Bab 8

7.1K 476 19
                                    

Happy reading 😘

Bab 08

Sungguh ia tidak tahu jika membuatkan minuman untuk bos juga merupakan tugas seorang sekertaris. Apa sebaiknya ia mundur saja dari pekerjaan barunya ini? Karena selain harus berhadapan dengan Agra, ia juga harus menghadapi trauma masa lalunya.

Melihat Sekar mematung, Dewi seketika menariknya dengan tak sabar.

 “Sekar jangan keterlaluan! Saya tahu bos kita itu tampan, tapi reaksimu tadi terlalu berlebihan,” bisik Dewi di telinga Sekar.

“Hah?” Sekar melongo saat akhirnya berhasil keluar dari ruangan Agra.

“Iya kamu jangan berlebihan!” Dewi berkacak pinggang seraya memeloti Sekar yang terlihat bingung. “Kau tahu pak Agra sudah menolak lebih dari lima orang calon penggantiku disini. Beliau tidak suka wanita cantik, ups maksudku wanita centil dan agresif. Karena kita berdua juga cantik kan?” Ia buru-buru meralat ucapannya sebelum terkikik geli.

Sementara Sekar hanya tersenyum tipis mendengar lelucon itu. Sejak kapan Agra tidak suka wanita agresif? Bukankah dulu awal mula Agra jatuh cinta kepada Tyas karena mendiang sahabatnya itu selalu mengejarnya? Hingga Sekar berpikir Agra adalah tipe pria yang lebih senang dikejar di banding mengejar.

“Tapi ngomong-ngomong aku sempat tercengang begitu membaca CV-mu kemarin.” Dewi beranjak menuju pantri yang terletak di bagian belakang ruangan mereka. “Dan jauh lebih terkejut lagi pagi ini begitu melihatmu secara langsung.”

“Kenapa memangnya?” Sekar mengikuti seniornya itu.

Dewi menghela napas. “Kau cantik, tapi pak Agra tetap memilihmu!”

“Tapi bukankah kamu juga cantik!” balas Sekar.

Dewi terkekeh geli. “Terimakasih untuk pujiannya. Maksudku kecantikanmu tidak biasa Sekar!”

Sekar terkesiap saat dagunya di colek oleh Dewi. 

“Dan beliau juga tidak mengenalmu.” Dewi melanjutkan. “Tidak tahu apakah kamu tipe sekertaris idealnya atau bukan, tapi di luar dugaan beliau justru…”

“Dewi ikut ke ruangan saya!” Ucapan Dewi terpotong karena kemunculan Agra.

Dewi dan Sekar saling pandang layaknya orang yang tertangkap basah usai melakukan kesalahan.

“Eh … Bb—baik pak,” gagap Dewi sebelum mengikuti Agra yang sudah jalan lebih dulu.

Di ambang pintu pantri ia menoleh sejenak kepada Sekar dengan wajah ketakutan, sementara Sekar hanya bisa menatapnya kasihan. 

Sepeninggal Dewi, Sekar mulai meracik minuman untuk Agra. Ia masih mengingat Agra suka kopi yang kental dan tidak terlalu manis, dulu Tyas pernah memberitahunya di awal pernikahannya dengan Agra. Semoga selera pria itu belum berubah.

Tiba-tiba….

“Aaaww….” Sekar merintih kesakitan saat punggung tangannya tidak sengaja tersiram air panas dari dispenser. Tanpa pikir panjang, ia lantas membasuh tangannya tersebut dengan air keran.

“Fokus Sekar fokus! Jangan biarkan ingatan masa lalu itu mempengaruhimu! Ingat ada Hanum, Dhafi dan Bu Rina yang membutuhkanmu saat ini!” gumamnya pelan.

“Woaah … Sekar, bagaimana kamu bisa tahu selera kopinya pak Agra?”

Sekar reflek membalik badannya, seketika menemukan Dewi tengah mencecap kopi dari telapak tangannya. Sedikit terkejut karena ia tidak mendengar langkah kaki wanita itu.

“Seingat saya, saya belum pernah memberikan biodata pak Agra padamu,” cetus Dewi melihat Sekar dengan curiga.

“Eh, uhm itu….” Sekar tergeragap. “Saya hanya menebak.”

Dia Dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang