Bab 19

5K 372 6
                                    

Bab 19

“Saya akan membantumu keluar dari perusahaan ini dan setelah itu kau harus pergi menjauh dari Agra!”

Kalimat itu kembali memenuhi kepala Sekar sebagaimana lima tahun lalu. Benar-benar sulit dimengerti mengapa kini Widari begitu tidak menyukai hubungannya dengan Agra, padahal dulu ia turut serta membujuknya untuk mau menuruti permintaan Tyas yakni menjadi istri kedua Agra. Tapi begitu pernikahannya dengan Agra terjadi, Widari bersikap seakan ia adalah perebut kebahagiaan putrinya. Sikapnya yang dulu hangat pun berubah, tak jarang Widari bersikap ketus padanya ketika bertemu. Puncaknya saat di pemakaman Tyas, Widari memintanya untuk meninggalkan Agra. 

“Nak Sekar?”

Sekar terkesiap saat pundaknya disentuh pelan oleh Bu Rina.

“Eh ibu….” Sekar otomatis bergeser supaya Bu Rina bisa duduk di sebelahnya. Keduanya lantas duduk bersebelahan di tepi ranjang. Ia tahu Bu Rina pasti ingin membahas soal tadi dengannya.

Bu Rina tidak langsung mengatakan maksudnya, ia lebih dulu mengusap kepala Hanum yang tengah tidur. Anak itu pasti lelah usai seharian sibuk membantunya membuat kue untuk di titipkan ke warung-warung.

“Hanum tadi cerita nggak kalau hari ini dia membantu ibu membuat kue?”

Sekar tersenyum. “Lebih tepatnya dia bantu menghabiskan kue-kue dagangan ibu.”

Ibu Rina terkikik. “Itu tidak benar. Tadi Hanum benar-benar membantu ibu,” ralatnya dengan lembut.

Sekar melihat kearah anaknya yang tengah di usap wanjahnya dengan penuh kelembutan. “Maaf ya Bu, aku nggak bisa bantu ibu bikin kue.”

Ibu Rina menarik napas, menegakkan letak duduknya seraya tersenyum lembut kepada Sekar. “Nggak apa-apa, lagipula kamu kan juga mesti kerja.”

Menahan getir Sekar membalas tatapan Bu Rina. Dia sangat beruntung Tuhan mempertemukannya dengan wanita berhati malaikat seperti Bu Rina yang memberi ia dan Hanum tumpangan serta kasih sayang.

“Nak yang kau katakan tadi mengenai Dhafi apakah benar?” Bu Rina melempar pertanyaan, membuat Sekar terkesiap dari renungannya.

Sekar mengangguk dengan wajah tersenyum.

“Tapi bagaimana bisa?” Bu Rina menatap Sekar dengan penasaran, sebelumnya ia tidak berani bertanya lebih banyak karena ada Hanum diantara mereka, karena selama ini Hanum masih belum tahu jika Dhafi berada di penjara.

Sekar menggenggam tangan Bu Rina. “Tentu saja bisa Bu, karena Dhafi tidak bersalah!”

“Itu ibu tahu, tapi persoalannya kita sama-sama tahu betapa liciknya Hendri Darmawangsa! Pria itu tidak mungkin membebaskan Dhafi sebelum ia bisa mendapatkanmu!” Bu Rina menatap dalam wajah wanita ayu di hadapannya dan berhasil menangkap kegusaran di sepasang mata yang ia tatap. “Jangan bilang kalau kamu….”

“Tidak Bu, aku bersumpah aku tidak menyerahkan diriku kepada pria tua itu!” Sekar bersumpah dengan menahan air mata.

Bu Rina menghembuskan napas, terlihat sangat lega mendengar penjelasan Sekar. “Syukurlah ibu senang mendengarnya, tapi nak … kamu harus menjelaskan pada ibu siapa yang telah membantu kita untuk membebaskan Dhafi, karena ibu perlu berterimakasih pada orang itu.”

“Orang itu….” Suara Sekar tercekat, saat sesak yang menekan membuatnya tak sanggup melanjutkan.

Tanpa kata Bu Rina mengalungkan lengannya ke tubuh Sekar, membawa wanita itu ke kehangatan pelukannya. Dan disaat itulah tangis Sekar meledak, Sekar tidak lagi berusaha mengontrol kesedihannya. Malam itu, Bu Rina yang merasa kasihan tidak lagi mendesak Sekar untuk bercerita, ia membiarkan Sekar menangis di dalam pelukannya—menunggu kapan wanita itu akan mau membagi bebannya.

Dia Dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang