Chapter Tiga Belas

3.1K 400 170
                                    


Memang siapa yang bisa menebak masa depan kan, bahkan untuk satu menit yang akan terjadi kedepan. Tidak akan pernah ada.

Shani tidak tau, kenapa harus melakukan segalanya demi sebuah penerimaan maaf. Ia bisa acuh seperti sebelumnya, dia bisa biasa saja, kenapa merasa bersalah, kenapa merasa berkhianat padahal ia melakukan hal yang benar.

Pernikahan ini juga tak berarti apa-apa untuk Gracia.

Lantas kenapa dia peduli?
.
.
.

Keduanya duduk bersandar pada kaca dengan kedua kaki di luruskan, dalam lingkaran bunga yang Shani berikan untuk Gracia.

Banyak sekali memang.

"Darimana tau gue suka bunga tulip?" Shani tersenyum mendengar pertanyaan Gracia, ia menoleh menatap wanita itu.

"Nebak ajah" Jawabnya tak lantas membuat Gracia percaya.

"Hmm, tapi makasih deh, jarang-jarang gue dapet bunga sebanyak ini" Gracia kembali melihat kedepan, pada tumpukan pot berisi bunga yang Shani berikan, dia tersenyum lembut menatap pada bunga-bunga itu.

"Terkadang kita hanya perlu menutup mata, berpura-pura tuli untuk membuat segalanya berhasil, membuat perasaan kita baik-baik saja, barangkali itu membantu, karena di saya, itu berhasil"

Gracia diam, kepalanya kembali menoleh, bisa ia lihat Shani tengah tersenyum padanya.

Apa yang Shani maksud dari ucapnya barusan.

"Apa ini membantu?" Alis Gracia makin menukik kedalam, Shani tersenyum melihat raut bingung dari wajah Gracia.

"Saya mau kamu ngga usah mikirin omongan mereka, kamu udah kerja keras, apapun hasilnya, itu bukan kesalahan kamu"

Sedikit demi sedikit Gracia mulai mengerti, apakah Shani khawatir padanya, Gracia terkekeh pelan setelahnya.

"Lo tenang ajah, gue udah biasa dapet komentar negatif kaya gini, bukan apa-apa" meski begitu Gracia akui ia senang karena Shani memikirkannya.

Ia menarik nafas dan menghembuskannya perlahan, rasanya lega sekali, ada di samping seseorang yang mengkhawatirkan keadaannya.

"Anggap ajah satu bunga itu adalah komentar baik buat nutupin komentar komentar jelek dari mereka buat kamu, eum satu bunga buat sepuluh komentar jahat, ini ada berapa yah, cukup ngga?"

Dan Gracia lantas tertawa setelahnya "Stop Shani haha" tawa yang menular juga pada Shani.

"Serius gue udah biasa, santai ajah" Gracia menyenggol pelan lengan Shani, memberikan isyarat pada perempuan itu untuk tak khawatir, karena ia sudah lebih dari terbiasa.

"Tapi makasih, eum kayaknya ini ngga cukup butuh ratusan bunga lagi kalau mau nutupin semuanya" Shani sedikit membulatkan matanya.

"Kira-kira tabungan saya cukup ngga yah?" Ujarnya dengan raut cemas, ekspresi yang membuat Gracia tersenyum lebar, lekat ia menatap wajah Shani, dan Gracia tidaklah salah, Shani memang lucu.

"Ngga usah merendah, gue tau lo booking satu bioskop buat nobar sama anak-anak kantor" cibir Gracia menyindir Shani.

Shani tersenyum kecil "Jangan kasih tau Papa kamu, sebenarnya saya pakai uang perusahaan" Shani berbisik pelan di telinga Gracia, wanita itu menarik mundur kepalanya matanya setengah melotot, Shani tertawa pelan lalu kembali mendekat "Tapi nanti saya ganti akhir bulan, dari potongan gaji karyawan yang tadi ikut" Lanjut Shani tertawa yang langsung di ikuti Gracia.

Ayolah, sejak kapan Shani jadi lucu begini, menggemaskan saja.

Gracia kembali menyenggol lengan Shani, dan si Indira hanya tertawa saja.

_IKATAN DI ATAS KERTAS_Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang