Gilang melempar tubuhnya di ranjang dengan perasaan senang yang membuncah. Ia tak menyangka jika Alvia akan menerimanya. Sungguh, dia berpikir Alvia akan mengejeknya atau mengatai dia yang tidak sadar atau sebagainya. Namun, kini dia dan Alvia resmi memiliki hubungan yang khusus berbeda seperti sebelumnya.
Keterlambatan pulang keduanya pun menjadi pertanyaan bagi kedua orang tua mereka. Gilang yang memang mengantar Alvia pulang pun menjadi sasaran empuk kedua orang tua Alvia ditanya dengan berbagai pertanyaan. Terutama saat itu ada ayah Alvia yang sudah pulang ikut menunggu Alvia pulang.
"Kenapa kok telat?" tanya Herlambang menatap intens pada Gilang.
"Yah ... tadi aku pulang telat ngerjain tugas kerja kelompok sama dia," sela Alvia berusaha meminimalisir rasa sentimen ayahnya pada Gilang.
"Ayah nggak tanya kamu, Vi." Tegas Herlambang menyangkal perkataan putrinya. Dia hanya mau mendengarkan langsung jawaban dari Gilang.
Alvia meringis mendengar nada suara ayahnya yang sudah berubah. Jika sudah sampai begitu, ia tak berani untuk berbicara lebih banyak. Leni bahkan memegang lengan Herlambang untuk tidak terlalu emosional terhadap Gilang.
Alvia memundurkan beberapa langkah dari Herlambang lalu menatap Gilang, memberi isyarat jika dia harus menjawab jawaban yang sama dengannya. Ia kemudian terdiam ketika ayahnya menoleh menatapnya.
"Saya tanya sekali lagi, kamu kenapa nganterin anak saya terlambat pulang?" tanya Herlambang lagi.
"Saya kebetulan satu kelompok sama Alvia cari referensi buat tugas kelompok, Om," jawab Gilang dengan mantap meskipun dalam hatinya dia sedang gugup.
"Kalau mau mengerjakan sesuatu, jangan lupa kirim pesan pada saya atau mamanya Via." Setelah mengatakan itu, Herlambang mengajak kedua perempuan tersebut untuk masuk rumah. Alvia menoleh ke belakang dan memberikan satu jempol pada Gilang.
Gilang tertawa kecil melihat reaksi Alvia. Ia lalu menuntun motornya, membuka pagar rumah yang bersebelahan dengan rumah Alvia. Dia melepas sepatu, menaruhnya di rak sepatu.
Ratna menangkap atensi Gilang yang baru saja pulang. "Kamu habis darimana baru pulang?" teriak Ratna dari dapur mengiris bahan untuk memasak.
"Ngerjain tugas kelompok sama Via, Bun. Jadi, agak telat pulangnya," ujar Gilang mendekat pada sang Bunda.
"Ya udah, cepetan mandi sama ganti baju. Habis dari luar langsung cepet-cepet mandi. Jangan rebahan di kasur, bau asap dari luar," omel Ratna yang sudah hafal dengan tabiat anaknya satu persatu.
Putra bungsu keluarga Iskandar tersebut tersenyum dan mencium salah satu pipi Ratna. "Aku tinggal mandi dulu, ya, Bun," pamit Gilang meninggalkan Ratna di dapur.
Terbukti, hari ini Gilang begitu sering mengumbar senyum. Suasana hatinya terlalu senang hingga dia terus mengekspresikan semuanya lewat mimik wajah.
***
Pagi kembali menjelang membawa matahari untuk kembali pada tugasnya menyinari bumi. Gilang dengan perasaan antusias ia segera bersiap untuk menuju rumah sebelah ... bermaksud menjemput gadis yang ada di dalam rumah tersebut.
Gilang yang terbangun lebih pagi dari biasanya pun membuat seluruh keluarganya menatap heran. Pasalnya laki-laki itu sangat susah untuk bangun pagi. Jika tidak, Ratna yang akan beraksi membangunkan kedua putranya. Terkadang, Ratna sampai menggebrak pintu kamar Gilang supaya laki-laki itu cepat bangun.
"Tumben lo bangun pagi?" tanya Dheka menatap selidik adiknya.
"Diem lo, kak," ketus Gilang menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Tapi Mesra
Teen Fiction[CERITA INI DIIKUTKAN DALAM EVENT GREAT AUTHOR FORUM SSP X NEBULA PUBLISHER] "Jangan membenci seseorang terlalu dalam. Soal perasaan nggak ada yang tau ke depannya akan gimana. Awas nanti bisa berubah jadi cinta lho!" Mungkin kalimat itu sudah serin...