BLC | CH-25

14.9K 1.5K 221
                                    

"Lava nggak mau sekolah, ma," Kedua tangan yang dilipat diatas meja menjadi bantalan. Lava terus menghela napas.

Setelah meletakkan piring terakhir, berisi tempe goreng diatas meja, Medina berjalan mendekati si bungsu. Terlihat lemas dan lesu.

Mengusap kepala Lava. "Adek sakit?" Dibalas gelengan oleh Lava. "Kalau nggak sakit ya sekolah. Kan, kemarin udah libur."

"Bobok lagi, boleh?"

"Ini hari Senin. Jadi, adek harus semangat!"

"Lava nggak mau sekolah, mau dilumah aja."

Medina masih mengusap lembut kepala Lavandra. Anak ini terus merengek tidak mau pergi sekolah, padahal sudah rapi mengenakan seragam lengkap.

"Coba kasih Mama alesan kenapa adek nggak mau sekolah."

Dahi Lava berkerut, kedua mata bulatnya berkedip beberapa kali. "Alesan ... Kalna Lava mau dilumah aja, nggak mau sekolah."

"Kalau gitu, coba ijin sama papa."

"Kenapa?" Panjang umur sekali ayah empat anak ini.

Medina menjauhkan diri saat Ardian mulai duduk disamping Lava. "Nggak mau sekolah katanya. Mau dirumah aja."

Dahi Ardian berkerut. "Kenapa? Lagi sakit, dek?" Sembari menempelkan punggung tangannya dengan dahi Lava.

Lava memalingkan wajahnya. "Lava nggak mau sekolah."

"Nggak panas kok."

"Siapa bilang Lava sakit? Lava lagi magel aja."

Medina terkekeh. "Mager segala."

"Sekolah, papa yang anterin."

"Nggak mau sekolah," Teriaknya. Raut wajahnya cemberut dengan kedua tangan terlipat didepan dada. "Tolong dengelin aku, mama, papa. Aku tidak mau sekolah, plis deh ah ... Nggak mau sekolah, diliku tidak mau belangkat sekolah. Haduh haduh."

"Dimakan sarapannya, dek," Perintah Ardian setelah menikmati kopi hitamnya. "Papa nggak mau pagi-pagi kalau rewel begitu. Waktunya sekolah ya sekolah, main ya main."

Jika papa sudah berkata, Lava tidak bisa membantah lagi. Mau semanja apapun Lava saat bersama papa, kalau papa marah, ya tetap takut.

Dengan setengah hati, Lava mulai memakan sarapannya. Terpaksa ia akan berangkat sekolah hari ini.

***

"Nggak usah manyun," Meraup bibir yang mengerucut sejak tadi. "Adek semangat sekolah, papa semangat kerja."

Memalingkan wajahnya keluar. "Jangan belbicala kepadaku. Aku tak sudi."

"Udah, sana sekolah."

"Sekolah apa? Ini hali Senin, upacala."

"Iya, buruan sana. Papa juga mau berangkat kerja."

Bahu Lava melemas. "Nanti kalau Lava pingsan gimana? Lava kan salapannya kulang banyak."

"Kalau pingsan ya biar digotong kakak-kakak PMR."

"Boleh minta donat?"

Helaan napas panjang terdengar dari kubu Ardian. Sejak tadi, Lava terus mengulur-ulur waktunya. "Adek mau sekolah apa nunggu papa marah dulu baru mau sekolah?"

Bibirnya manyun, kepalanya menunduk menatap jemarinya. "Sekolah," Cicitnya. Lava langsung membuka pintu mobil dan bergegas turun.

Bukan Lava Cake [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang