Hari yang melelahkan. Vlora merasa tubuhnya lebih letih ketimbang hari-hari biasa. Mungkin karena pekerjaan yang menumpuk atau ia yang kurang beristirahat belakangan ini.
"Oma menanyakan sesuatu padaku tadi."
Vlora tersentak oleh suara Andreas yang muncul tiba-tiba. Ia berpaling dan didapatinya Andreas yang menyusul masuk ke ruang ganti, seperti Andres tak bisa menunggunya di kamar saja.
Pakaian santai Vlora telah lepas. Digantinya dengan sehelai gaun tidur yang nyaman. Ia menutup pintu lemari dan berpikir, apakah ada sesuatu yang terjadi hari itu sehingga Andreas putuskan untuk membuka pembicaraan di ruang ganti?
Vlora yakin demikian. Menilik dari kebersamaan mereka, ia dapati bahwa Andreas bisa dikatakan adalah pria penyabar. Andreas terkendali dan tidak pernah terburu-buru, seolah tahu bahwa menunggu bukanlah hal buruk.
Penilaian Vlora memang tak keliru. Memang begitulah Andreas. Namun, segala sesuatunya pasti memiliki pengecualian.
Itulah yang terjadi pada Andreas. Ia bisa saja menunggu Vlora selesai berganti pakaian di kamar. Ia bisa bersantai dengan ponsel seraya menyandarkan punggung di kepala tempat tidur. Namun, tidak. Kali ini ia benar-benar penasaran dengan reaksi Vlora dengan topik yang akan disinggungnya. Jadilah ia menyusul dan Vlora pun merespons pertanyaannya dengan pertanyaan balik.
"Apa?"
Andreas tak langsung menjawab. Alih-alih ia duduk terlebih dahulu di satu sofa bertipe chaise lounge yang berada di sana. Dikembangkannya kedua tangan dan Vlora menangkap isyarat tersebut dengan sebuah keheranan.
Mengapa ada kursi malas di ruang ganti?
Nanti Vlora mungkin akan menanyakannya, mungkin pada Andreas. Sekarang ada yang lebih penting ketimbang mengetahui manfaat keberadaan kursi malas di ruang ganti.
Vlora menghampiri dan Andreas meraih tangannya. Dituntunnya Vlora sehingga duduk di pangkuan.
Kedua tangan Vlora naik, lalu mengalung di leher Andreas. Sementara Andreas pun secara otomatis memegang pinggang Vlora.
Andreas mengangkat wajah. Vlora menunduk. Kedua bibir bertemu dalam satu kecupan yang tak lama.
Sesaat, napas mereka saling membelai ketika ciuman terurai. Mereka saling menatap dan dahi Vlora mengerut samar ketika mendapati satu usapan di perutnya.
"Oma menanyakan tentang ini."
Tak perlu lebih gamblang dari itu. Vlora yakin tak butuh kepintaran sekelas profesor untuk memahami maksud perkataan Andreas.
"Lalu apa yang kau katakan pada Oma?"
"Aku mengatakan kalau kita sedang berusaha," jawab Andreas santai seraya mengakhiri usapan di perut Vlora. "Walau begitu aku ingin mengetahuinya, apa kau juga menginginkannya?"
Vlora terusik oleh satu kata. "Juga?"
Andreas mengangguk. Ia tak menyangkal sama sekali. "Ya. Aku menginginkannya. Bagaimana denganmu?"
Tak ingin, tetapi keraguan menyusup di benak Andreas. Ia tak akan lupa bagaimana pernikahan mereka terjadi. Tanpa ada kesan romantis, pernikahan mereka tak ubah perjanjian bisnis untuk mendapatkan keuntungan masing-masing. Mereka memang tidak mencantumkan perpisahan sebagai akhir pernikahan, alih-alih kematian. Namun, pembahasan soal anak sama sekali belum tersentuh oleh keduanya.
"Bagaimana denganku?" ulang Vlora bertanya dengan ekspresi tak mengerti. "Mengapa kau bertanya seperti itu?"
"Menikah dan memiliki anak adalah dua hal yang berbeda. Kau memang menerima pernikahan kita, tetapi apa kau juga ingin memiliki anak? Ehm. Maafkan aku. Hal ini terlewatkan olehku ketika melamarmu dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEXY MARRIAGE 🔞🔞🔞 "Fin"
RomansaWARNING!!! 21+!!! Judul: SEXY MARRIAGE Genre: Romantis Dewasa Erotis Suspense (18+) Status: Tamat Cerita Kedua dari Seri "SEXY" ********************************* "BLURB" Andreas Cakrawinata nekat pulang ke Indonesia demi kabur dari pesta pertunangan...