14

1K 146 9
                                    

"Chika!" Ucap mereka bersamaan. Siapa yang sangka mereka akan bertemu kembali dengan Chika.

"Chika!" Panggil Zeeran lagi, dia segera menghampiri Chika denhan terus memegang lengannya yang terluka. Seperti sudah tak bertemu sangat lama, mereka berdua berpelukan menyalurkan rindu satu sama lain. "Bagaimana keadaanmu? Baika-baik sajakan?" tanya Zeeran penuh khawatir.

"Apa yang terjadi dengan tangamu?" Alih-alih menjawab, Chika malah kembali melontarkan pertanyaan pada Zeeran. "Hanya terluka kecil," jawab Zeeran.

"Luka kecil tak mungkin hasilnya seperti ini!" balas Chika.

"Tapi aku benar-benar tak apa," jawab Zeeran.

"Hei kawan sudahi acara bucin kalian. Sekarang kita pergi dari sini oke? Kalian bisa lanjut bucin di kapal nanti," sela Febrio. Zeeran dan Chika mendadak merasa canggung.

Srek srek!

"Orang pedalaman!" Pekik Febrio, karena orang pedalaman kembali menemukan mereka.

Mereka kembali berlari, kali ini Gian memimpin jalan dengan membawa senter milik Chika. Mereka terus berlari secepat yang mereka bisa. Entah jalan yang mereka ambil itu benar atau tidak, yang terpenting mereka bisa selamat lebih dulu dari orang pedalaman yang terus saja mengejar mereka.

"AKHH!" Pekik Karan, karena tersandung akar pohon dan sialnya lagi, kakinya digigit ular yang entah darimana ular itu muncul. Oniel dengan cekatan memegang buntut ular yang berukuran selengan anak kecil, menarik dan melemparnya menjauh. Evan dan Delulu memapah tubuh Karan, membantunya berlari. Suasana semakin tegang, apa lagi hujan kini tiba-tiba turun kembali. Mereka masing-masing berdoa dalam hati, berharap agar bisa segera keluar dari sini.

Keberuntungan dan keajaiban berpihak pada mereka semua. Kini mereka berhasil menemukan jalan yang dekat dengan pesisir pantai, dimana kapal mereka itu berhenti di awal. Di belakang mereka terdengar suara orang pedalaman semakin banyak yang mengejar. Tak mungkin mereka berhasil melawan, karena tentu akan kembali kalah jumlah.

"YAH KITA BERHASIL KELUAR!" Sorak Delulu saat berhasil keluar dari hutan. Kapal mereka pun sudah terlihat di depan mata.

"CEPAT KE KAPAL SEKARANG!" Teriak Gian. Mereka tergopoh-gopoh menuju kapal. Menerjang dinginnya air laut untuk bisa naik ke atas kapal.

Dengan tangannya yang sakit Zeeran mengangkat tubuh Chika, membantunya untuk naik ke atas kapal. Gian melepaskan tampar kapal. Melihat orang pedalaman mulai terlihat dari dalam hutan, Gian dengan segera naik ke atas kapal menyalakan mesin dan masuk ke kabin. "Apa semua sudah di dalam?" tanya Gian.

"Sudah!" jawab mereka. Gian segera mengambil alih kemudi dan menjalankan kapal menjauhi pulau ini. "Persetan dengan harta karun," desis Gian.

Semua bersyukur dapat keluar dari pulau terlarang itu dengan nyawa yang masih berada di tubuh mereka masing-masing. Mereka selamat, meski mengalami beberapa luka. Terlebih Zeeran dan Karan. Tangan Zeeran kembali mengeluarkan darah, sedangkan Karan keadaanya sekarat. Curiga dengan ular yang menggigit dirinya tadi menyimpan racun. Karena kini Karan menggigil hebat, wajahnya pucat pasi dan bekas gigitan ular itu membiru. Oniel melilit atas bekas luka gigitan ular itu dengan kencang.

"Beri dia minum," ucap Oniel. Evan membuka botol berisi air minum dan mendudukkan Karan agar bisa minum. Botol itu memang sengaja ditinggal dulu sebelum mereka mulai menjelajah.

"Sakit sekali," keluh Karan. Zeeran kini merasa kasihan, meskipun Karan menyebalkan, tapi jika keadaan seperti ini dia juga merasa sedih. "Yang kuat Ran, kita akan sampai rumah," kata Delulu menyemangati.

"Bagaimana kalau aku tiada?"

"Jangan berbicara yang tidak-tidak. Lebih baik kau tidur saja, nanti kamu akan membangunkanmu jika sudah sampai," sahut Evan.

"Huh, aku lelah. Aku akan tidur, tapi bolehkah aku berbicara sebentar?" Semua diam menunggu Karan yang ingin berbicara. "Aku minta maaf jika sikapku ke kalian cukup menyebalkan. Aku akui, aku salah, aku minta maaf. Terlebih pada Chika. Aku minta maaf atas perbuatanku itu, maaf karnaku kau jadi merasa trauma dan terus merasa takut. Aku tau kau mungkin tak akan bisa memaafkanku, tapi aku minta maaf dengan tulus sekarang. Dan juga untuk Zeeran, maafkan aku karna terus membuatmu kesal. Lalu Evan, terima kasih sudah mau menjadi teman terbaikku selama ini. Hanya kau yang mau bertahan berteman denganku. Aku berterima kasih dan meminta maaf untuk kalian. Hanya itu yang ingin aku katakan pada kalian. Aku lelah, aku ingin tidur sekarang," ungkap Karan dengan suara kecil. Dia seperti sudah tak memiliki tenaga lagi.

"Biarkan dia tertidur," ucap Zeeran setelah Karan memejamkan mata.

"Huh, kita bisa istirahat tenang sekarang," kata Evan lega. Rasa damai kembali mereka rasakan tak seperti di pulau itu, yang selalu tegang dan harus waspada.

"Sepertinya aku harus berobat sesampainya nanti. Aku sudah lemas," kata Zeeran.

"Kau harus berobat. Lihat sangat menyeramkan sekali, lukamu ini," sahut Chika.

"Kau akan menemaniku nanti berobat?" Tanya Zeeran.

"Apa bisa?"

"Tentu. Ehem, apa yang ingin kamu lakukan setelah kita sampai?" tanya Zeeran.

"Aku ingin pulang ke rumah. Bertemu dengan orang tuaku. Aku sangat merindukan mereka, pasti mereka sudah sangat khawatir," jawab Chika.

"Aku akan menemanimu pulang nanti," kata Zeeran. Meskipun ada rasa sedih dan tak rela jika harus berpisah nantinya. Zeeran mulai merasalan rasa asing dari dirinya, perasaan lebih saat bersama Chika. Tapi dia ragu untuk mengakui.

Kapal terus berlayar hingga akhirnya sampai kembali di kediaman mereka. Semua bersorak bahagia, bahkan Delulu sampai menangis, tak menyangka bisa kembali dengan selamat. Mereka dibantu oleh penduduk yang sedang melakukan aktivitas di pesisir pantai, karna hari sudah mulai siang.

"Karan bangunlah, kita sudah sampai." Evan mencoba membangunkan Karan yang masih setia menutup matanya. "Karan bangun." Evan menggoyangkan tubuh Karan berharap temannya itu bangun, tapi tak ada respon. Evan menjadi resah.

"Ran bangun Ran, jangan gini dong!" saat mencoba memeriksa napas Karan dari hidung, ternyata hilang. Karan sudah tak bernapas. "RAN BANGUN RAN JANGAN GINI!" teriak Evan. Kawan-kawan yang lain mulai kembali masuk ke kapal mendengar teriakan Evan.

"Kenapa?" tanya Febrio.

"Karan tak bernapas!" Semua terkejut. Saat memeriksa lagi ternyata benar. Karan sudah dipastikan tiada. Rasa sedih sontak mereka rasakan. Tak menyangka satu diantara merekan akan pergi meninggalkan mereka untuk selama-lamanya. Tapi untuk kembali memastikan lagi, Karan dan juga yang lain dibawa ke klinik terdekat untuk pengobatan.



















Karan tiada?

Gua kira ntar malem tahun barunya, ternyata masih besok wkwk.

Gua semalem mimpi ketemu Freyaa😭

Dah gitu aja maap buat typo.

HARTA KARUN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang