Tanpa Tegesa

12 2 0
                                    

Siang ini aku sibuk menggulir ponsel, mencari aplikasi berwarna hijau untuk memesan driver ojol. Mobilku kebetulan rusak pagi tadi dan papa membawanya ke bengkel. Sedangkan mobil papa dibawa oleh bocah yang baru beranjak gede itu-Mario.

Tin!

Bunyi klakson berhasil mengusik atensiku pada ponsel. Mataku langsung saja menatap nyalang pada sang pelaku. Ck, Dirga lagi, Dirga lagi. Lagi dan lagi polisi tidak ada kerjaan itu menggangguku, dirinya tidak bosan apa mengganggu terus? Atau memang tidak ada kerjaan?Aku laporkan pada atasannya, nanti baru tahu rasa! Supaya dia diberi banyak kerjaan, agar tidak mengganguku terus menerus.

'Halah, nanti dia ngilang lo nyariin juga, munak lo Mit!' monolog lubuk hatiku.

"Ngapain Lo di sini?" tanyaku dengan ketus, lalu kembali fokus pada niat awalku.

"Jemput lo," jawabnya seraya menyodorkan helm padaku, membuatku refleks mundur dari pijakan.

Ogah amat dijemput dia, aku mengamati dirinya dari atas sampai bawah. Jelas sekali penampilannya hari ini sangat santai, tidak seperti biasanya. Ini dia beneran mau nganter gua ke kampus? Serius?

Aku menggeleng membuyarkan lamunan gilaku, "Apa sih, sok iya banget!"

Dengan kesal aku dorong helm itu ke arahnya, membuatnya menyunggingkan senyum jahil. Apaan coba? Ini tidak seperti Dirga kaku yang pertama kali aku temui! "Ogah gua dijemput Lo!" tolakku dengan sinis sekali.

"Yakin?" tanyanya, terdengar seperti pertanyaan yang menantang.

"Iya sana, gua bawa mobil hari ini," usirku seraya mendorong tubuhnya menjauh.

"Nyokap lo bilang mobil lo bannya betus, ayo buruan jangan jual mahal!" ucapnya sambil tertawa meledek.

Dia tau dari siapa coba? Mama, Papa atau Rio?

"Oh, jadi sekarang lo bersekutu sama nyokap gua? Lo kasih virus apa sih, sampe nurut begitu?" desakku, kesal dengan pria yang setiap bertemu selalu menyebalkan.

"Gak ada, ayo buru kalo mau ke kampus. Waktu istirahat gua keburu abis nih, gua harus balik ke kantor." Hello! Siapa yang suruh dia menjemputku? Gak ada!

Aku menonjok lengannya kuat-kuat, kelas dengan tingkahnya yang di luar nalar.

"Nyebelin banget, sih! Kalo gak niat anter ngapain ke sini segala!" Aku langsung mendorong dirinya yang masih bertengger di atas motor. Menolak keras untuk diantar ke kampus. Dasar, menyebalkan.

"Bercanda, udah yuk berangkat," ucapnya seraya menahan langkahku, aku segera menepisnya kasar.

Dirga turun dari motornya, mensejajarkan tubuhnya dengan tubuhku. Ia memangkas jarak antar kami, membuatku sulit hanya sekedar untuk menghembuskan napas. Apaan sih ni cowok? Sarap!

"Maaf, gua cuma bercanda kok, hari ini gua libur. Yuk, biar gua anter lo ke kampus." Tanpa sadar aku mengangguk, mengikuti arahannya bagai budak. Seketika aku luluh karena mendengar nada lembut bicaranya. Logikaku menyuruhku menolak, tapi kali ini hatiku yang bertindak. Dasar tubuh pengkhianat!

Dirga menurunkan step motornya untuk menjadi penyangga kakiku, baru begini saja sudah berhasil membuatku luluh. Apaan sih, receh sekali!

Aku mulai naik ke atas motor Dirga yang menurutku sangat tinggi dengan berpegang pada pundaknya.

"Peluk gue, biar gak jatuh," ucap Dirga, dirinya menarik tanganku untuk melingkari perutnya. Sederhana tapi gua baper!!!

Aku tidak berani hanya sekedar menjawabnya, begitu motor hidup dan perlahan mulai melaju aku tetap bungkam. Apaan sih, sadar Mita! Tapi aku tidak bisa diam begitu saja, aku beneran baper!

Ini kali pertama aku memeluknya, duh kenapa jadi salting gini sih. Mama, rasanya gak jelas, mau terbang aja! Wangi di tubuhnya benar-benar berhasil membuatku mabuk. Aku tak berhenti tersenyum seperti orang bodoh.

Di sepanjang aku mencuri pandang ke menatapnya lewat spion, kuamati hidung mancung dan bibir tipisnya yang menggoda. Aghhhh, lama-lama aku bisa gila kalau begitu terus.

Aku mengeratkan pelukanku untuk mencari rasa nyaman, dan aku mendapatkannya. Kupikir aku tidak akan pernah merasakan rasa ini lagi setelah berpisah dari Raga, ternyata aku salah. Bahkan tanpanya pun hidup buruk yang selalu terbayang sampai kini tak kunjung kurasakan. Hal ini membuatku bertanya-tanya, apa benar selama ini aku mencintainya? Jika iya, mengapa saat ini aku ragu akan hal itu?

Apakah saat ini hatiku telah berpindah tempat berlabuh? Apa pelabuhan yang sesungguhnya bukan lagi pada Raga, melainkan Dirga?

Ternyata benar, ketika kamu merasa jatuh cinta itu bukan berarti cinta yang sebenarnya? Karena cinta yang sebenarnya ialah ketika dirimu tidak bisa lagi menafsirkan ayat di dalamnya.

***

Deru mesin motor lenyap bersamaan dengan motor yang berhenti di parkiran kampus, aku bergegas turun seraya berpegangan pada kedua pundaknya.

"Makasi ya karena lo udah sempetin anter gue ke kampus," ucapku tulus, aku menatap kedua bola matanya. Terjebak di dalam sana.

Ia tersenyum, senyuman yang baru kusadari bahwa Dirga adalah pria yang sangat tampan. Bahkan paling tampan.

"Sama-sama." Untuk kesekian kali aku terpana pada pria di hadapanku ini. Dirga melepas helmnya lalu menyibak rambutnya dengan mengacak-acak, pemandangan yang sangat menggairahkan. Kemudian ia turun dari motornya, menghadap ke arahku. Dirga melepas helm yang masih melekat di kepalaku.

Kurasa aku telah jatuh cinta padanya, tapi kali ini aku tidak boleh tergesa-gesa. Bisa jadi ini bukan cinta, hanya sekedar kagum belaka. Ayolah Mita, jangan mudah sekali jatuh hati!

To be continued...

HAI!!!

MAAF YAK BARU SEMPET UP, AKU CUKUP SIBUK KEMARIN. SEMOGA DI PART SELANJUTNYA BISA LEBIH BAIK LAGI DAN AKU BISA LEBIH KONSISTEN LAGI YAKKK!!!

SEE YOUUU

JANGAN LUPA TINJEK, OKEY

Tentang Cinta Dan RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang