Bab 03

8.4K 581 21
                                    

Holla aku kembali....

maafkan karena baru bisa update hari ini....

Happy reading....

 "Aku nggak tahu harus ngomong apa lagi sama kamu, kamu udah banyak ngebantu aku dan juga Hanum."

"Kalau begitu jangan bilang apa-apa, apalagi bilang terimakasih, kamu sudah hampir setiap hari mengucapkannya," sindir Dhafi sebelum tersenyum saat membalas tatapan Sekar.

Saat ini di ruangan itu hanya ada mereka usai kepulangan Bu Rina dua jam lalu.

"Aku nggak tahu gimana nasib aku dan Hanum kalau nggak ada kamu dan Bu Rina." Sekar tersenyum getir teringat akan semua kebaikan yang Dhafi dan ibunya lakukan—mereka memberinya tempat tinggal dan juga menolong persalinannya.

"Bisa tidak berhenti mengatakan itu?" Dhafi menarik napas. "Ibu pasti sedih dengar kamu lagi-lagi ngomong begitu."

Sekar mengigit bibirnya yang bergetar lantaran tangis yang tertahan. "Maaf, hanya saja aku merasa tidak enak hati karena aku dan Hanum selalu merepotkan kalian." Memalingkan wajahnya, lalu menyeka sudut mata.

Dhafi menatap Sekar lekat, ia mengerti yang wanita itu rasakan, Sekar pasti tak enak hati padanya mengingat telah banyak yang ia lakukan untuk membantu ibu dan anak itu. Seperti hari ini, karena tahu Sekar tidak memiliki uang, maka ia yang membayar biaya rumah sakit Hanum. Mulanya Sekar menolak bantuannya, tapi karena tak ada jalan keluar sementara Hanum membutuhkan pengobatan maka dengan sangat terpaksa Sekar mau menerima bantuannya. Sungguh, ia hanya ingin Sekar tahu jika ia tulus membantu mereka meskipun berulang kali cintanya di tolak oleh ibu satu anak itu.

"Aku dan Ibu tidak merasa di repotkan oleh kalian, jadi jangan merasa sungkan terhadap kami. Karena kami sudah menganggap kalian adalah bagian dari keluarga kami." Jemari Dhafi mengepal, menahan dorongan untuk menyentuh wanita di hadapannya yang terlihat sedih.

Dengan sendu, Sekar membalas tatapan Dhafi. Meski sudah mendengar jawaban Dhafi, tak lantas membuat Sekar merasa tenang. Sebab ia tahu jika Dhafi dan Bu Rina juga bukan orang-orang berkecukupan yang memiliki banyak uang. Bu Rina hanyalah seorang single parent yang bertahan hidup dari uang gaji putra semata wayangnya serta uang pensiunan almarhum suaminya yang sebagian besar ia gunakan untuk memberi makan anak-anak terlantar di rumah singgah miliknya. Apalagi sejak ia di berhentikan dari pekerjaan lamanya, ia tidak lagi bisa membantu Bu Rina dalam memberi makan anak-anak disana. Beberapa bulan ini keberadaannya dan Hanum disana hanya menambah beban Bu Rina dan Dhafi.

"Aku janji jika aku dapat pekerjaan baru nanti, gaji pertamaku akan aku berikan untuk membayarmu," gumam Sekar.

Dhafi menghela napas sebelum mengacak-ngacak rambut Sekar. "Jangan di pikirin! Lagian memangnya kapan aku bilang kamu harus ganti?"

Sekar merapikan ikat rambutnya. "Kamu memang nggak pernah bilang, tapi aku yang pengen mengganti uangmu!" tegasnya.

"Dasar keras kepala!" Dhafi lantas menarik ikat rambut Sekar.

Sekar melotot, kesal karena kebiasaan Dhafi yang suka menarik lepas kuncirannya. "Dhafi jangan becanda, sini kembalikan!"

"Ambil aja kalau bisa!" Dhafi sengaja menggenggam tinggi ikat rambut itu supaya Sekar tidak dapat menjangkaunya.

Sekar berdecak kesal, lalu memilih duduk di kursi di sebelah ranjang Hanum—pasrah membiarkan rambutnya tergerai menutupi leher dan bahunya.

"Begitu kan lebih baik, kamu terlihat lebih cantik dengan rambut tergerai," ungkap Dhafi, sebenarnya di ikat maupun di gerai Sekar tetap terlihat cantik. Namun Dhafi tidak suka Sekar memperlihatkan lehernya pada semua orang.

Dia Dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang