7

989 155 6
                                    

Matahari akhirnya kembali menampakkan diri. Para pemuda yang masih setia dengan tekadnya untuk mencari harta karun masih berlanjut sampai sekarang. Kejadian kemarin tak membuat niat mereka pupus, mereka malah semakin semangat untuk meneruskan perjalanan dengan hati-hati tentunya. Siap siaga jika kejadian kemarin terulang kembali.

Di depan ujung sana terlihat dua batu besar bersebrangan. Apa itu batu kembar yang di maksud dalam peta?

"Eh, kawan-kawan di depan sana ada batu besar, apa itu seperti yang ada dalam peta?" Celetuk Zeeran sambil menunjuk ke arah batu itu. Amir buru-buru membuka kembali peta itu dan menyamakan gambar dengan posisi batu.

"Benar! Itu batu kembar. Akhirnya kita menemukannya!" Sorak Amir. Yang lain juga ikut bersorak senang, berarti perjalanan mereka mulai mendekati dimana harta karun itu berada.

"Tunggu apa lagi? Ayo ke sana, kita lihat keadaan si sana!" imbuh Gian. Mereka kembali berjalan mendekati batu besar itu.

"Waw, besar banget batunya," kata Delulu sambil mendongak melihat batu yang tinggi dan besar itu.

"Iya besat banget. Aku tak menyangka batunya sebesar ini," imbuh Amir.

"Kita rehat sejenak di sini ya? Aku lelah," pinta Karan.

"Boleh. Lagian kita juga sudah menemukan petunjuk pertama, tak ada salahnya jika beristirahat," sahut Oniel.

Mereka meletakkan barang bawaanya. Beristirahat sejenak, meluruskan kaki-kaki yang terasa lelah berjalan. Diantara dari mereka bahkan sampe merebahkan diri di tanah, untuk meluruskan punggungnya, sampe berbunyi.

"Aku ingin melihat sekitar. Siapa tau ada buah-buahan, aku ingin makan buah," kata Febrio sambil beranjak pergi.

"Aku ikut!" Seru Zeeran. Bosan juga jika berkegiatan terlalu monoton. Jadi memburu buah-buahan sepertinya asik, merefreshkan pikiran.

"Aku gimana?" Chika menahan tangan Zeeran yang hendak pergi.

"Kamu istirahat saja di sini. Atau mau ikut aku?" tawar Zeeran.

"Aku lelah," ucap Chika.

"Di sini saja kalau begitu bersama yang lain. Aku tak lama dan hanya di dekat-dekat sini saja, tak mungkin pergi jauh," kata Zeeran memberi pengertian.

"Baiklah aku menunggu di sini." Chika melepaskan tangan Zeeran. "Ambillah roti di tasku jika kamu lapar," kata Zeeran dan dibalas anggukan dari Chika.

"Nitip Chika ya. Aku akan bersama Febrio," kata Zeeran dan dibalas jawaban setuju dari teman-temannya. Zeeran beranjak pergi menjauh menyusul Febrio yang melihat pohon-pohon besar di sekitar.

Melihat kepergian Zeeran, Karan bengkit dari rebebahnnya dan mendekat kepada Chika. Menemaninya siapa tau kesepian. Karena Chika masih baru mengenal mereka, siapa tau Chika butuh tan dekat selain Zeeran? Jadi Karan ingin mencoba mendekatinya.

"Hai," ucap Karan yang duduk dekat Chika, cukup dekat sehingga membuat Chika bergeser menciptakan jarak. Terlalu dekat membuat Chika tak nyaman, tapi beda jika bersama Zeeran. "Hai," balas Chika.

"Masih ingat namaku kan?" Tanya Karan basa-basi.

"Ya, Karan kan?" ucap Chika dengan suara pelan. "Benar sekali. Aku Karan, jangan sampai kau melupakan namaku," jawab Karan. Chika tersenyum canggung menanggapi.

"Kalau boleh tau, bagaimana kau bisa sampai sini dan bagaimana bisa bertemu dengan Zeeran?"

"Aku pergi bersama teman ke sini, kami terpisah, aku terjebak di sini dan ya akhirnya bertemu Zeeran," jelas Chika dengan singkat. Dia merasa tak nyaman dengan tatapan dari Aran, beda sekali jika bersama Zeeran.

"Kau mau bisa keluar dari sini sekarang? Aku bisa menemanimu jika mau pergi sekarang," kata Karan dengan yakin.

"Tidak. Aku akan keluar nanti bersama-sama kalian, bukan hanya denganmu saja. Akan lebih baik jika keluar bersamaan, bukan malah mencar," tolak Chika. Aran memperhatikan sekitar, teman-temannya sedang sibuk denga dunia mereka sendiri. Karan kembali duduk mendekati Chika. "Aku bisa menjagamu Chika, lebih dari Zeeran menjagamu," kata Karan sambil merangkul pundak Chika dan meremasnya.

"Lepas! Jangan pegang-pegang!" Chika mendorong tubuh Karan hingga hampir tersungkur sedangkan Chika langsung, berdiri dan mundur menjauh. Pekikan Chika membuat teman-teman mereka menoleh serempak.

Melihat ada yang tak beres Gian memilih menghampiri mereka. "Ada apa ini?" tanya Gian.

"Dia mengangguku. Lancang memegang-megang tubuhku!" Adu Chika pada Gian.

"Karan! Jangan melakukan hal yang tak pantas! Ingat kita harus menjaga Chika bukan malah melecehkan!" Peringat Gian.

"Aku tidak berbuat buruk! Aku hanya merangkulnya apa salah? Hei Chika bersama Zeeran saja kau mau, mengapa denganku tidak? Diberi apa kau dengan Zeeran?!"

"Karan! Jaga bicaramu!" Peringat Gian geram. Dia tau tabiat Karan seperti apa. Dia suka mempermainkan perempuan, bahkan tak segan menyentuhnya. Gian tak ingin itu terjadi pada Karan, yang notabenya masih orang asing di pertemanan mereka. Masih tak tau apa-apa.

"Aku tak suka lelaki sepertimu, mesum!" Kata Chika kesal.

"Tutup mulutmu jalang! Kau hanya oranh asing. Aku sudah ingin berbuat baik padamu, tapi kau malah tak membalasnya. Aku bisa buat kau tak bisa berjalan jika aku mau!" Balas Karan.

"Karan! Diam!" Bentak Gian. Yang lain ikut mendekat berjaga-jaga jika nanti Karan dan Gian akan bertengkar.

Pembicaraan mereka yang menggunakan nada tinggi membuat Zeeran dan Febrio yang sedang mencari buah menoleh ke arah mereka yang jaraknya cukup jauh, meskipun masih bisa melihat teman-temannya yang sedang berdiri.

"Feb, ada apa di sana?" Tanya Zeeran yang sedang berada di atas pohon memetik buah apel, sedangkan Febrio di bawah pohon mengumpulkan apel yang Zeeran ambil. "Tidak tau, tapi mereka seperti sangat serius. Apa mereka bertengkar?"

"Bertengkar? Tiba-tiba?" Heran Zeeran.

"Lebih baik kau turub sekarang, kita kembali," kata Febrio. Zeeran menurut dia segera turun dari atas pohon mereka kembali dengan membawa beberapa buah apel yang mereka petik.

"Labih baik usir dia saja. Beban!" kata Karan marah karna Chika tak mau disentuh olehnya. Sedangkan Chika yang diperlakukan seperti itu sudah menangis dalam diam.

"Ada apa ini?" Tanya Zeeran yang sudah kembali. Chika yang melihat kembalinya Zeeran langsung menghampirinya dan bersembunyi dibalik Zeeran.

"Lihatlah! Dengan Zeeran saja dia mau menempel bahkan tanpa diminta, sedangkan denganku dia tak mau? Sungguh murahan sekali," kata Karan semakin merendahkan Chika.

"Apa maksudmu?" bingung Zeeran, alisnya menukik heran.

"Perempuanmu itu, lebih baik tak usah diajak. Biarkanlah dia di sini, tinggalkan saja. Dia hanya beban di sini," kata Karan lagi.

"Jaga mulutmu, Chika bukan beban!" marah Zeeran.

"Dia beban! Dasar jalang!"

"Biadab kau, jangan bilang seperti itu pada Chika!" Bentak Zeeran marah. Tubuhnya ditahan oleh Amir saat ingin menerjang Karan.

"Apa? Mau bertengkar? Ayo! Aku tak takut dengan lelaki miskin sepertimu!" kata Karan semakin membakar amarah Zeeran.

"Aku sumpahkan kau akan jatuh miskin semiskin-miskinnya," bentak Zeeran.

JDERRR!!!

Suara petir menyambar membuat mereka sontak terkejut. Langit yang tadinya cerah tiba-tiba berubah gelap ditutupi awan hitam. Sepertinya akan hujan sebentar lagi.

"Sudah! Jangan bertengkar lagi. Dengarlah, langit marah karna kalian bertengkar! Lebih baik kita segera pergi dari sini dan mencari tempat teduh jika nanti turun hujan kita tak kehujanan," lerai Oniel.

Karan dan Zeeran masih memandang dengan sengit. Amarah menguasai mereka. Lihat saja apa yang akan aku lakukan padamu Chika. Batin Karan melihat Chika menunduk dan memegang ujung baju Zeeran.



















Akhirnya bisa up lagi. Crita ini rencana awal ga bakalan panjang sih, tapi gatau juga nantinya.

Dah gitu aja maap buat typo.

HARTA KARUN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang