Bab 22

5.6K 352 15
                                    

Happy reading....

Namun mungkinkah ia berhasil membawa Sekar kembali sementara kemarin ia lihat sendiri Sekar telah memiliki pria lain di hidupnya? Haruskah ia kubur saja harapannya itu dan menerima dengan ikhlas jika dirinya dan Sekar tidak ditakdirkan untuk bersama?

Tetapi ia tidak bisa kehilangan Sekar lagi, perpisahan kemarin sudah cukup membuat hari-harinya menjadi buruk. Lagipula Sekar belum memberinya jawaban yang pasti mengenai alasannya memutuskan pergi. Dan kemarin Agra pergi begitu saja karena hatinya tak sanggup melihat Sekar berpelukan dengan pria lain, bukan karena ia menerima jika ada pria lain di hidup wanita itu.

Tiba-tiba ia terperanjat oleh suara ketukan di pintu yang kemudian disusul oleh kemunculan sang ibu. 

“Ternyata benar kamu sudah pulang, Mama tadi mendapat kabar dari pelayanmu mengenai kepulanganmu.”

Ucapan Dahlia tak membuat Agra terkejut mengingat selama ini sang ibu memang selalu mendapat kabar tentangnya dari pelayan yang bekerja di rumah, jadi meski mereka berbeda rumah tak menjadi penghalang bagi orang tuanya untuk memantau gerak gariknya.

“Ada apa, Nak? Apa Sekar mengetahui sandiwaramu?” tanya Dahlia sembari duduk di tepi ranjang—disebelah sang putera.

“Apa dia marah besar? Haruskah Mama bicara dengannya?” tebaknya lagi meski sang putera tidak menjawab sepatah katapun ucapannya.

Agra menghela napas lelah. “Tidak, Sekar tidak marah karena itu.”

Kening Dahlia mengerut, bingung dengan jawaban sang putera yang setengah-setengah. “Lantas, kenapa kamu terlihat muram? Apa Sekar tidak mau kamu ajak pulang?”

Agra menatap Dahlia terdiam, sang mama sejak dulu memang selalu pandai membaca keadaan dirinya. Bisa jadi karena beliau adalah ibu kandungnya. Jadi meski Agra tidak banyak bicara sekalipun, Dahlia tetap bisa menebaknya.

“Ya Ma, Sekar tidak ingin kembali padaku.” Meski sulit mengakui tapi hal itu tetap harus ia utarakan pada Dahlia yang tidak menyerah mendapat penjelasan darinya.

Dahlia menatap puteranya dengan sedih. “Kamu sudah mengungkapkan perasaanmu padanya Nak?”

Agra kembali bungkam sejenak. Ia memang belum secara gamblang mengutarakan cintanya pada Sekar, tapi dengan berulang kali ia mengatakan bahwa ia menginginkan Sekar, seharusnya wanita itu paham isi hatinya.

“Aku hanya mengatakan kalau aku menginginkannya, ku pikir ini sudah lebih dari cukup untuk menggambarkan isi hatiku yang sebenarnya.” Agra menarik panjang napasnya sebelum menghembuskannya kembali dengan kasar.

Dahlia tersenyum lembut, di sentuhnya punggung tangan puteranya. “Belum Nak, itu masih belum cukup. Kamu harus jujur padanya tentang cintamu padanya. Karena sebagai sesama wanita Mama mengerti perasaan Sekar, kita hanya ingin diyakinkan. Terlebih di masa lalu hubunganmu dengannya kurang begitu baik, kau seharusnya lebih ekstra dalam meyakinkannya.”

“Tapi bagaimana jika Sekar tidak mencintaiku, Ma?” Agra menatap ragu wajah teduh mamanya.

Sang mama kembali senyum saat mendapati wajah pesimis puteranya pertama kali. “Mama ini juga wanita, Agra. Dia mungkin tidak mengatakannya, tapi Mama bisa melihat kalau dia mencintai putera Mama.”

Agra merenungi ucapan Dahlia, tapi ketika melihat tatapan sungguh-sungguh sang mama seketika kobaran semangat tumbuh di hatinya. Tanpa membuang waktu, di rengkuhnya tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.

“Terima kasih Ma.”

Dahlia tersenyum senang seraya membalas pelukan puteranya. “Berjanjilah pada Mama untuk membawa kembali Sekar dan puteri kalian ke rumah ini,” gumamnya pelan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dia Dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang