Bab 21
“Kenapa melamun terus?” tanya Dhafi saat mendapati Sekar terlihat melamun sepanjang perjalanan pulang mereka ke rumah menaiki taksi.
“Tidak apa-apa, aku hanya terlalu senang melihatmu sudah bebas, jadi rasanya masih kayak mimpi,” kilah Sekar seraya menggenggam jemari Dhafi. “Oiya, ibu sudah tahu kan kalau kamu sudah keluar?” lanjutnya.
“Tentu.” Dhafi membalas genggaman tangan Sekar. “Aku lebih dulu pulang ke rumah sebelum mencarimu,” jawabnya sumringah.
“Bu Rina pasti sangat senang melihatmu bisa pulang.” Sekar membayangkan wajah haru penuh kebahagiaan Bu Rina.
Dhafi tersenyum getir. “Ibu pasti banyak menangis selama aku di penjara.”
“Tidak, Bu Rina adalah ibu yang kuat. Beliau justru lebih banyak menghiburku dan Hanum selama kamu nggak ada.” Sekar mengenang hari-hari kelam kemarin dengan denyutan dihati.
Senyuman Dhafi mengembang lebar. “Jangan bilang karena kalian terlalu merindukanku.” Ia lantas menyenggol bahu Sekar, menggoda wanita itu agar tak lagi bersedih.
Sekar menepuk bahu Dhafi, namun senyuman yang sesaat tercipta berhasil terhempas kembali. “Berjanjilah jangan melakukan apapun lagi untuk diriku, apalagi jika apa yang kau perbuat itu merugikanmu dan juga Bu Rina,” pintanya dengan sungguh-sungguh.
Dhafi terdiam cukup lama, wajah cerianya sudah berganti tatapan yang dalam. “Apapun akan aku lakukan demi dirimu dan Hanum, bahkan jika itu harus mengorbankan nyawaku.” Tak menunggu lama, ia kembali menggenggam tangan Sekar dan membawanya ke bibirnya, mengecupnya lembut.
Kata-kata Dhafi membuat hati Sekar tersentuh. Ia akui selama 5 tahun ini sudah banyak yang Dhafi lakukan untuknya—sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan dari pria manapun. Bohong, jika sekali saja hatinya tidak pernah tergugah, ia bahkan pernah mempertimbangkan untuk menerima cinta pria itu. Hanya saja sekarang keadaannya berbeda, sejak ada Hendri Dharmawangsah di tengah mereka. Kedekatan mereka akan sangat membahayakan Dhafi, sebab pria tua itu akan melakukan apapun untuk menyingkirkan pria-pria di sekitarnya demi bisa mendapatkannya. Hendri Dharmawangsa terlalu kuat untuk Dhafi yang hanya seorang pemuda biasa. Sekar bukannya meragukan kemampuan Dhafi, hanya saja kejadian di penjara ini sudah cukup membuatnya trauma. Ia tak ingin lagi membahayakan Dhafi di hidupnya, karena bagaimanapun pria itu berhak mendapatkan kehidupan yang layak jauh dari ancaman seorang pria tua gila yang berbahaya.
Keduanya tidak lagi saling bicara. Sekar menyadari percuma saja mendebat kata-kata Dhafi. Seberapa banyak pun ia meminta Dhafi untuk menjauh, pria itu tidak akan menuruti kata-katanya. Jadi dari pada ia mengharapkan sesuatu yang tak akan mungkin terjadi, lebih baik ia saja yang pergi dengan membawa Hanum dari kehidupan pria itu.
***
“Ma, kita ada dimana?”
Suara Hanum yang baru terbangun reflek membangunkan Sekar dari tidur ayamnya.
“Hanum udah bangun ya?” Sekar mengusap kepala putrinya—merapihkan anak-anak rambut yang berjatuhan di wajah sang puteri.
“Ma, kenapa kita ada disini? Kita mau kemana Ma?” tanya Hanum dengan bingung, wajahnya kecil celingukan memperhatikan kursi-kursi di sekitar mereka yang dipenuhi oleh wajah-wajah yang tidak ia kenali.
“Kita sedang naik bus, Sayang. Hanum bukannya pengen naik bus kan?” Sekar berusaha menenangkan sang puteri yang terlihat panik.
“Tapi untuk apa kita naik bus, Ma? Lalu Oma dan Om Dhafi mana? Kenapa mereka tidak ikut juga?” cecar Hanum yang masih celingukan di dalam bus—berharap dapat menemukan wajah-wajah yang ia kenali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Dari Masa Lalu
RomanceBlurb: Bertemu kembali dengan Agra adalah hal yang paling di hindari oleh Sekar. Sialnya, pria yang dulu pernah menjadi suaminya itu kini malah menjadi atasannya di kantor. Sekar Pithaloka, 5 tahun lalu pernah menerima permintaan sahabatnya, Tyas un...