Bab 15

5.2K 377 7
                                    

Bab 15

“Apa? Mas Agra kecelakaan?”

***

Setelah mendapatkan informasi dari receipsionist yang berjaga, Sekar langsung menuju ruangan UGD—tempat Agra tengah di tangani saat ini. Tergesah-gesah ia mulai menyusuri lorong rumah sakit hingga ketika langkahnya berhasil membawanya ke ruangan yang ia tuju, tanpa banyak berpikir ia segera memasuki ruangan itu dan langsung bertatapan dengan Agra.

Pria itu tengah berbaring di atas salah satu bangkar yang ada di ruangan tersebut, bertelanjang dada dengan kondisi kepala serta kaki di perban.

“Mas….” Suara Sekar tercekat saat melihat kondisi Agra pasca kecelakaan.

“Dok, bagaimana keadaannya?” Sekar mendekati ranjang dan langsung menanyakan kondisi Agra kepada dokter yang baru saja menangani pria itu.

“Apakah Anda istri Pak Agra?” tanya dokter itu.

Sekar reflek melihat kearah Agra yang berusaha meraih gelas minum di atas nakas sebelum salah seorang perawat membantunya.

“Bukan Dok, saya karyawannya. Tadi saya di kabari oleh pihak rumah sakit tentang kecelakaan yang di alami Pak Agra.”

Dokter itu tersenyum. “Baiklah kalau begitu tanpa berbasa-basi saya harus menyampaikan kondisi Pak Agra kepada Anda. Beliau mengalami patah tulang kaki yang cukup parah, untuk itu kami akan segera menjalankan operasi untuk pemasangan pen di bagian tulang yang patah.”

“Pa—patah tulang?” Sekar menatap kaki Agra dengan rasa kasihan. “Apa tidak ada cara lain selain operasi Dok?” tanyanya.

“Untuk saat ini operasi adalah cara terbaik, khawatirnya jika tidak segara ditangani kondisi Pak Agra akan memburuk.”

“Lakukan yang terbaik Dok!” timpal Agra dengan suara pelan.

Dokter mengangguk sebelum beranjak meninggalkan ruangan, menyisakan Sekar dan Agra disana.

“Keluarga Anda harus diberi tahu soal ini,” cetus Sekar setelah lama terdiam.

“Tidak usah!”

“Tapi Pak….”

“Aku nggak mau buat Mama cemas, lagipula ini bukan hal yang fatal!”

“Apa?” Sekar menatap Agra marah. “Anda mau menjalani operasi dan Anda mengatakan ini bukan hal yang fatal?”

Agra menghela napas. “Maksudku setelah aku menjalani operasi kakiku juga akan kembali seperti semula kan? Jadi ini bukan hal yang serius hingga keluargaku mesti tahu!”

Bibir Sekar menganga kecil, namun ia kehabisan kalimat untuk berdebat. Benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran pria itu.

Setelah perdebatan kecil itu, tak lama datang dua orang perawat yang akan membawa Agra ke ruang operasi untuk pemasangan pen. Sekar mengikuti ketiganya hingga ke ruangan operasi. Berbeda dengan dirinya yang merasa cemas luar biasa, Agra justru tampak sangat santai seakan tak ada sedikit pun kekhawatiran di dalam dirinya saat akan memasuki ruangan itu. Di luar ruangan, Sekar terpaksa menelepon Bu Rina—meminta ijin tidak pulang ke rumah malam ini sekaligus menitipkan Hanum pada wanita paruh baya itu. Sekar menceritakan kejadian sebenarnya supaya Bu Rina dapat memaklumi kondisinya yang tidak bisa meninggalkan Agra sendirian di rumah sakit.

Beberapa jam pasca operasi, Agra belum juga siuman. Sekar masih dengan sabar menjaga pria itu yang kini sudah di pindahkan ke ruang perawatan. Wajah pucat pria itu terus di pandanginya entah sudah berapa lama. Berharap pria itu akan segera membuka mata.

Seharusnya ia tak perlu cemas berlebihan karena dokter sudah menjelaskan operasi Agra berjalan lancar. Namun hal ini mengingatkannya pada masa lalunya, dulu ia pernah kehilangan sang ayah juga karena kecelakaan. Ia tak ingin hal yang sama juga dialami oleh Agra.

Dia Dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang