01

1.2K 87 6
                                    

Terjadi lagi.

Ini kesekian kalinya Junkyu melihat Doyoung pulang dengan kotak bekal yang hilang entah kemana. Barang yang hilang tidak selalu kotak bekal. Bisa botol minum, buku catatan, sampai dasi seragam dan kaus kaki. Setiap kali Junkyu bertanya dimana barang-barang yang hilang itu, sang adik pasti akan mengatakan kalau barang itu tertinggal entah dimana dan dia lupa posisi tepatnya.

Namun hari ini, selain kotak bekalanya hilang, tas Doyoung pun juga dalam keadaan kotor seperti sehabis diinjak-injak. Pulangnya juga terbilang cukup larut dari jam pulang sekolah biasanya. Junkyu sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya.

"Kalo kamu emang ga mau jujur ke kak Ajun soal kamu kenapa, kak Ajun bakal cari tau sendiri."

Doyoung menahan tangan Junkyu yang ingin pergi. "Kak, Doy serius gapapa kok."

"Gapapa kepalamu!" Junkyu berteriak kesal. "Liat itu kondisi kamu! Tas yang kotor, kotak makan yang ilang, ditambah muka kamu yang bengep kek abis nangis! Masih mau bilang kamu ga kenapa-kenapa?!"

Doyoung menunduk takut. Dia tidak pernah melihat kakaknya marah dari dulu, jadi bentakan Junkyu ini jelas terdengar menakutkan untuknya.

"Udah kamu masuk kamar sana!" nada bicara Junkyu masih tinggi. Setengah mati dia berusaha menurunkan nada bicaranya agar sang adik tidak takut padanya. "Mandi, abis itu makan malem langsung. Ini udah jam delapan, dan kak Ajun yakin kamu belom makan dari siang. Kak Ajun mau ke supermarket sebentar."

Doyoung mengangguk patuh pada ucapan sang kakak. Dia masuk ke kamarnya, sementara Junkyu langsung pergi keluar rumah menuju rumah temannya yang jaraknya hanya berbeda dua blok dari rumahnya sendiri.

.

.

.

.

.

"Doyoung emang dibully di sekolah, Jun."

Junkyu menghela napas panjang mendengar ucapan Yoshi, sahabat baiknya sekaligus guru di sekolah Doyoung saat ini. "Masalahnya gue ga tau geng mana yang ngebully Doyoung. Adek lo ga pernah mau ngomong biar udah gue paksa. Katanya gapapa mulu." ucap Yoshi lagi sembari menyodorkan sekaleng bir pada Junkyu.

"Geng? Emang di sekolah lu banyak geng-gengan?"

"Ih banyak, Jun. Di sana itu ada satu anak yang kayak semacem rajanya. Pokoknya dia yang paling berkuasa, deh. Sekolah itu aja punya keluarganya." Yoshi menjelaskan dengan menggebu-gebu. "Nah, banya tuh murid-murid lain yang rela jadi kacungnya dia asal bisa punya sedikit kekuasaan di sekolah. Dan masing-masing kacung ini kayak punya gengnya sendiri. Mereka kayak bagi-bagi area gitu, lho..."

Junkyu mengernyitkan dahi. "Najis. Geng bocah aja udah kek bagi wilayah ala gangster ato mafia."

Yoshi meminum birnya sedikit seraya menerawang menatap langit malam. "Ya gitu dah, Jun. Anak-anak itu ngerasa mereka dari keluarga kaya, jadi bebas bertingkah semaunya. Yang penting mereka ga nyenggol anak pemilik sekolah ini aje pokoknya."

Junkyu tampak termenung sebentar. Setelah itu dia menatap Yoshi yang sibuk dengan cemilan di tangannya. "Yosh..."

"Hm?"

"Bantuin gue dong?"

"Bantu apaan?"

"Masukin gue ke sekolah lu."

Yoshi melirik Junkyu. "Lo mau jadi guru di sana emangnya? Lo kan bukan lulusan keguruan..."

Junkyu menggelengkan kepalanya cepat. "Bukan. Gue bukannya mau jadi guru di sana. Lu masukin gue sebagai murid baru."

HaruKyu - The PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang