Meskipun Jennie sadar pemandu sorak itu kegiatan berkelompok, dia merasa sendirian di sini. Dia melihat sekelilingnya saat pelatih meminta tim mengulangi kombinasi gerakan yang sama. Nyaris setiap orang menghela nafas panjang dan memasang muka masam.
Sepertinya mereka membayangkan kegiatan lain. Yang enak, yang santai, yang selalu mereka lakukan di akhir pekan. Dengan keluarga, teman, atau pacar. Kecuali Jennie, dia sudah biasa tidak kemana-mana. Sudah biasa dengan tidak bersama siapa-siapa.Jennie tahu kalau bisa mereka ingin mengerang atau berseru: Boo! Tapi tak ada yang berani mengeluh. Jika dilakukan, malah jam latihan bisa-bisa ditambah. Ini saja entah sudah pengulangan ke berapa. Jennie kehilangan hitungan.
Apa mereka akan mengulangi gerakan yang sama terus-menerus sampai ada yang pingsan lalu baru berhenti?
Yang pasti Jennie tidak mau pingsan.
Dia rapikan cepol rambut hitam sepundaknya. Wajah dan tubuhnya dipenuhi keringat. Kulitnya putih, tapi sekarang merah seperti direbus lama-lama. Dia sama sekali tidak senang. Tepatnya, dia lelah dengan kemah pelatihan yang lebih cocok disebut pelatihan militer.Semua pengulangan gerakan ini disebabkan oleh satu cewek junior kurang fokus. Padahal mereka harus fokus dan memegang prinsip kerja sama tim. Satu salah, yang menanggung sekampung.
Pelatih berteriak memberi dorongan semangat. Jennie melakukan gerakan nya lagi. Tentu saja dengan sempurna. Jennie ingin ini segera berakhir. Bahkan pikiran itu nyaris keluar dari mulutnya saat pelatih lewat disisinya.
"Kalian contoh Jennie!" seru pelatih, menunjuk Jennie yang bergerak dengan lincah dengan luwes. "Fokus! Fokus!" Dia bertepuk tangan.
Banyak pasang mata tertuju pada Jennie. Sayangnya dia bukannya berharap dijadikan contoh. Dia akan jauh lebih senang kalau waktu latihan dipersingkat.Jam dinding digimnasium sudah menunjukkan waktunya Cinderella angkat kaki. Sepertinya masih lama waktu tidur untuk anggota pemandu sorak SMA Cikal Bangsa. Jennie tidak berlebihan jika menyebut pelatihan ini seperti wajib militer.
Suara debum terdengar. Satu cewek akhirnya tumbang. Atau pura-pura pingsan untuk menyelamatkan seluruh anggota. Jennie berterimakasih dalam hatinya. Yang lain bahkan ada yang sampai sujud syukur.
Latihan selesai.
Jennie melaju bersama kerumunan, berbondong-bondong masuk ke ruang loker untuk membilas keringat dan berganti baju. Ritual ini biasanya jadi ajang gosip sekalian. Beberapa cewek pemandu sorak masih betah saja haha-hihi di tempat minum.Berbeda dengan Jennie. Dia segera mandi dan setelah selesai dia kembali ke loker , lalu mengenakan baju gantinya. Kaus putih dan celana training panjang . Rambutnya masih basah dan dibiarkan tergerai. Ingin cepat beristirahat, dia segera beranjak melewati tempat minuman untuk keluar dari gimnasium.
Matanya menangkap sosok junior sialan tadi. Haha-hihi dengan gelas minuman ditangan. Junior itu sama sekali tidak terlihat merasa bersalah, malah enak bergosip dengan temannya sesama junior. Jennie menghampiri biang kerok lamanya pelatihan militer ini.
"Harusnya lo lebih fokus," ujar Jennie. Basa-basi tidak ada dalam kamusnya. Dia lihat kepala si junior langsung tertunduk. "Gara-gara lo semuanya jadi kena."
Suara riuh berubah menjadi hening. Semua perhatian terarah pada Jennie dan si junior. Bahkan seorang cewek melesat ke ruang loker untuk mengumumkan. Tak lama, cewek-cewek itu berhamburan keluar dan berkerumun membentuk lingkaran dengan dua orang sebagai titik fokus.
"Maaf ya, Kak?" Kata-kata si junior lebih mirip cicitan.
Ada bisik-bisik di belakangnya, tapi Jennie mendengar dengan jelas. Sepertinya, Jennie perlu mengajarkan mereka cara berbisik dengan benar. Kecuali tujuan mereka mau menyindir.
"Itu cewek galak amat, sih. Keturunan Hitler apa?"
"Sadis . Tukang gonta-ganti cowok memang kayak gitu, ya?"
"Mentang-mentang anak kesayangan pelatih, tuh."
Bisikan-bisikan itu seolah musik latar adegan Jennie menegur junior nya.
"Lo udah minta maaf sama yang pingsan enggak?" Jennie tidak menggubris omongan di belakang. Buang-buang waktu, menurut nya. " Malah sibuk ketawa-ketiwi." Suaranya tidak tinggi, tapi tetap mengintimidasi.
"Be-belum, Kak. Maaf ya, Kak? Aku enggak bisa fokus soalnya ibuku lagi sakit."

KAMU SEDANG MEMBACA
Menemani Setiap Detik Rasa Sepi (Jensoo Version )
FantasíaJennie cantik dan anggota pemandu sorak terbaik di sekolahnya. Tapi setiap latihan dan pertandingan dia merasa kesepian di dalam keramaian. Dia punya teman-teman, dulu. Dia punya keluarga sangat bahagia, dulu. Semua berubah setelah setiap detik rasa...