15

1K 148 6
                                    

"Kamu selamat nak." Ibu Zeeran memeluk anaknya dengan sangat erat. Rasa khawatir mendominasi melihat keadaan Zeeran yang terluka, tapi sudah selesai diobati. Untung saja tak separah itu, tak harus juga mendapatkan donor darah, itu termasuk sebuah keajaiban, sebab jika mengingat tadi darah dari luka Zeeran begitu banyak. "Ibu kira kamu gagal untuk kembali, ibu khawatir."

"Zeeran berhasil buk untuk kembali, tapi aku gagal mendapatkan harta karun dari sana," sesal Zeeran.

"Jangan hiraukan harta karun itu. Ibu lebih memilih kamu selamat, ibu sudah senang. Kamu sudah lama sekali pergi semenjak ke pulau terlarang itu, sudah satu bulan lebih," ungkap Ibu Zeeran yang membuatnya terkejut.

"Apa? Sebulan lebih? Buk, Zeeran dan yang lain pergi baru beberapa hari. Kami tidak merasa sudah pergi begitu lama," jelas Zeeran.

"Tapi, nyatanya di sini kamu sudah pergi lama sekali nak. Maka dari itu banyak orang tua di sini mengira kalian sudah tiada. Sedih ibuk, memikirkan hal itu," jelas Ibunya. Zeeran menjadi bingung. Bagaimana hal itu bisa terjadi?

Tak ingin memikirkan lagi, Zeeran melihat Chika yang berdiri di pojok ruangan. Dia sudah bersih-bersih dan diberi baju yang lebih layak.
"Chika, kemari," panggil Zeeran. Chika yang merasa dipanggil dengan ragu berjalan menghampiri Zeeran yang terduduk di atas ranjang. "Ibu, aku mau ngenalin seseorang. Ini namanya Chika. Perempuan yang aku temukan sendirian di pulau terlarang kemarin." Chika tersenyum canggung ke arah Ibu Zeeran.

"Kamu dari pulau terlarang? Bagaimana bisa?" Tanya Ibu Zeeran.

"Dia terjebak Bu. Sendirian di sana. Maka dari itu, aku membawanya pulang bersama," sahut Zeeran.

"Kasihan sekali kamu nak. Bagaimana bisa kamu sampai sana, di sana berbahaya," kata Ibu Zeeran sambil mengusap pundak Chika, memberi kenyamanan. "Saya awalnya pergi sama teman-teman buk. Tapi nasib baik tidak berpihak, saya kehilangan teman saya dan berakhir terjebak di sana sendirian," jelas Chika pada intinya.

"Pasti orang tua kamu khawatir nungguin kamu pulang."

"Setelah ini saya akan pulang bu. Saya akan menemui keluarga saya, tapi saya tidak punya uang untuk pulang. Em, apa di sekitar sini ada pekerjaan yang cocok untuk saya? Untuk ongkos pulang ke rumah Bu, rumah saya jauh," ungkap Chika. Memang dia tak memegang uang sepeserpun. Dia benar-benar hanya bawa diri. Dia harus mencari uang untuk bisa kembali pulang. Namun, ada pikiran lagi, dimana dia bisa tinggal sampai nanti bisa kembali?

"Ibu akan bantu carikan. Atau tidak kamu bisa bantu ibu kerja jual ikan?"

"Boleh bu? Saya mau!" jawab Chika cepat. Dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan.

"Dan untuk tempat tinggal kamu tak usah khawatir. Kamu bisa tinggal di rumah ibu, ya kan Zeeran?"

"Iya bu," jawab Zeeran senang.

"Terima kasih. Saya bingung harus membalas kebaikan kalian dengan cara apa," kata Chika dengan perasaan terharu, dia seperti ingin menangis.

"Tak usah dipikirkan hal itu nak,"

Sebenarnya selesai diobati Zeeran belum boleh pulang, dia masih harus menjalani pengobatan ringan. Namun, tak ingin mengeluarkan biaya lebih banyak lagi, dia memilih untuk keluar dari klinik, lebih baik beristirahat di rumah. Jadi dari klinikpun memberikan beberapa resep obat untuk diminum.

Setelah dari klinik di hari itu juga, semua orang berkumpul di rumah Karan. Karan dinyatakan telah tiada dengan diagnosis terkena racun ular yang sudah menyebar keseluruh tubuh. Mereka turut berduka cita atas hal itu. Semua tak menyangka pada akhirnya Karanlah yang pergi lebih dulu.

Terlebih Delulu, dia pikir dialah yang akan gagal. Karena dia yang paling penakut dan paling lemah, tapi ternyata takdir masih berpihak. Dia masih diberi kesempatan hidup. Delulu merasa turut berduka cita atas perginya Karan. Meskipun Karan menyebalkan, tapi dia tetap temannya.

Sedangkan Evan merasa sangat terpukul dengan kepergian Karan. Karena Karan adalah teman sedari mereka bayi. Apa-apa selalu bersama dan tiba-tiba mereka harus terpisah karena maut yang lebih dulu menjemput temannya. Evan menangis melihat temannya yang sudah terkujur kaku.

Selamat Jalan Karan.

~~~~~~

Selesai pemakaman, Zeeran dan yang lain memutuskan untuk pulang. Kini ibunya sedang membersihkan satu ruangan kosong di rumah. Karena tak ada yang menempati dan berkahir debu dimana-mana, jadi Ibu Zeeran harus membersihkan ruangan itu yang akan dibuat kamar untuk Chika. Tentunya Chika turut membantu kegiatan Ibu Zeeran. Dia tak mau hanya jadi beban. Setidaknya dia harus bisa lebih bermanfaat, karena di sini dia hanya numpang.

"Kamu istirahat saja nak, di kamar ibu dulu tak apa, atau kamar Zeeran. Kamu pasti lelah," titah Ibu Zeeran sambil memasang seprai.

"Tak apa bu. Saya tidak terlalu lelah, saya ingun membantu ibu," jawab Chika sambil memasukkan kotoran debu ke dalam pengki, lalu keluar dari sana untuk membuangnya. Dia bingung dimana tempat sampah berada. Melihat adanya Zeeran yang duduk sambil minum teh di ruang, akhirnya dia bertanya, "Tempat sampah dimana?" tanya Chika.

"Itu di depan rumah ada," jawab Zeeran santai. Chika melenggang pergi untuk membuang kotoran debu itu. Kemudian kembali masuk untuk membantu yang lain. "Istirahat Chik, kamu terlihat lelah," kata Zeeran.

"Iya nanti. Aku bantu ibu kamu dulu, sebentar lagi selesai," jawab Chika.

Beberapa menit kemudian akhirnya kegiatan bersih-bersih kamar selesai. Chika bernapas lega, meskipun kamarnya tak terlalu luas, tapi setidaknya dia bersyukur ada tempat untuk tidur. "Ini jadi kamar kamu ya nak. Untuk baju, sementara kamu bisa pakek punya ibuk atau punya Zeeran dipakai aja ga papa. Senyamannya kamu aja," kata Ibu Zeeran dengan hangat.

"Iua bu terima kasih banyak sudah mau membantu saya," kata Chika.

"Sama-sama nak. Kamu istirahatlah, ibu mau pergi dulu ke warung, jagain Zeeran kalau tiba-tiba minta apa-apa. Oh iya, kamu kalau laper makan aja, di dapur ibu tadi masak," kata Ibu Zeeran.

"Iya bu, terima kasih," ucap Chika. Ibu Zeeran tersenyum lalu pergi. Baik sekali ibu Zeeran ini, dia dengan tulus mau membantu Chika, padahal Chika hanyalah orang asing. Chika merasa terharu mendapat perlakuan baik.

Chika keluar dari kamar masih melihat Zeeran berada di ruang tamu, tapi posisinya sudah tiduran dikursi panjanv. Chika mengambil duduk di kursi lain. "Sudah minum obat?" tanya Chika.

"Belum."

"Kenapa? Segeralah minum, agar cepat pulih."

"Obat tidak enak Chika. Aku tak suka," jelas Zeeran.

"Obat memang tidak enak, dikira permen rasanya manis. Tapi kamu harus tetap minum obat, apa sudah makan?" tanya Chika lagi.

"Belum, aku malas makan rasanya," jawab Zeeran santai.

"Hei! Sepertinya kamu tak mau sembuh, makan saja tak mau," kata Chika sedikit mengomel.

"Aku malah mengunyah."

Chika berdecak lalu pergi ke dapur. Dia mengambilkan makan untuk Zeeran, sebenarnya dia juga lapar, tapi masih merasa sungkan untuk makan di sini. Dia kembali menghampiri Zeeran dengan sepiring makan dan segelas air. "Bangun," titah Chika.

Zeeran dengan malas bangun dari rebahannya. "Nih makan," ucap Chika. Zeeran hanya memandang malas, dia tak nafsu makan kali ini. Dia menerima piring itu, tapi tak di makan hanya memandangi malas. Chika yang geram Zeeran tak kunjung makan, akhirnya mengambil lagi piring itu. "Buka mulut," titah Chika.

"Aku malas Chik."

"Buka mulut," tekan Chika. Akhirnya Zeeran menurut, Chika menyuapi Zeeran dengan telaten. "Kamu juga makan. Aku tau kamu laper Chik," kata Zeeran.

"Aku ga laper," elak Chika.

"Ck, makanlah." Kini giliran Zeeran menyuapi Chika. Berakhir mereka makan suap-suapan. Setelah habis, Zeeran meminum obatnya kemudian beristirahat di kamar. Chikapun beristirahat karena tubuhnya terasa begitu lelah.






























Pagiiiiiii....

Dah gitu aja maap buat typo.

HARTA KARUN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang