Setelah selesai menikmati makanan yang benar-benar banyak sekali, akhirnya hal gila ini akan berakhir. Kalian tahu apa yang pria gila ini lakukan? Dia benar-benar memesan semua makanan, yang membuatku harus menghabiskan semuanya. Sial!
"Pulang bareng aja, udah malem bahaya," ucapnya saat kami hendak meninggalkan cafe. Tanpa pikir panjang aku langsung menyetujuinya.
Kini kami sedang di atas motor, seperti biasa keadaan selalu hening. Sangat tidak mungkin pria ini tiba-tiba berubah menjadi bawel, terkecuali ada keajaiban.
"Kita ke alun-alun kota dulu, yuk!" Entahlah, tiba-tiba aku berpikir ingin pergi ke sana. Namun tidak ada tanggapan darinya.
Mengapa aku merasa kecewa ya? Apa karena di sana aku bisa mengenang Raga? Sepertinya itu benar.
Hal tersulit yang pernah kulakukan adalah mencoba untuk melupakan.
"Turun."
Sebuah instruksi membayar lamunanku. Mataku langsung menatap matanya yang saat ini tengah melakukan hal yang sama.
Cepat-cepat aku langsung mengedarkan pandanganku ke sekitar, kenapa aku jadi salah tingkah begini? Ini tidak boleh terjadi.
Aku bergegas turun dan hampir saja terjatuh, untungnya Dirga dengan sigap menahan tubuhku. "Tolong berhati-hatilah," ujarnya.
Tuhan, jangan begini. Aku tidak boleh baper begitu saja, bagaimana sih masa baru bertemu sudah menyimpan rasa.
Aku buru-buru melangkah menyusuri alun-alun, meninggalkan Dirga di belakangku. Aku tidak boleh nyaman dengannya! Kalau bukan nyaman gimana dong caraku melupakan Raga?
Aku ingin melupakan Raga tapi tidak ingin ada rasa pada Dirga? Konyol sekali! Dengan datang ke tempat ini saja jelas sekali mengatakan bahwa aku bukan tidak bisa melupakannya, melainkan tidak ingin. Astaga.
Labil sekali!
Bukankah itu Raga? Dia kenapa? Aku segera berlari tergesa menghampirinya yang seperti menahan sakit. "Ga, kamu sakit?" Aku mengajaknya untuk duduk di salah satu kursi kosong yang ada di sana.
Ia mendongak ke arahku, masih dengan posisi membungkuknya. Menghentikan langkah, tetapi aku malah terfokus dengan hidungnya. Darah! Hidungnya mengeluarkan darah. Sontak aku langsung meraba tubuh, mencari tasku. Aku lupa kalau tasku tadi dibawa Dirga saat hendak naik motornya. Dan tissuenya pun dibawa Dirga, bagaimana ini?
"Mit, kenapa?" Aku langsung menghampiri Dirga yang tiba dengan membawa dua cup es, langsung bergegas membuka tas, meraih tissue.
"Tissue," ucapku sambil bergetar.
Raga memang terbiasa mimisan, tapi kali ini wajarnya pucat pasi tidak seperti biasanya. Aku mendekatinya, menutup saluran pernapasan seperti biasanya. Namun Raga menepisnya.
"Gue gapapa, lo bisa pergi." Aku terperangah melihat tingkah Raga, tadi ia terlihat sangat kesakitan dan sekarang sok kuat!
Aku menggeleng, dan kembali menarik tissue. Tapi lagi-lagi dihempas olehnya. "Gue tau lo lagi sakit, jadi izinin gue bantu bersihin darah di hidung lo ya," bujukku.
Tidak mungkin aku meninggalkannya sendiri di saat ia sedang mimisan.
"Gak perlu!" Astaga, ternyata sampai kini aku belum terbiasa oleh bentakannya.
"Jangan keras kepala!" Aku balas membentaknya. Memangnya hanya ia yang bisa membentakku!
Ia menatapku nyalang, lalu bergantian menatap Dirga. Apa dia salah paham?
"GUE GAK BUTUH LO!" Dia mendorongku, membuat aku yang tidak siap hilang keseimbangan begitu saja.
Bruk!
Awsss, semakin lama aku semakin gak kenal kamu, Ga. Tanganku cukup ngilu karena sempat menyentuh tanah, untungnya Dirga segera berjaga menahan punggungku. Syukurlah.
Dirinya membantuku berdiri dan memeriksa luka di lenganku.
"Lo apa-apaan, berani-beraninya kasar ke cewek gue?!" Aku terkejut melihat Dirga mencengkram kaus Raga.
"Dir, tahan emosi lo," bujukku, aku menahannya. Saat ini Dirga terlihat cukup berbeda, ia terlihat emosi sekali.
Dengan sekuat tenaga akhirnya aku berhasil memisahkan keduanya. Aku membawa Dirga menjauh, lalu hendak kembali kepada Raga tetapi Dirga malah menarikku ke dalam dekapannya.
Aku mendorongnya menjauh, tetapi ia menahannya. Aku mencubit perutnya membuat ia melepaskanku.
Aku harus kembali membantu Raga! Tapi di sana ia bersama Laras, wanita itu membantunya. Apa sekarang aku harus membiasakan diri melihat Raga bersama orang lain? Apa ini alasan Dirga memelukku.
Dirga segera menarikku, membuatku mau tak mau mengikutinya. Hingga sampailah di parkiran. "Kita pulang," ucapnya, namun aku langsung memeluknya dari belakang.
"Aku kangen dia, Dir," ucapku lirih dalam pelukannya. Menumpahkan hal-hal yang berhasil mengganjal hatiku.
To be continued...
Halo!
Maaf ya baru sempet update lagi, soalnya aku beberapa hari lalu lumayan sibuk.
Doain aku sehat-sehat terus ya, biar bisa update rutin.
See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Cinta Dan Rahasia
Novela JuvenilBagaimana rasanya ketika dalam 1 hari pacarmu tiba-tiba berubah dan memilih wanita lain? Ku akui diriku salah saat mengatasi rasa bosan ketika menjalani sebuah hubungan. Tapi dirinya lebih salah, karena meninggalkanku demi orang baru. Padahal aku ti...