BLC | CH-15

10.6K 1.1K 22
                                    

"Takut!" Sudah kesekian kalinya Lava berteriak, menjerit mengatakan kalau ia benar-benar merasa takut.

Lavandra, berada diatas pohon mangga, bisa dibilang pohonnya cukup tinggi.

Lain hal dengan Lava yang menjerit ketakutan dari atas pohon, si pelaku yang membantu Lava naik malah tertawa terbahak-bahak bersama beberapa teman yang lain.

Tubuh kecil itu bergetar. Kakinya merasa lemas saat melihat kebawah. "Aken. Lava takut."

Aken mengusap sudut matanya yang berair. "Katanya mau mangga."

"Lava mau mangga, bukan naik pohon," Bibir bawah Lava maju, bergetar menahan tangis.

"Ya itu, petik. Nanti kita makan bareng-bareng."

"Nggak mau! Lava takut!"

Mau bergerak sedikit saja rasanya sangat menyeramkan. Bagaimana kalau ia terpeleset dan jatuh kebawah? Tangga yang tadi menjadi perantara untuk naik keatas pohon, Aken singkirkan. Entah dibuang kemana.

"Lava mau tulun, takut."

"Petikin dulu satu, baru nanti boleh turun," Ucap salah satu teman Aken, disusul gelak tawa yang kian menjadi.

"Lava nggak mau gelak, takut ... Nanti jatuh."

"Gapapa. Paling kalo jatuh ke bawah."

Lava benar-benar gemetar, ia takut. Tangan, kaki, rasanya sangat geli, lemas.

Meskipun tangannya bergetar, Lava menyempatkan mengusap matanya yang mulai berair. "Kalo Lava jatuh, bilangin sama mama, Lava sayang banget sama mama. Bilangin juga jangan sedih-,"

"Heh! Lo nggak akan mati, nggak usah drama deh."

"Tapi ini tinggi banget," Mulai menangis. "Lava bakalan beldalah-dalah."

"Males nggak sih, dengerin si anak haram ngedrama nggak jelas?" Aken melirik kearah teman-temannya, lalu tersenyum lebar.

"KABUR."

"AKEN!" Lava menjerit sekeras mungkin. Berharap Aken mendengar dan kembali berlari kesini. "AKEN TAKUT!"

Lava menangis meraung-raung saat Aken dan teman-teman yang lain tak lagi terlihat. Ia berada dibelakang sekolah, sendirian, diatas pohon.

"MAMA TAKUT," Kepala Lava mendongak, matanya memejam dengan tangisan kuat. Tubuhnya semakin bergetar ketakutan.

***

Saat pulang sekolah, Lava duduk dihalte menunggu Mama. Dengan kondisi mata bengkak, juga tubuhnya sesekali terlonjak kecil karena menangis tadi.

Lava baru turun dari pohon mangga sepuluh menit sebelum siswa dibubarkan. Itu saja karena kebetulan kepala sekolah tengah berkeliling dan mendengar suara jerit tangis Lava.

Kalau tidak, entah apa yang akan terjadi jika Lava tidak ditolong kepala sekolah. Mungkin, akan bermalam dipohon mangga.

Lava kembali menangis lirih saat melihat sosok Medina turun dari mobil dan berjalan menghampirinya.

Dengan satu tangan memegang botol, Lava merentangkan kedua tangannya.

"Anak mama kenapa?" Medina memberikan pelukan erat kepada si bungsu.

Masih menenggelamkan wajahnya diperut Medina, Lava menjawab. "Lava cuma mau makan mangga, tapi Lava dinakalin Aken."

"Dinakalin gimana?" Menjauhkan wajah Lava dari perutnya. "Bilang sama mama, adek dinakalin gimana kok sampe nangis kayak gini?"

Bukan Lava Cake [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang