part 03

4.7K 424 1
                                    

Kemarin Felix habiskan dengan ketujuh anak-anaknya karena tidak ingin terpisah dengan papa mereka sehingga mereka tidur di istana ratu.

Hari ini setelah Felix mengantar mereka untuk belajar dia memutuskan untuk pergi ke istana pangeran dia ingin mengunjungi putranya pangeran kedelapan.

Kehadiran Felix di istana pangeran mengejutkan pelayan dan penjaga yang ada di sana, meski mereka telah mendengar perubahan sang permaisuri yang mendadak tetapi mereka masih kaget dengan kunjungan Felix kesana, pasalnya selama ini Felix tidak pernah menemui anak-anaknya dan selalu anak-anaknya yang ke istana ratu itupun selalu kena marah.

"Yang mulia ada yang bisa kami bantu?" Kepala pelayan bertanya, meskipun tubuhnya sedikit gemetar namun tidak mungkin hanya diam dan tidak bertanya.

"Apakah pangeran kedelapan ada di kamarnya?"

"Iya yang mulia pangeran ada di kamarnya, ada dokter juga di sana." Jawab kepala pelayan itu masih menundukkan kepalanya.

"Umm baiklah terima kasih." Felix menjawab dengan suara lembut dan apa yang mereka barusan sang permaisuri berterima kasih? Benar-benar sebuah keajaiban.

Felix meninggalkan mereka yang masih terdiam, dengan kepala pelayan yang memegang dadanya.

"Tolong pukul aku."

Plak

Pelayan di samping kepala pelayan itu langsung memukul lengannya dengan sedikit keras, namun dia tidak marah malah meneteskan air mata.

"Hey ada apa apa aku memukul terlalu keras."

"Tidak, ratu kita sudah kembali." Kepala pelayan itu pergi dari sana dengan tersenyum bahagia.

Felix memasuki ruangan pangeran kedelapan, dokter dan penyihir yang ditugaskan disana langsung menunduk diri saat melihat yang datang adalah permaisuri.

Felix dapat melihat putranya yang berusia lima tahun tubuhnya sangat kecil dan sedikit kurus berbaring di atas tempat tidur, kulitnya begitu putih dan halus menandakan dia sangat dirawat dan tak pernah keluar, dari melihat saja Felix tahu tubuh anaknya begitu rapuh dan sewaktu-waktu bisa hancur bahkan jika hanya tersenggol, penyesalan kembali memenuhi hatinya melihat keadaan sang putra dia selama ini begitu egois hanya mementingkan dirinya sendiri berusa meraih sesuatu yang tidak akan pernah diraihnya dan melupakan anak-anaknya, sekarang dia hanya bisa meneteskan air mata.

"Bagaimana keadaannya?" Felix bertanya mendekati putranya yang sepertinya tertidur.

"Tidak ada perkembangan yang mulia, tubuh pangeran harus selalu diberi energi karena dia tidak punya inti sihir." Jawab Johaa penyihir yang menangani pangeran kedelapan.

"P-permaisuri..." Felix yang mengelus rambut Yonghyun menengok melihat putranya saat dia mendengar suara kecil yang sedikit gagap memanggilnya.

"Kau terbangun sayang, apa papa membangunkanmu." Felix membantu Yonghyun yang ingin membangunkan badannya, dan mengangkatnya ke pangkuannya.

"P-papa?" Yonghyun yang dipangku Felix memandang wajah sang papa dengan mata bulatannya, apa dia bermimpi sekarang?

"Iya sayang, mulai sekarang panggil papa ok, jangan panggil permaisuri lagi." Ujar Felix mengelus pipi mulus putranya yang seputih susu.

Melihat pemandangan di depan mereka dokter dan penyihir di kamar itu kaget dengan permaisuri mereka yang berbicara sangat lembut, meskipun selama ini dia memang tidak pernah membentak pangeran kedelapan karena memang pangeran kedelapan jarang sekali meninggalkan istana pangeran, namun tetap saja permaisuri yang mereka kenal sekitar empat tahun terakhir tidak akan pernah berbicara selembut ini.

"Sayang apa ada yang sakit?" Felix kembali bertanya sambil mengelus-elus rambut Yonghyun.

"Tidak ada papa, tubuh Yonghyun memang lemah tapi sekarang baik-baik saja." Ujar Yonghyun dengan semangat di wajahnya.

Felix bercerita sebentar dengan putranya itu sebelum menyuruh pelayan masuk untuk menjaga Yonghyun sebentar karena dia ingin berbicara dengan dokter dan penyihir Yonghyun.

"Yang mulia ada apa?" Dokter Dan bertanya saat mereka memasuki ruang khusus yang masih berada di dalam kamar pangeran kedelapan.

"Apa putraku bisa sembuh jika memiliki inti sihir?" Felix bertanya, sebelumnya dia sudah tahu kalau seseorang tanpa inti sihir akan sangat rentan dan kebanyakan dari mereka tidak bertahan lama dia juga tahu kalau seseorang bisa diberi inti sihir namun dia memilih memastikan dengan bertanya terlebih dahulu bagaimanapun Dan dan Johaa lebih tahu tentang itu terutama Johaa.

"Iya yang mulia memang hanya itu jalan keluar untuk kesembuhan pangeran." Johaa menjawab Felix  dengan yakin.

"Apa kau bisa melakukan pemindahan inti sihir?"

"Saya bisa yang mulia."

"Baiklah aku sudah membuat keputusan, aku akan mendonorkan inti sihirku pada putraku." mendengar ucapan Felix mereka berdua membelalakkan matanya.

"Aku tidak setuju." ujar Jiwoo entah kapan sudah ada dalam ruangan bersama Jiwon.

"Yang mulia apa kau tahu konsekuensinya mendonorkan inti sihirmu kau bisa saja meninggal." Jiwon berbicara dengan nada sedikit membentak.

"Jiwon aku sudah tahu konsekuensinya, lagipula lebih baik aku yang meninggal daripada anakku, dia masih sangat muda masa depannya masih panjang." ujar Felix yakin.

"Tapi yang mulia..."

"Jangan khawatir kalian tahu bukan aku punya tiga inti sihir, kehilangan satu tidak akan apa-apa."

"Yang mulia tapi ketiga inti sihir anda merupakan satu kesatuan, akan ada konsekuensinya jika mereka dipisahkan, betul kata Jiwon anda bisa meninggal." Johaa kembali mengingatkan.

"Aku siap dengan konsekuensinya, dan ini perintah." Felix berujar dingin memandang mereka.

"Johaa persiapan secepatnya, lebih cepat kita melakukannya maka lebih cepat putraku sembuh." Felix berujar dingin lalu meninggalkan ruangan itu.

Felix kembali dari ruangan tempat mereka berdiskusi dan menuju ke ranjang putranya, dia menyuruh pelayan yang menjaga Yonghyun pergi setelah dia datang.

"Sayang apa kau ingin keluar, ke taman atau ketemu kakak-kakakmu?" Felix bertanya pada sang putra bungsu yang ada dalam pangkuannya.

"Apa boleh keluar?" Yonghyun bertanya dengan nada begitu lembut dan pelan seakan jika berbicara dengan nada keras maka saat itu juga tubuhnya bisa hancur.

"Dan apa aku bisa membawanya keluar dari kamar?"

"Silahkan yang mulia, namun jangan biarkan pangeran berjalan kaki." Jawab dokter Dan.

"Sayang ayo kita ke taman." Felix menggendong tubuh putranya dengan mudahnya.

Saat perjalanan ke taman Yonghyun tidak pernah mengalihkan pandanganya dari wajah Felix, tangannya terulur untuk menyentuh wajah sang papa dia masih belum percaya kalau ini bukan mimpi, sedangkan Felix hanya tersenyum lembut untuk sang putra sambil beberapa kali mengecup tangan mungil Yonghyun.

Tanpa mereka sadari tingkah mereka berdua dari tadi diperhatikan oleh seseorang.

"Pangeran keempat permaisuri memang dari kemarin menghabiskan waktunya dengan anak-anaknya." Asisten pribadi yang berdiri di samping Hyunjin memberi tahu saat melihat wajah bertanya dari tuannya.

"Apa itu taktik barunya." gumam Hyunjin lalu pergi dari sana.

Tbc

Δεύτερη ευκαιρία (second chance) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang