Ardian membawa Lava ke kolam ikan. Terbukti, tangisan Lava sudah berhenti dan teralihkan melihat ikan. Dikolam favoritnya.
"Lava mau tulun," Tubuhnya bergerak kecil ingin diturunkan.
Hafal dengan apa yang ingin Lava lakukan, Ardian membenarkan tubuh Lava digendongannya. Kalau hari-hari biasa, Ardian bisa sedikit memaklumi. Tapi dihari penting seperti sekarang? Kostum menggemaskan itu akan berakhir sia-sia.
"Tulun."
"Enggak ada main kolam hari ini."
Alisnya menukik. "Lava enggak main kolam, Lava cuma mau nyapa temen-temen Lava."
"Nggak ada nyapa-nyapa temen, sekarang kita masuk lagi."
"Kok masuk lagi?" Dari nada suaranya, jelas tidak terima.
"Kamu udah nggak nangis."
"Yaudah Lava nangis lagi aja!" Memasang ekspresi wajah ingin menangis. "Nangis nih."
Memutar matanya malas. Ardian tak memperdulikan ucapan Lava, ia tetap melangkah memasuki rumah kembali.
Kenapa semakin lama tinggal bersama Lava, anak itu semakin banyak drama.
"Nggak mau masuk! Tolong ... Lava nggak mau masuk," Lava berteriak. Bergerak heboh digendongan Ardian. Kesal, Ardian tidak mau menurutinya. "Lava sakit hati, papa menyakiti hati Lava."
Tidak sama sekali menghentikan langkah Ardian.
"Hatiku sakit, sakit sekali ... Papa menolak Lava, menyakiti hati Lava telamat dalam," Telapak kecilnya mendarat didada sebelah kiri, tubuhnya terlonjak kecil. Ceritanya, dia sedang menangis.
"Menyakiti teramat dalam apa?" Memukul pantat putranya. "Heh! Diem! Nanti nggak dikasih kue kalo rewel terus."
"Hiks ... Sakit hatiku."
Mendengus. Ardian melirik putra bungsunya yang menyembunyikan wajah diceruk lehernya. "Hiks apa lagi sih, dek? Lama-lama papa pusing sama bahasa kamu."
Memukul punggung Papa. "Papa emang nggak pelnah mengelti Lava."
Disetiap gerak langkah Ardian, suara curahan hati Lava terus terdengar. Anak itu mengoceh, mengatakan jika Ardian tidak mengerti dirinya.
***
Sesampainya didalam, Ardian sedikit menahan nafas saat melihat sang istri tengah berdiri bersama kedua mertuanya. Mereka tampak terlibat perbincangan serius.
Ardian melirik kesisi kanan. Disana, Miki tengah bergurau bersama teman-temannya yang lain.
"Kamu sama kakak dulu sana," Sembari menurunkan Lava. "Papa mau ngobrol sama mama dulu."
"Oke!"
"Papa bilang ke kakak. Jangan nakal. Hari ini ulang tahun kakak, jangan dirusuhin."
Senyuman lebar Lava mendadak luntur.
"Tapi Lava cuma mau main kesitu."
Tatapan Ardian berubah tajam. "Tetep didalem rumah, jangan keluar. Paham?"
"Iya."
Ardian langsung berjalan kearah Medina saat Lava mulai melangkahkan kakinya mendekati Miki.
"Bu," Sapa Ardian dengan senyuman. "Sehat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Lava Cake [Completed]
AcakLava si anak tengil. Mungkin jika melihat dari sikap Lava sekilas, kalian akan mengatakan seperti itu. Lava si anak pembangkang, tidak memiliki sopan santun, dan memiliki tutur bahasa yang kasar. Kalian tau, kan? Dibalik kerasnya cangkang kepiting...