Happy reading...
“Jika kau tidak ingin membantu, aku akan melakukannya sendiri!” Agra kemudian menurunkan kakinya yang di gips dengan kedua tangan. Sepelan mungkin dan sehati-hati mungkin, agar sandiwaranya seperti sungguhan.
Benar, ia hanya bersandiwara di depan Sekar. Berpura-pura mengalami kecelakaan hingga kakinya patah. Hal itu ia lakukan hanya untuk mendapatkan perhatian Sekar. Ia ingin wanita itu memperhatikannya sebagaimana dulu bukan sebagai atasan seperti yang di lakukan Sekar sekarang ini terhadapnya.
Andai saja dulu ia tidak selalu bersikap dingin kepada Sekar, mungkin wanita itu masih tinggal bersamanya dan tetap melayaninya sebagai seorang istri. Tapi kini nasi sudah menjadi bubur, lima tahun ini ia sudah menyesali sikapnya. Kini ia benar-benar ingin memperbaiki semuanya.
“Aku akan membantumu!” Tanpa aba-aba Rafel langsung mengalungkan salah satu lengan Agra ke bahunya seraya berbisik. “Atau kau lebih memilih Sekar mengetahui sandiwaramu!” tekannya yang langsung membungkam penolakan Agra.
Agra menatap Rafel terkejut, benar-benar takjub pada temannya itu. Seingatnya ia tidak pernah mengatakan pada Rafel mengenai kebohongannya, kedua orang tuanya pun sudah ia ketik untuk tidak membocorkan sandiwaranya ini pada siapapun.
Oh apakah aktingnya kurang sempurna?
Ia reflek menoleh kearah Sekar, khawatir jika sandiwaranya terbaca juga oleh wanita itu. Tapi tatapan cemas wanita itu sudah menjelaskan jika kecemasannya tidak terjadi.
“Ayolah bro, jangan sampai Sekar melihatmu pip di celana! Itu akan sangat memalukan, percayalah!”
Agra menoleh dan mendapati Rafel mengedipkan sebelah mata padanya—menggodanya. Sementara dari ekor matanya, ia melihat Sekar menahan tawa karena ucapan Rafel.
Sial! Ternyata keputusannya untuk meminta Rafel datang adalah kesalahan besar. Pria itu selain tidak bisa dibohongi juga hobi membuatnya terlihat konyol.
***
Setelah drama toilet, Agra masih dibuat kesal dengan tingkah Rafel. Dari awal kedatangannya, Rafel selalu mengajak Sekar bicara, keduanya tertawa bersama dan mengabaikannya.
“Mas Rafel nggak berubah ya, selalu bikin orang ketawa dari dulu!” puji Sekar tulus usai pria itu memberinya sebuah lelucon yang mengocok perut.
“Itu salah satu kelebihanku dalam memikat wanita!” timpal Rafel dengan nada jemawa.
Tiba-tiba terdengar suara decihan yang membuat Sekar dan Rafel menoleh bersamaan kearah Agra.
“Pasti iri ya bro karena nggak bisa sepertiku?” Rafel menyengir lebar.
Ucapan Rafel tersebut hanya dibalas Agra dengan tatapan tajam, namun hal itu tak membuat Rafel berhenti bicara.
“Oiya Sekar, kalau menurut kamu wanita tuh lebih suka pria sepertiku atau seperti Agra?” Rafel melanjutkan.
Sekar dan Agra reflek berpandangan, pertanyaan yang membuat canggung itu berhasil mengubah situasi menjadi hening.
“Nggak apa-apa jujur raja, tenang aja ada aku! Kamu jangan takut sama Agra!”
Memutuskan kontak matanya dengan Agra, Sekar lantas tersenyum kepada Rafel. “Baiklah aku jujur….” Ia menjeda hanya untuk berdeham. “Wanita tentunya lebih menyukai pria dingin dan pendiam seperti pak Agra, karena pada dasarnya sesuatu yang misterius itu lebih banyak diminati, di banding dengan pria seperti Mas Rafel yang mudah berteman dengan banyak wanita.”
“Loh memang salahnya dimana punya banyak teman wanita? Lagipula mereka hanya sebatas teman!” Rafel menaikkan kedua alisnya.
“Tidak ada yang salah, hanya saja sebagai seorang wanita kita tidak suka melihat pria yang kita cintai memiliki banyak teman wanita.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Dari Masa Lalu
Roman d'amourBlurb: Bertemu kembali dengan Agra adalah hal yang paling di hindari oleh Sekar. Sialnya, pria yang dulu pernah menjadi suaminya itu kini malah menjadi atasannya di kantor. Sekar Pithaloka, 5 tahun lalu pernah menerima permintaan sahabatnya, Tyas un...