17

942 118 2
                                    

Hari berganti. Hari ini Chika akan kembali ke rumahnya. Namun, dia tak sendiri, Zeeran turut mengantar Chika. Katanua ingin sekalian meminta restu kepada orang tua Chika. Chika senang-senang saja jika Zeeran ikut dengannya, dia senang karena ada teman saat diperjalanan. Ibu Zeeran juga sudah memberikan izin kepada anaknya untuk pergi menemani Chika, memastikan Chika pulang dengan selamat. Berbekal dengan uang tabungan mereka pergi ke rumah Chika dengan menaiki bis.

Chika duduk di dekat kaca memandang pohon-pohon yang dilewati. Perasaanya teramat senang, tak sabar bisa kambali bertemu dengan orang tuanya nanti. Dia berharap perjalanan ini cepat berlalu. Zeeran yang melihat kekasihnya itu senyum-senyum sendiripun merasa heran.

"Hei, apa kaca itu lebih menarik dari pada aku?" tanya Zeeran menyadarkan lamunan Chika.

"Iya, lihatlah kaca ini, sangatlah tampan," jawab Chika. Zeeran mengerukan kening heran. "Apa kaca itu laki-laki? Ha? Apa kaca memiliki jenis kelamin?" Pertanyaan konyol Zeeran membuat Chika seketika tertawa.

"Aku hanya bercanda, mengapa kamu menanggapi dengan serius," kata Chika.

"Siapa tau kamu memang bisa menebak jenis kelamin kaca," kata Zeeran.

"Tidak. Aku tak bisa." Zeeran mengambil tangan Chika lalu menggenggamnya. "Apa kamu senang sekarang? Sebentar lagi kamu akan bertemu denga  keluargamu," tanya Zeeran.

"Ya, aku sangat senang. Aku tak sabar memeluk mereka erat-erat. Aku merindukan mereka," jawab Chika.

"Aku tau itu, tapi sebelum itu terjadi kamu lebih baik memeluk aku terlebih dahulu," kata Zeeran. Chika terkekeh mendengarnya. "Jangan modus," ucap Chika.

"Hei aku tidak. Aku juga tak sabar ingin segera bertemu dengan orang tuamu. Aku akan meminta izin kepada mereka untuk menikahimu kelak jika semua sudah siap. Yang terpenting sekarang restu bukan. Apa kamu mau menikah denganku?" tanya Zeeran.

"Ini sebuah lamaran?"

"Ini pertanyaan. Lamaran nanti, sabar dulu," jawab Zeeran lalu terkekeh.

"Kamu seharusnya sudah tau apa jawaban dariku untuk pertanyaanmu itu," balas Chika.

"Ya aku tau. Kamu pasti menerimanya, lagi pula aku tau kamu tak akan bisa hidup tanpaku," kata Zeeran percaya diri sekali.

"Yang ada kamu tak bisa hidup tanpa aku disisimu," balas Chika.

"Jika itu sudah jelas. Aku tak bisa tanpamu," ungkap Zeeran. Dia meninggalkan satu kecupan di kening Chika. Sehari mereka menjalin hubungan, mereka tak segan melakukan kontak fisik satu sama lain. Bahkan dihari pertama mereka jadian saja sudah ciuman kan? Hanya sebatas ciuman tak lebih, mereka berdua masih tau batasan.

"Aku harap kamu tak akan meninggalkanku nantinya," kata Chika penuh harap.

"Seharusnya aku yang berkata seperti itu. Kamu tau kondisiku seperti apa, jadi aku harap kamu mau menerimaku, menemaniku melewati banyaknya masalah yang menerpa, jangan tinggalkan aku Chika," pinta Zeeran.

"Aku akan selalu menemanimu,"  balas Chika.

Karena asik berbincang ternyata bis yang mereka tumpangi sudah berhenti di sebuah Terminal dekat rumah Chika. Mereka turun dari bis dan mencari sebuah angkot untuk perjalanan ke rumah Chika. Tak membutuhkan waktu lama untuk sampai di desa, rumah Chika berada. Chika memilih untuk berjalan kaki saja mulai dari gapura ke desanya.

"Apa masih jauh? Kamu lelah?" tanya Zeeran.

"Tidak. Jalan sedikit lagi kita akan sampai," jawab Chika.

Mereka terus berjalan sekitar beberapa belas meter lagi. Kemudian Zeeran menghentikan langkah kakinya karena Chikapub berhenti. "Ada apa?" tanya Zeeran.

"Kita sudah sampai," ucap Chika.

"Benarkah dimana rumahmu?" tanya Zeeran sambil melihat beberapa rumah yang berjejer, tapi dia cukup bingung karena Chika berhenti di depan rumah yang sudah angus, sisa terbakar. "Chika, rumahmu yang mana?" tanya Zeeran lagi.

"I-ini rumahku," lirih Chika sambil menunjuk ke arah rumah yang sisa terbakar.

"B-benarkah?" Bingung Zeeran.

"Ayah, Bunda. AYAH BUNDA!"  Chika berteriak sambil mendekati rumahnya itu. Dia sudah menangis panik melihat keadaan rumahnya. Mengapa bisa seperti itu? Dimana orang tua Chika. Chika terus berteriak memanggil orang tuanya, dia masuk ke dalam rumah yang sudah seperti kapal pecah. Sangat kotor, bau khas kayu terbakar juga masih sangat menyengat.

Teriakan Chika membuat tetangga keluar dari dalam rumah. Dia menghampiri rumah Chika. "Ibuk, maaf buk, orang tua saya dimana? Kenapa dengan rumah saya?" Cerca Chika saat melihat kehadiran tetangga rumahnya di halaman.

"Nak Chika, akhirnya kamu kembali nak," kata Ibu itu terlihat sangat bersyukur. "Kami kira kamu tak selamat, dan tak akan pernah kembali," lanjutnya.

"Saya selamat bu, saya kembali, dimana orang tua saya bu?" tanya Chika masih menangis. Zeeran merangkul tubuh Chika yang terasa lemas.

"Maaf nak Chika, orang tua nak Chika sudah meninggal karena kebakaran waktu itu. Sudah sekitar dua bulan yang lalu nak," ungkap Ibu itu dengan sedih.

"Tidak! Tidak mungkin orang tua saya meninggal! Ibu jangan berbohong!" Kesal Chika. Zeeran berusaha menenangkan Chika yang sudah meraung.

"Itu benar nak, waktu itu rumah ini terbakar, bapak meninggal karna terlalu banyak menghirup asap sedangkan Ibu kena luka bakar, sehingga mereka akhirnya tiada," jelas ibu itu. Chika yang mendengarnya semakin mengencangkan tangisannya. Zeeran ikut merasakab kesedihan kekasihnya ini. Dia memeluk erat tubuh Chika.

"Kalau boleh tau, beliau dimakamkan dimana bu?" Tanya Zeeran sopan.

"Mau saya antarkan?"

"Saya mau lihat mereka bu," sahut Chika.

"Mari saya antarkan kalau begitu." Ibu itu membawa mereka ke sebuah TPU, tak jauh dari desa. Ibu itu juga mengantarkan ke gundukan tanah yang berisi orang tua Chika.

Chika menangis histeris melihat gundukan tanah milik orang tuanya. Terdapat nama orang tuanya di batu nisan kuburan itu. Zeeran membiarkan kekasihnya menumpahkan kesedihan.

"Saya permisi nak," pamit ibu itu pada Zeeran.

"Terima kasih bu," balas Zeeran.

"Chika sama siapa kalau ayah bunda ga ada," tangis Chika. "Chika tak mau sendirian di sini. Chika mau ikut kalian aja. Maafin Chika kemarin pergi, harusnya Chika tak pergi. Bunda, ayah jangan tinggalin Chika.

Pada akhirnya Zeeran mengajak Chika beristirahat untuk mengajak Chika makan. Kekasinya itu sudah lelah mengelurkan segala energinya untuk menangis. "Dimakan Chik, jangan sedih lagi. Masih ada aku yang bakal jagain kamu," kata Zeeran menenangkan.

"Aku udah tak ada orang tua," lirih Chika.

"Kamu masih ada ibuk di rumah. Ibu aku, ibu kamu juga jadi jangan sedih ya." Zeeran mengusap kepala Chika memberi semangat.

End.



















Wkwkkw canda, belom end kok. Masih ada lanjutan.

Dah gitu aja maap buat typo.

HARTA KARUN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang