Chapter Tiga Puluh Lima

5.6K 505 291
                                    

Semakin jelas.

Tak pernah ada harapan, benar benar tak akan ada harapan bagi kisah cinta Shani, dia selamanya akan sial, mungkin di kehidupan sebelum ini Shani adalah seseorang yang brengsek, seseorang yang tak menghargai cinta hingga di kehidupan sekarang ia mendapati karmanya.

Dan dia benci memikirkan itu.

Disini, di atas rooftop tempat yang sama, tempat dimana dia menemukan Gracia yang patah hati karena Arshen, tempat dimana Shani mengalami hal yang sama.

Ia patah hati.

Patah sepatah patahnya.

Karena Gracia.

"AAAAAAAAKKKKHH"

"AKU BENCI KAMU GRACIAAAAAAA"

"KENAPA KAMU PERGI LAGIIIIIII"

"KENAPA KAMU NINGGALIN AKUUUUU"

"AAAAAAAAKKKKHH"

Shani lelah, namun Teriakannya tak mau berhenti, meski esok ia akan kehilangan suaranya dia tak peduli, dia mau melampiaskan semuanya.

Semua perasaan sedih yang di sebabkan oleh kehilangan Gracia..

Shani benar mau meluapkan segalanya.

"Aaaaaaaaaaakkkh"

"Hiks, kenapa gee, kenapa ninggalin aku, hiks"

Bahkan, lebih baik mati daripada harus hidup dengan kehampaan lagi.

Shani bersumpah dia lebih baik mati sekarang juga.

Apakah harus ia lakukan itu?

.
.
.
.
.

.
.
.
.
.

Nyatanya, tak dapat ia lakukan itu, melompat dari gedung yang sempat ia pikirkan beberapa waktu lalu.

Tidak, Shani tak melakukan itu.

Ia lebih memilih untuk kembali meratapi Gracia.

Terluka lagi, merindu yang tak akan menghasilkan temu.

Shani akan kembali melakukan itu, sampai nanti.

Ia benar benar tak lagi sanggup untuk membuka mata.

Ia berjalan gontai, lantas langkahnya terhenti tepat di depan pintu rumahnya.

Rumahnya bersama Gracia, kembali Shani pulang.

Sendiri.

Lagi.

Dan mungkin selamanya akan begitu.

Ia kembali menangis, ia usap kasar airmatanya yang tak mau berhenti itu.

BUGH.

Ia tinju pintu kayu di depannya itu dengan keras, membuat buku buku tangannya robek menghasilkan memar juga darah keluar dari sana.

Namun apakah dia peduli.

BUGH.

dia malah melakukannya lagi.

BUGH.

"AAAAAKHHH"

BUGH.

dan darah segar terus keluar dari kedua tangan si Indira.

Dia benar-benar butuh melampiaskan semuanya.

Tatapan matanya lantas berubah tajam.

Brak.

Ia lalu membuka pintu secara kasar, haruskah ia hancurkan tempat ini agar ia lega.

Benar.

Shani mengambil tongkat basbol di sudut tembok dekat vas bunga wajah merah yang menahan amarah itu jelas tercekat, Shani benar-benar akan mengamuk malam ini.

_IKATAN DI ATAS KERTAS_Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang