkap Delulu.

"Apa maksudmu?" Tanya Karan.

"Setiap kita berjalan tadi, aku sudah berkali-kali melihat kain merah itu," kata Delulu sambil menunjuk pada kain yang jaraknya tak cukup jauh dari mereka, mereka sontak mengikuti arah tunjuk Delulu.

"Awalnya aku kira itu adalah petunjuk, tapi jika aku perhatiakan sekitar, ini tempat yang tadi kita sudah lalui. Apa kalian semua sadar?" Tanya Delulu, siapa tau ada yang menyadari hal ini selain dirinya.

"Sebentar, aku akan memastikan sesuatu," kata Zeeran. Dia berdiri lalu mencoba berjalan mengitari sekeliling.

"Apa yang kau cari?" Tanya Febrio.

Zeeran menunduk mengambil sebuah bungkus permen. "Benar apa kata Delulu. Kita hanya berputar sedari tadi. Ini adalah bungkus permen yang sempat aku buang tadi di perjalanan," kata Zeeran sambil menunjukkan sebuah bungkus perman.

"Ah sial! Lelucon macam apa ini!" Keluh Karan, ternyata sedari tadi mereka berjalan tak ada gunanya malah hanya membuat lelah dan malah berputar putar di tempat yang sama.

"Apa peta itu salah Mir?" Tanya Karan sedikit kesal.

"Tak mungkin ini salah. Ini salinan peta dari orang yang dulu sudah pernah datang ke sini. Em, mungkin kita lagi di uji saja sama penunggu di sini," pikir Amir.

"Duh Mir, jangan membahas hal mistis di sini. Menyeramkan," kata Delulu bergidik ngeri.

"Sudah-sudah, lebih baik kita kenyangi perut kita sebelum lanjut. Jika kita hanya diam saja di sini, tak akan cepat sampai, sepertinya hari akan segera sore," kata Gian, karna memang langit sudah terlihat berbeda saat dia mendongak.

Setelah merasa puas, mereka mulai kembali membereskan barang-barang untuk melanjutkan perjalanan. "Hah, lelah sekali rasanya," ungkap Evan.

Srek srek~

"Suara apa itu?" Tanya Oniel. Mereka semua diam, mendengarkan suara seperti ada yang mendekat.

"Apa itu hantu?" Pikir Delulu, takut.

"Aih kau mengada-ada. Siang hari mana ada hantu," kata Evan.

Jleb!

Evan menegang dan yang lain sudah memekik terkejut. Sebab ada sebuah panah yang tertuju ke arah mereka dan menancap di sela-sela kaki Evan yang dilebarkan. Di balik semak-semak jauh dari mereka muncul seorang lelaki dengan rambut gimbal panjang, ada loreng warna hitam di wajahnya. Lelaki itu hanya menggunakan sebuah kain yang dililitkan di area selangkangannya, dan seramnya dia membawa sebuah senjata panah.

"Lari!" Intruksi Gian.





























Maapkeun, baru bisa up lagi.

Dah gitu aja maap buat typo.

HARTA KARUN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang