Chapter Dua Puluh Empat

3.6K 436 332
                                    


Kembali, siapa yang bisa menebak masa depan, Shani dan Gracia keduanya juga tidak, dulu begitu yakin, namun hari ini keduanya begitu bingung, memang benar tidak baik terlalu percaya diri.

Hanya saja mampukah keduanya untuk jujur.

Saling terbuka dan, mau menerima segala resiko.

Dan sanggupkah mereka benar-benar memilih perasaan mereka, antara satu sama lain

Atau, kembali mengalah, dan kembali kepada cinta masing-masing .

Meski dengan perasaan yang tak lagi utuh.

Benar-benar tak utuh.

.
.
.
.
.

Gracia duduk di atas tempat tidur Shani, malam ini untuk pertama kalinya ia akan tidur di kamar si Indira, dia telah berganti baju dengan pakaian milik Shani, sebab dia memang tidak membawa bajunya, Kaos yang terlihat pas untuk Shani malah begitu kebesaran di tubuhnya.

Dan Gracia benar-benar harus mengakui jika dia memang sangat mungil.

Shani benar dia masih seperti anak kecil.

Hanya saja malu sekali mengakui.

Shani, perempuan itu masih berada di kamar mandi, padahal Gracia sudah menyuruh dia untuk tak mandi karena sudah terlalu malam, tapi katanya Shani tidak betah, tidak suka tidur dalam keadaan berkeringat.

Ia duduk bersila selagi memegang kotak berisi hadiah untuk Shani.

Berharap si Indira suka dengan hadiah dadakan yang ia berikan.

.
.
.

Cklek.

Dan, orang yang di tunggu akhirnya keluar juga, kaos hitam polos dengan celana pendek di atas lutut, rambutnya yang masih basah, sederhana namun kenapa begitu sangat mempesona.

Sungguh, bahkan Gracia tak bisa berkedip barang sedetik saja, haruskah ia keluar dari kamar ini sekarang juga?

Cepat ia membuang wajah, tak ingin sampai Shani sadar jika dia tengah memperhatikan nya.

Shani berjalan menuju Gracia "belum tidur?" Tanya Shani, ia ikut duduk di dekat wanita itu.

"Belum, nunggu lo" ia menjawab jujur, kan dia memang menunggu Shani, mau memberinya hadiah.

"Kenapa?" Shani kembali bertanya, namun Gracia belum menjawab tiba-tiba saja fokusnya teralih pada rambut milik Shani yang masih sangat basah, gemas sekali dia.

"Ini lo ngga mau keringin rambut dulu gitu?"

"Nanti juga kering sendiri" Shani menjawab santai, dia memang terlalu malas jika harus mengeringkan rambutnya yang basah.

Gracia menggeleng tak percaya "Bisa-bisanya Shani" ia lalu menaruh kotak kado yang sedari tadi ia pangku di atas kasur, wanita itu kini sudah berdiri, Shani lantas menadahkan wajah untuk melihat Gracia.

"Lo punya Hair Dryer kan?"

Shani mengangguk sekali.

"Ck, dimana?"

"Tuh di laci" tunjuk si Indira pada laci mejanya.

"Sini ikut" Ajak Gracia menarik tangan Shani, dan mau tidak mau Shani ikut, "duduk" titah Gracia, lagi-lagi Shani menurut.

Shani duduk, sesuai perintah
Gracia melihat dirinya dari balik cermin, juga pada sosok Gracia yang tengah sibuk memasang Hair Dryer di belakangnya.

Hari Dryer itu sudah menyala menimbulkan angin juga suhu panas di belakang kepala Shani, "Jangan di biasain tidur dalam keadaan rambut basah" dan Shani benar-benar terpaku saat kini Gracia tengah mengeringkan rambutnya.

_IKATAN DI ATAS KERTAS_Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang