Bab 15 (satu sama lain)

35 5 0
                                    

******

hidup harus terus berjalan, dan sekarang sooji tidak menyukai ungkapan itu, baru 5 hari setelah kepergian kedua orang tua mereka, jujur saja sooji rasanya hampir tidak sanggup menjalani harinya namun mendekam sendirian pun rasanya tidak akan menyelesaikan masalah, sang kakak dan insung samchoon terlihat sibuk jadi rasanya sangat egois jika sooji malah berlarut-larut karena seo joon juga pasti lebih terluka dari pada dirinya, hari ini ia berangkat ke sekolah sendirian seo joon harus ikut bersama insung ke perusahaan, sepertinya ada kericuhan tentang pemegang saham selanjutnya karena itu sooji semakin merasa bersalah karena tidak bisa membantu banyak.

sooji hanya melenggang pergi begitu saja saat tidak sengaja berpapasan dengan dohwan yang sepertinya hendak menyapa, tiba-tiba saja dohwan merasa miris meski sooji bukanlah gadis yang ceria dan lebih sering memperlihatkan wajah datarnya namun melihat wajah itu kini seperti kehilangan arah membuatnya merasa bersimpati namun ia tidak bisa melakukan apapun rasanya masih canggung untuk memberikan hiburan karena ia dan sooji tidak sedekat itu.

"ku kira kau tidak akan berani memperlihatkan wajahmu lagi " langkah kaki dohwan terhenti ia baru saja hendak berbalik namun mendengar suara yang sangat ia hapal itu ia mengurungkan niatnya.

"yak! jackson, apa kau gila?..." sooji mendongak menatap jackson yang menghalangi jalannya bersama gadis aneh yang mendeklarasikan bahwa ia adalah miliknya, jackson hanya melirik hyeri sekilas kemudian menatap sooji yang masih memasang wajah datarnya yang terlihat terluka.

"bukankah sudah aku ingatkan untuk bersikap seperti darimana kau berasal, ini alasan kenapa aku terus memperingatimu, malang sekali seo joon, yah meskipun aku membencinya, tapi aku turut prihatin  karena tidak seharusnya mereka mengutip sampah sepertimu..."

"yak, jackson geumanhe....apa kau gila?..." hyeri berteriak kesal sebenarnya ia ingin menyapa sooji sebentar ia sangat ingin dekat dengan gadis itu namun selalu saja tidak bisa salah satunya karena manusia seperti jackson. hyeri menatap sooji prihatin, wajah gadis itu nampak memerah bahkan matanya tampak berair namun gadis itu hanya diam menatap jackson nanar.

"sooji, biarkan saja dia,ay...." baru saja hyeri hendak membawa gadis itu namun dohwan lebih dulu meraih tangan gadis itu dan berlalu meninggalkan jackson yang mendengus remeh namun setelahnya meringis karena hyeri yang baru saja menendang tulang keringnya.

"yak!..." hyeri lari terbirit-birit dia terlalu nekat menendang tulang kering pria gila itu.

*****

"oh maaf" dohwan berujar pelan menyadari tangannya yang masih menggenggam pergelangan tangan sooji, namun gadis itu hanya diam.

"apa kau baik-baik saja?..." 

sooji bisa merasakan matanya yang memanas namun berusaha keras menahan tangisannya karena tidak ingin menangis di hadapan dohwan, bohong jika ia tidak terluka dengan ucapan jackson entah apa alasan pria itu begitu membencinya namun tetap saja ia merasa sangat terluka, tidak ada waktu bagi sooji untuk tidak menyalahkan dirinya sendiri atas kepergian kedua orang tuanya namun, mendengarnya dari orang lain membuat ia semakin merasa bersalah dan menyesal

"sooji? " dohwan memanggil pelan, gadis di hadapannya tidak baik-baik saja ia bisa melihatnya bagaimana gadis itu mengalihkan pandangannya kemudian menyeka matanya pelan.

"sooji..." bukan dohwan kali ini panggilan itu berasal dari orang yang berbeda, myungsoo yang baru saja melewati koridor pinggir sekolah sedikit terkejut mendapati dohwan dan sooji yang terlihat bersama.

dengan buru-buru sooji mengusap kasar matanya, berbeda dengan sebelumnya kali ini dohwan tidak langsung pergi meski myungsoo sudah berada di samping sooji. melirik dohwan sebentar kemudian beralih kepada gadis di sampingnya yang terlihat tidak baik.

"sooji, gwenchana...?" mengabaikan dohwan myungsoo lebih khawatir mendapati sooji yang menahan tangis..

"aku mau pulang..." suara itu bergetar membuat kedua pria itu menatap sooji dengan wajah berbeda. myungsoo menjadi sedikit gelagapan tidak pernah ia melihat sooji selusuh ini bahkan gadis itu hampir mengeluarkan air matanya.

'oppa, aku mau pulang' sooji akhirnya menatap mata myungsoo membuat pria itu terdiam namun ada rasa sakit yang menyapa dadanya.

****

seo joon menatap pintu kamar sang adik sendu, myungsoo memberitahunya bahwa sooji kembali lebih awal adiknya itu mengaku tidak enak badan, bahkan sang adik kembali menggunakan taxi menolak tawaran myungsoo untuk mengantarnya. seo joon yang awalnya ingin melihat keadaan sang adik namun mengurungkan niat beranggapan bahwa sooji pasti butuh waktu sendirian.

Peristiwa kelam itu terus membekas di kepala sooji bagai kaset rusak yang terus diputar secara berulang kali, bagaimana dingin dan gelapnya malam saat melihat kedua orang tuanya merenggang nyawa di hadapannya, tubuh yang penuh darah dan rintihannya yang tenggelam. Meski sooji terus mencoba menguatkannya namun seo joon tau sang adik tidak sekuat itu, meski ia juga terluka tetapi sepertinya sooji lebih terluka dari pada dirinya.

"aaaaa..." teriakan itu memecah keheningan malam, seo joon langsung bergegas turun dari ranjangnya menyambangi kamar sang adik yang menjadi sumber suara tersebut, teriakan panjang dan penuh rintihan dengan tangan yang menggenggam erat selimutnya sambil meringkuk kesakitan adalah pemandangan yang sering seo joon dapati tiap malamnya dan malam ini terjadi lagi.

"sooji!, sooji!, hei-hei bangunlah " seo joon berusaha keras membangunkan sang adik memanggilnya berkali-kali, lega itu yang pertama kali sooji rasakan, meski masiih meninggalkan sesak di dadanya mimpi itu menyiksanya mengurungnya dalam rasa bersalah namun, setiap ia masih bisa melihat seo joon saat membuka mata, perlahan udara mulai memasuki dadanya

"gwenchana?..." mengusap-usap kepala sang adik dengan sebelah tangan yang menggenggam tangan sang adik...perlahan membawa sooji memasuki pelukannya.

"gwenchana...gwenchana..semua sudah berakhir tidak apa-apa.." terus menggumamkan kalimat yang sama, hanya sooji satu-satunya keluarga yang ia punya, ia cukup mengerti bagaimana perasaan adiknya, kehilangan hal yang berharga saat kau pertama kali memilikinya adalah hal yang tidak akan pernah terbayangkan. dan kini mereka hanya bisa mengandalkan satu sama lain.

****

bersambung.....

LAVENDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang