Aku bergegas turun dari mobil dan menyeimbangi langkah Dirga. Ini mau kemana sih? Kenapa harus turun di pinggir jalan begini coba?
Aku melangkah seraya menoleh ke belakang, pada mobil patroli yang terparkir sempurna. Kira-kira Dirga ingin membawaku kemana ya? Setahuku di dekat sini tidak ada tempat makan.
Duh, mikir apa sih Lo, Mita! Jadi ge'er gini.
Tapi kan Dirga memang ngajak gue makan, jadi gak masalah kan kalo gue berekspektasi?
"Kita mau kemana?" tanyaku penasaran seraya mengimbangi langkahnya yang sangat cepat, alhasil kakiku terasa cukup nyeri.
Dirga hanya dia bak patung berjalan tak kunjung menjawab, membuatku kesal sehingga menarik lengannya. Langkah kami berhenti secara bersamaan, aku menatap matanya dengan perasaan kesal.
"Black Roses," jawabnya lembut sekali, lalu kembali melanjutkan langkahnya.
Loh, tapi Black Roses masih jauh. Kenapa ia membawaku turun? Dia ingin membuat kakiku bengkak dengan jalan kaki pergi ke Black Roses?
"Kok jalan?" tanyaku untuk memastikan.
"Biar lo terbiasa." sontak aku menghela napas lelah ketika mendengar jawabannya. Saat ini aku tengah bersama pria gila ya?!
Bagaimana bisa ada orang yang tega begini? Bahkan Raga tidak pernah bersikap demikian.
"Coba sesekali rasain udara segar, Mit. Sering-sering deh jalan begini, jangan cemberut gitu," sambungnya membuatku mendengus dengan wajah yang ditekuk.
Dasar pria sialan, pria gila!
"Lo serius beneran ngajak gua jalan kaki? Masih jauh Dir untuk sampai di Black Roses," protesku, berharap ia bisa berubah pikiran dan berhenti mengajakku berjalan kaki begini.
Bukan manja, tetapi aku memang daya tahan tubuhku tidak sekuat itu. Terlebih ini siang hari, matahari sangat terik. Aku merasakan tubuhku mulai hilang keseimbangan, keringat pun mulai bercucuran. Dengan cepat aku menyekanya, napasku cukup sesak akibat panas yang sangat menusuk.
"Nikmatin apanya? Yang ada kaki gue bisa gempor!" sambungku dengan kesal, lalu melangkah mendahuluinya. Aku harus banyak melangkah agar bisa mengontrol keseimbangan tubuhku.
Aku semakin melangkah dengan tergesa-gesa, karena merasa maka sebelumnya tidak berhasil membuat kesadaranku kembali. Malah tubuhku semakin oleng.
"Tungguin, Mit. Coba lo kosongin pikiran lo, lupain dulu semua beban. Gue yakin Lo pasti ketagihan," cerocosnya di belakang sana yang tak kuhiraukan.
Saat ini fokusku untuk menahan agar tubuhku tidak menyentuh tanah.
Aku muak, sangat muak!
Dirga sialan, bisa-bisanya ngajak jalan kaki, mana gue pake heels lagi. Lecet kan kakinya!Semakin lama tubuhku semakin tidak bisa berdiri tegak. Aku melihat Dirga melangkah mendahuluiku, saat ini aku berada di belakang dan kesadaranku hampir hilang. Hingga-
Bruk!
Aku tidak tahu bagaimana sebenernya kondisiku saat ini, yang kutahu aku terjembab ke atas tanah. Suara Dirga terdengar samar sebelum semuanya gelap dan hilang.
***
Aku mengerjap memperhatikan sekitar, lalu menoleh pada brankar kosong di sampingku. Bau desinfektan menyeruak memenuhi indra penciumanku. Aku bangkit dengan perlahan, membebani kepalaku yang terasa nyeri.
Aku membenarkan posisi dudukku, lalu meraih tas selempang ku di atas nakas.
"Lo udah sadar?" Aku tak menghiraukan pertanyaan dari pelaku yang berhasil membuatku hilang kesadaran. Iya merapatkan pintu agar tertutup dan melangkah mendekatiku dengan membawa plastik putih berisi obat-obatan di dalamnya.
"Sekarang apa yang lo rasain?" Aku mau melototi Dirga yang saat ini kedua tangannya bertengger di pundakku, membuatnya urung.
Aku menatap sorot matanya, tersirat rasa kekhawatiran di bola matanya. Tapi bisa jadi itu rekayasanya saja, tidak mungkin kan pelaku merasa khawatir pada korbannya?
"Gak usah sok panik, jangan lupa gue begini karena Lo!" ucapku ketus seraya menunjuk wajahnya.
Ia terlihat merasa bersalah dan menundukkan kepalanya seraya berkata, "Maaf."
Ah, sial! Bisa-bisanya dia membuatku merasa tidak enak karena telah menudingnya. Dasar raja playing victim!
Kualikan pandanganku ke sembarang arah, aku tidak ingin terbuai oleh rasa bersalahnya.
"Makanya gak usah sok romantis! Gue gak suka! Muak, tau gak?" teriakku padanya, menumpahkan kekesalanku.
Dirga semakin terlihat merasa bersalah, aku tahu dirinya memang tidak berniat bersikap begitu tapi tetap saja aku ingin memberinya pelajaran, agar dirinya tidak kebiasaan.
"Dasar polisi gila!" sambungku.
"Maaf, gua gatau kalo darah Lo rendah," cicitnya. Jadi kalau tubuhku kuat untuk berjalan, dia akan mengajakku jalan kaki terus-menerus, begitukah?
Aku sengaja menarik nafas dengan tak beraturan, dengan cepat yang menandakan bahwa diriku marah. "Trus kenapa? Sekarang lo mau bilang kalo gue penyakitan gitu?" Kulihat dirinya mengusap wajah dengan frustasi, baru kali ini aku melihatnya segelisah ini.
"Ya Allah, bukan gitu Mita."
"Halah, sialan lo, udah sana lanjut jalan kaki sampe kaki lo copot. Gue mau pulang!" Dirga menahan tubuhku yang hendak turun, dirinya benar-benar terlihat panik.
"Minum obat dulu ya, habis itu kita pulang," bujuknya lembut sekali.
"Gak, gue bisa minum di rumah!" tolakku mentah-mentah.
"Gue mohon." Kedua tangannya menahanku yang hendak turun. Ia menatapku dengan lembut sekali, membuatku merasa jatuh hati lagi. Astaga, Mamah! Aku harus kesal atau baper ini?
To be continued...
HALO, HAI!
BAGAIMANA KABAR KAMU HARI INI?
AKHIRNYA HARI INI AKU BISA UPLOAD YA. MAAF TELAT UP KARENA KEMARIN SIBUK NGURUS KHS.
AKU SENGAJA PAKE LAGU INI, SOALNYA LAGI SUKA. JADI MAAF YA KALAU KURANG COCOK SAMA PART INI.
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK.
SAMPAI KETEMU DI PART SELANJUTNYA, YA!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Cinta Dan Rahasia
Teen FictionBagaimana rasanya ketika dalam 1 hari pacarmu tiba-tiba berubah dan memilih wanita lain? Ku akui diriku salah saat mengatasi rasa bosan ketika menjalani sebuah hubungan. Tapi dirinya lebih salah, karena meninggalkanku demi orang baru. Padahal aku ti...