"Sebenarnya bukan itu, tapi aku yakin kau pasti mengharapkannya," jawabnya, tanpa berpikir dua kali. Sebuah tindakan bodoh yang dia lakukan, mengungkapkan bahwa dia berbohong dengan begitu mudahnya. Dia tidak bisa menahan diri. Dia ingin bertemu dengan Blaire lagi. Untuk kedua kalinya, atau tiga, empat atau lima. Dia ingin menghabiskan waktu bersama Blaire lebih lama dari pertemuan ini. Disisi lain dia sadar bahwa kemungkinan kecil itu ada.
satu-satunya masalah yang menghalangi adalah tugas, tanggung jawab, bisnis, dan target. Tidak perduli seberapa kuat ketertarikannya terhadap Blaire, pada akhirnya, Blaire tetap akan mati. Dia tak cukup mengenal Blaire namun jika mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan Blaire, mungkin dia tidak akan berpikir dua kali lagi.
Dia tahu nilainya, dia tahu betapa berharganya dia bagi Firma Crimson Eclipse. Kematiannya bisa merenggut nyawa rekan-rekannya. Dia baru mengenal Blaire beberapa jam.
Sialan!
Itu dia letak salahnya. Dia tahu itu benar dari awal. Seharusnya Bjorn bangun dan pergi, tapi dia tidak bisa. Dia terus menyisir rambut Blaire dengan tangannya seolah-olah ini terakhir kalinya dia bisa menikmati rasa yang sempurna.
Dia tahu dia akan bertemu lagi dengan Blaire ... dan itu membuat perutnya mual. Seperti ada sekelompok kupu-kupu yang berterbangan di dalam sana.
Sesuatu berbunyi. Blaire mendapat pesan dari lubang suara ditelinganya. Itu Damian "Blaire, kau dimana? mereka sudah mengevakuasi semua orang. Apakah kau masih di atas? Mereka hilang, tidak ada korban jiwa, hanya beberapa yang terluka. Kau aman untuk keluar sekarang. Blaire?"
Bjorn memperhatikan Blaire. Wanita itu tidak memperhatikannya lagi. Ekspresi Bjorn berubah menjadi gelap dan dingin.
"Apakah itu pacarmu? Yang tadi?" Tangannya masih berada di rambutnya.
Blaire meraih lubang suara sehingga Bjorn tidak bisa mendengarnya. "Kelihatannya kau adalah orang yang penasaran?" Blaire berbisik pada si pirang yang masih dia kangkangi.
"Blaire, aku sedang menuju tangga, diamlah di sana," kata Damian melalui lubang suara, dia tidak bisa lagi mendengar Blaire.
"Kau pasti suka posisi ini kan? Kuakui, aku tertarik," goda Bjorn.
Lagi-lagi wajahnya memerah karena marah dan malu disaat yang bersamaan.
"Diam!" Kata Blaire, akhirnya dia berdiri. dengan pistol yang masih ada ditangannya, dan tangan satunya yang menutup pipinya. Ini adalah pengalaman yang baru, namun seiring waktu, si pirang berhasil membuatnya kesal
"Sebaiknya aku segera pergi," katanya sambil bangkit berdiri, "Aku tidak ingin terlibat masalah antara kau dan um, calon suamimu." Dia menyeringai licik dan menggoda.
"Semoga beruntung, cantik. Lain waktu mungkin pistolku yang akan melekat di dahimu." kata Bjorn lagi. Blaire masih berusaha memproses apa yang dia katakan.
"Aku akan mencoba untuk membunuhmu lain waktu." katanya pelan. Blaire hampir tak bisa mendengarnya.
"Apa?"
Saat itulah terdengar langkah kaki mendekati ruangan. Sial, Bjorn terlambat untuk keluar melalui pintu, akan terlihat terlalu mencurigakan jika Damian melihatnya.
Blaire memperhatikan Bjorn yang masih menatapnya dengan senyum licik. Seketika, saat Damian semakin dekat, Bjorn memilih jendela.
Dia keluar lewat jendela.
Si brengsek!
Blaire dengan segera bergegas ke jendela di mana Bjorn melompat untuk melarikan diri. Dia menatap ke bawah untuk memastikan tak ada mayat di sana. Dia sudah pergi.

KAMU SEDANG MEMBACA
ᴅᴀʀʟɪɴɢ ᴋɪʟʟᴇʀ
Fantasy"𝑆𝑎𝑡𝑢 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑘𝑖𝑡𝑎 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑚𝑎𝑡𝑖. 𝐸𝑛𝑡𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑢 𝑎𝑘𝑢, 𝑎𝑡𝑎𝑢𝑝𝑢𝑛 𝑘𝑎𝑢, 𝐵𝑗𝑜𝑟𝑛." Blaire Svajone mendapat perintah untuk membunuh seorang assasin berbahaya dari organisasi Crimson Eclipse. Nama yang tertera pada no...