Chapter Dua Pulu Tujuh

3.7K 444 583
                                    

Tidak percaya, bahwa inilah yang ia dapat dari perasaan nya, sebuah kekecewaan, kenapa bukan hanya Arshen tapi Shani juga harus menyakiti, kenapa?

Meski dalam kasus Shani, dia tak begitu bersalah, sebab benar, siapa yang memulai semuanya, siapa yang membangun tembok lebih dulu, siapa yang menciptakan sekat antara mereka, siapa?

Gracia.

Dialah yang memulai, jika sekarang ia kecewa karena perasaan nya tak berbalas harusnya dia sudah tau jika dia yang salah.

Namun tetap saja, sakit sekali sungguh.

"Aku ngga tau apa yang bakalan terjadi kedepannya Shan, tapi saat ini aku hancur, aku ngga akan pernah ada harapan kan?" Ia tertawa pelan, kembali ia usap airmatanya yang terus hadir.

"Pulang Shan, hikss, pulang" wanita itu menunduk, merasakan sesak juga sakit yang luar biasa, lebih sakit dari saat Arshen mengkhiantai nya.

Sangat sakit.

"Aku cinta kamu" terlambat, katakan saja itu memang sudah sangat terlambat, bagaimana bisa? Shani tak akan pernah berpaling apalagi saat mengetahui Anin membalas perasaannya.

Seseorang yang telah Shani tunggu selama hidupnya.

Bagaimana mungkin Gracia bersaing dengan seseorang yang jelas telah menang.

Bagaimana bisa??

.
.
.
.
.

Lalu kenapa sekarang, kenapa ia ingin kembali berbalik, kenapa?

Shani, jangan plin-plan, tentukan siapa yang ada di hatimu atau kamu akan kehilangan keduanya.

Keduanya.

Namun, melihat Anin pergi, dia tak rela, juga meninggalkan Gracia ia berat, apalagi sudah tak adalag Arshen disana, Shani kian bimbang.

"Kamu ngga harus ada disini Shan, ngga harus"

Shani menoleh, melihat pada wanita yang duduk di sampingnya, Wanita yang ia cintai.

Aninditha Rahma.

Ia kembali melihat kedepan, helaan nafas keluar dari mulutnya, Shani sungguh ingin memiliki Anin, hanya saja setengah hatinya mau sekali mempertahankan Gracia, ia menunduk melihat pada sepasang sepatu yang ia kenakan.

Sungguh Shani bingung, sebenarnya siapa yang lebih ia sukai antara keduanya.

Mereka duduk di taman kota, Shani membawa tangan kanannya untuk menyentuh tangan Anin, mengusap punggung tangan wanita itu yang berada di atas pahanya.

Kenapa, rasanya mulai hilang, sedikit hampa, benarkah Shani lebih mencintai Anin daripada Gracia, atau sebaliknya.

Ia genggam, sedikit erat, mencoba mencari perasaannya lagi, tidak rela, suka, juga bahagia yang semula menggebu, namun sialnya.

Ia malah menemukan kekosongan yang besar disana.

Shani menyadari sesuatu.

Jika mungkin dia lebih menyukai Gracia.

Anin makin sesak usapan yang di lakukan Shani makin membuat dia sakit, tak rela juga tak mau kehilangan.

"Saat papa pergi, kamu tau sehancur apa aku Shan, dan sekarang aku ngga bisa bayangin perasaan itu lagi kalau kamu juga pergi" lirih, wanita itu berkata dengan tangis pelan yang mulai keluar.

Shani menelan ludah dengan susah payah, sesaat genggam tangan itu kian erat saat dadanya tiba-tiba saja sesak mendengar penuturan Anin.

Sial, Shani merasa bersalah sekarang.

_IKATAN DI ATAS KERTAS_Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang