Haruskah Aku Menyerah?

8 7 4
                                    

Hari demi hari berganti, tak terasa sudah sebulan lamanya aku jauh dari Raga. Beberapa kali kami berpapasan dan ia langsung membuang muka.

Raga, aku kangen!

Ya Tuhan, aku harus apa? Ingin ikhlas tapi hati sudah kebas, ingin mengejar takut ia semakin menghindar. Aku mau menenggelamkan wajahku di atas meja kantin kampus ini.

Kantin sangat ramai, tapi yang kurasakan kesepian. Aku harus bangkit, papa sangat khawatir melihat kondisiku saat ini.

"Ayo dong Mita, jangan sedih terus." Aku mengangkat wajahku, dan menatap Abel yang tengah menggenggam langgam ku erat-erat.

Baiklah Mita saatnya tersenyum. Aku mulai tersenyum tetapi tak bertahan lama, karena senyum itu langsung luntur begitu saja. Sulit!

Patah hati yang merepotkan!

"Mit, lo gak boleh terus-terusan begini, bokap lo khawatir banget tau gak? Jangan sampe beliau tau masalah ini dan nemuin Raga. Lo bisa lewatin semua ini kok, percaya deh!" Aku menatap Sandra dalam-dalam, mencoba untuk mendapatkan kekuatanku yang ikut menghilang bersama Raga.

"Biarin gue merana untuk sementara waktu ya, setelahnya gue bakal berubah dan ngelupain semuanya." Aku terkekeh di tempat, lalu menatap ketiganya yang terlihat bingung.

Aku baru sadar kalau sejak tadi kami belum memesan apapun. Sepertinya mereka sangat sibuk mengawasiku, sampai lupa untuk sekedar membeli makan.

"Pesen makan dulu yuk, laper!" Aku hendak beranjak, tetapi ditahan oleh Amora.

"Lo diem aja," katanya, "lo semua pesen kayak biasa kan?"

Aku dan yang lainnya mengangguk mengiyakan. "PAK SELAMET, PESEN MENU BIASANYA YA PAK! GPL, GAPAKE LAMA YA DER!" Suara Amora mendominasi kantin, membuat semua mahasiswa lain menatap ke arah kami. Sedangkan pak Selamet mengangguk dan mengacungi kedua jempolnya.

"Siap, Der!" balas pak Selamet yang direspon gelakan tawa sekitar.

Itulah Amora, terlalu pemberani sama sekali tidak kenal takut. Ia kembali duduk, kemudian meraih kedua pundakku. Sehingga aku dapat melihat raut sedih di wajahnya. Aku cukup terkejut dibuatnya, karena ia adalah satu-satunya sahabatku yang tidak bisa mengekspresikan diri. Tapi saat ini jelas berbeda, apa dirinya ikut merasakan sakit yang kurasa? "Gue tahu, gue orangnya galak dan kalau ngomong gak pernah mikirin perasaan orang lain. Gue yang sering nampar lu pakai kalimat-kalimat maut untuk bikin lo sadar, dan sekarang lo berhak bahagia, Mit! Liat dia, sekarang makin lengket sama cewek barunya! Lo gak bisa terus-terusan begini, jangan bikin gue ngelabrak pasangan sialan itu!"

Aku menengadah agar air mata ini tidak tumpah, setelahnya aku menatap Amora. Baiklah sudah cukup kesedihan sebulan ini, aku tidak boleh tenggelam dalam keterpurukan.

Stop dramanya, Mit, stop it!

"Lo harus tunjukin kalo lo bisa bahagia tanpa dia, bahkan lebih!" Aku menoleh melihat Sandra yang mengangkat kedua tangannya, bergaya seperti model-model yang berotot.

"Gue bakal berusaha kok," ucapku kepada mereka.

"Ah dari kemarin ngomong gitu mulu, tapi sampe sekarang tetep aja kayak mayat hidup!" Tanpa sadar tawaku pecah begitu saja, ini tawa pertama selama satu bulan terakhir.

"Pesanan datang!" Pak Selamet menghampiri meja kami seraya terkekeh, "Maaf ya lama Der, soalnya rame banget hari ini."

Kami ikut tertawa. "Alah biasanya emang lama kok Der," kelakar Sandra, membuat pak Selamet tertawa dengan perut yang ikut bergoyang seirama. Pak Selamet mengantar pesanan kami bersama anaknya, karena jujur pesanan mereka bertiga cukup banyak. Bahkan sangat.

"Alasan-alasan, ah kecewa nih Der," imbuh Amora seolah benar-benar kecewa.

Seluruh mahasiswa di sini sangat akrab dengan pak Selamet, selain kepala kantin beliau juga tetua di kampus ini. Bahkan katanya ia mendapat jodoh juga dari sini. Sepuh nih.

"Selamat menikmati dan pamit undur diri, Nder!" Aku tersenyum kepada pak Selamet yang mulai menjauh.

Di depanku saat ini ada banyak sekali makanan, ketiga sahabatku benar-benar busung lapar. Walaupun badan mereka terlihat kurus seperti orang yang tidak pernah makan, nyatanya porsi makan mereka jauh lebih banyak dariku.

Aku menatap ketiganya yang mulai mengeksekusi makanan yang memenuhi meja ini. Ada mie varian soto, bakso, dan kari, lalu ada 2 mangkuk mie ayam, ada 1 mangkok bakso, 1 mangkok somay, 4 mangkok batagor, dan 6 gelas es teh. Ditambah milikku 1 mangkuk mie pangsit dan 1 es jeruk. Sangat banyak bukan? Tapi usus mereka yang besar mampu menampungnya.

"Gue ada ide nih!"

To be continued...

AKHIRNYA BISA UP LAGI

JAM 00.43 WIB YANG GABUT BANGET, AKHIRNYA KELAR SATU BAB. HARI INI UP 2 CHAPTER KOK, TENANG AJA

KALO GAK LUPA YA, XIXI

EH IYA, SELAIN DI WATTPAD CERITA INI AKU UP DI SOROTAN WHATSAPP JUGA, GENGS!

DAH LAH, MAU ISTIRAHAT

SEE YOU!!!

Tentang Cinta Dan RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang