Chapter Dua Puluh Lima

3.5K 471 310
                                    


Maka inilah akhirnya, perdebatan antara kebingungan yang di alami Gracia.

Bahwa, dia memang mencintai Shani.

Dia tidak rela, tak mau, juga tak ingin Shani pergi, namun.

Dia terlambat.

Ia menangis, di dalam kamar yang ia biarkan gelap, isak yang tak akan pernah bisa di dengar Shani sebab ia redam, dia membiarkan tangisnya deras keluar tanpa suara.

Kalian tau betapa sakitnya itu kan.

"Kenapa gue harus ngerasain ini buat lo Shan, kenapa?"

Arshen Danendra benar-benar telah hilang.

Gracia bahkan tak ingat kapan ia terakhir kali merindukan laki-laki itu, jangankan rindu mengingatpun tidak.

Benar Gracia telah sepenuhnya sadar, bagaimana buruknya hubungan dia dengan Arshen, bagaimana itu berjalan dengan tidak sehat, satu arah, dan hanya dia yang selama ini benar-benar menginginkan mereka.

Pengkhianatan Arshen dulu, kenapa Gracia baru menyadari nya sekarang, sikap egoisnya, kenapa ia baru tak menyukai itu sekarang.

Atau, karena ada Shani, seseorang yang memiliki sifat kebalikan dari Arshen, seseorang yang mampu membuat dia berpaling.

Namun, dia terlambat.

Juga Shani tak akan pernah mencintai nya, sebab di hati perempuan itu hanya akan ada Anin, Gracia jelas kalah.

Kalah telak.

Lalu haruskah ia kembali pada Arshen, dan apakah itu akan berhasil.

Seperti sebelum ia bertemu dengan Shani.

.
.
.
.
.

Tidak ada yang lebih kacau, dari keadaan yang saat ini tengah di rasakan Shani, bahkan kini untuk dapat tenang ia terpaksa menenggak minuman yang selama ini ia hindari.

Bahkan dulu dia tak pernah merasa seperti sampai harus melampiaskan nya kepada minuman keras ini, namun malam ini, Shani bingung, dia tak tau.

Harus dengan cara apa agar membuat situasinya membaik.

Hatinya kacau, perasaannya berantakan, semuanya benar tak terkendali.

Namun sekali lagi, Shani tidak berdaya.

.
.
.
.
.

Tidak, segalanya tak berjalan baik, nyatanya sekarang keduanya menjadi canggung, Gracia menarik diri, dia tak mau semakin dalam menyukai Shani, sadar dia kalah, bahkan saat tatapan keduanya bertemu Gracia langsung membuang wajah.

Bukan benci.

Hanya ia tak mau menangis lagi.

Dan, beginilah rasanya, Asing sekali, Shani tidak suka, namun apa haknya memaksa Gracia.

Wanita itu akan pergi, mau sekali bertanya hanya saja, apakah perlu, apakah Gracia peduli?

Shani menunduk menghela nafas pelan, tidak lagi selera, ia taruh sendok dan garpunya, nasi itu tak sampai habis, Shani memilih bangkit dari duduknya, mengambil Blazer yang sedari tadi tersampir di atas kursi untuk ia pakai.

Mungkin dengan bekerja ia bisa melupakan semaunya.

.
.
.
.

Tentu saja, segalanya tak lagi sama, dia peduli, kembali asing dengan Shani rasanya benar sakit sekali, namun jika tidak, itu akan lebih menyakitinya, lagipula dia sudah berjanji akan melupakan perasaannya pada Shani.

Begitulah, mau bagaimana lagi.

Dan, disinilah Gracia sekarang, tepat di depan pintu apartemen Arshen, mungkin dengan begini ia bisa kembali menumbuhkan perasaannya pada kekasihnya ini, dan berharap perasaannya pada Shani benar-benar hilang.

_IKATAN DI ATAS KERTAS_Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang