Blaire berdiri didepan cermin, menatap bayangannya dengan lesu. Dia tahu, dia sangat cantik, tapi bercak merah masih kelihatan disana. Blaire mengacak rambutnya frustasi, mengingat hari kemarin begitu sulit untuk dia lewati. Cupang sialan masih ada, tapi sudah tidak terlalu menonjol seperti kemarin.
Blaire menuang foundation di kuasnya, lalu mengelusnya ke leher. Kali ini dia mengenakan make-up untuk menutupi bekas sialan itu dan mengenakan baju yang terbuka di bagian lehernya agar tidak membekas di pakaiannya.
Hari ini, waktu terasa sangat cepat. Blaire menemukan dirinya sedang duduk bersama Elycia, Mattheo, Chester dan Electra. Mereka duduk saling berhadapan sambil menyantap makan siang mereka. Sesekali Blaire mendengar lelucon dari Mattheo dan Chester yang membuat mereka tertawa renyah. Sementara Ravenna, mungkin karena dia tidak tahan dibuat tertawa, sesekali dia menikmati kepala Chester dan Mattheo agar mereka berhenti.
Mata Blaire tak sengaja menatap bayangan Damian yang sedang bercerita dengan Letta dan Rhys. Mereka adalah orang paling sibuk karena selalu berurusan dengan dokumen dan informasi lainnya. Setelah makan siang berakhir, seperti biasanya, Blaire akan mengisi formulir, menuliskan laporan dan membantu Letta untuk menyusun berkah lainnya. Sesekali dia juga harus berurusan dengan Laptopnya untuk memindahkan softcopy ke device yang aman. Sampai tiba waktunya untuk pulang, Damian menyusul Blaire sambil memanggil namanya.
"Ada apa, Damian?" tanya Blaire berusaha berlaku normal.
"Kau tahu," Damian menatap Blaire dan mencondongkan tubuh ke samping telinganya dengan senyum kecil yang terangkat. "kau tak perlu menyembunyikan cupang di lehermu padaku. Lain kali, katakan saja. Sungguh, aku tidak masalah dengan hal itu."
"A-apa?" kata Blaire kikuk sambil menutupi lehernya.
"Yang di sana. Aku sudah melihatnya sejak tadi. Kau pintar juga menutupinya, tapi tetap saja itu masih kelihatan." kata Damian.
"Kenapa kau diam saja? Aduh, Damian. Ini sangat memalukan. Sialan! Lagian aku sudah capek menutupinya." kata Blaire.
Dia berhenti saat sudah tiba di parkiran dengan Damian yang masih berada disana.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Damian masih memperhatikan Blaire.
Blaire mengambil tissue dan mulai menghapus rasa yang menutupi bekas itu di lehernya.
"Damian, tolong jangan beritahu siapapun, ya. Kumohon. Ini sangat memalukan, astaga. Aku tidak percaya ini semua." kata Blaire sedikit merengek.
"Kau kelewatan merengek kali ini. Kau beruntung tidak ditangkap Christopher dan Rex dari firma sebelah. Oh, apa jangan-jangan si pirang waktu itu adalah pacarmu ya? Shh-"
"Diamlah, Damian, Dia bukan pacarku."
"Apa iya?" godanya.
Sialan!
"Aku tidak ... Aku hanya ... Tidak. Aku akan pergi sekarang." kata Blaire. Akhirnya dia kehabisan kata-kata kali ini. Pipinya merona.
"Terserah katamu, cengeng."
"Oh, persetan denganmu." Blaire segera naik ke mobil dan menutup pintunya saat dia melihat Damian tertawa.
Hari semakin malam, Blaire lapar dan dia memutuskan untuk ke restoran. Setelah berkeliling jalanan dengan mobil, dia memutuskan untuk berhenti di salah satu restoran yang kelihatan tidak terlalu ramai.
Sengaja dia memilih tempat itu agar terjauhkan dari hal yang mungkin bisa membawanya ke dalam masalah. Kali ini Blaire tak membawa senjata. Lagian dia tak bisa dengan komitmen tempat kerjanya untuk selalu membawa pistol. Maklum saja, seberat itu tugas seorang assassin. Apalagi Blaire seorang hacker yang direkrut langsung oleh CEO dari Midnight Ravens.
![](https://img.wattpad.com/cover/357976681-288-k548801.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴅᴀʀʟɪɴɢ ᴋɪʟʟᴇʀ
Fantastik"𝑆𝑎𝑡𝑢 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑘𝑖𝑡𝑎 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑚𝑎𝑡𝑖. 𝐸𝑛𝑡𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑢 𝑎𝑘𝑢, 𝑎𝑡𝑎𝑢𝑝𝑢𝑛 𝑘𝑎𝑢, 𝐵𝑗𝑜𝑟𝑛." Blaire Svajone mendapat perintah untuk membunuh seorang assasin berbahaya dari organisasi Crimson Eclipse. Nama yang tertera pada no...