Baru juga masuk, Mila dan yang lainnya ternganga lebar oleh luas dan megahnya pesantren ini. Bahkan mereka melihat beberapa gedung bertingkat 5 sampai 7. Dari depan tidak terlalu terlihat karena dinding pagar yang menjulang tinggi menghalangi pandang mereka tadinya.
"Woaahh!!!" Mila terkagum-kagum. Yang lin juga seperti itu. Ia melihat gedung bertingkat 7 pertama. Sangat mewah dengan warna putih dan emasnya seperti istana. Di sisi lain gedung itu juga terdapat gedung bertingkat yang sama persis.
"Nah kalau ini asramanya para santriwati, di ujung sana asramanya para santri kami. Total kurang lebih kami memiliki 12.000 santri dan santriwati yang masih aktif belajar di sini. Mulai dari jenjng sekolah TK, SD, SMP, SMA, bahkan Mahasantri juga kami miliki."
"Gila .... Ini beneran pesantren apa sekolah internasional?" Gumam Mila yang lagi-lagi terkagum-kagum. Bahkan pesantren yang ayahnya miliki di kota juga kalah megah dan kalah banyak dengan pesantren ini batinnya.
"Kalau yang ini adalah gedung tempat para santri dan santriwati kami belajar. Lalu yang itu lapangan olahraganya. Di belakang sana juga ada kolam renang. Kami juga menyediakan tempat gym."
"Kalau ini kantin. Kami pisah antara santri dan santriwati juga demi kenyamanan dalam menuntut ilmu agama."
"Lalu yang ini kebun pesantren. Biasanya para murid-murid kami suka menanam juga di sini. Kalau sudah waktu panen hasil, kami akan melakukan acara syukuran dengan masak dan makan bersama."
"Nah ini adalah area peternakan. Mulai dari sapi, kambing, ayam, bebek, bahkan kuda juga kami ternak di sini. Semuanya di kelola oleh para santri dan santriwati kami. Bahkan kami latih untuk berdagang sejak dini."
Tak habis pikir. Mila dan teman-temannya benar-benar dibuat tercengang sepanjang perjalanan. Kalau penjara sucinya semewah ini sih siapa saja tidak akan menolak untuk dimasukkan ke pesantren.
"Pak Kiyai, Bu nyai, ini pesantren apa apartemen kawasan elit yah? Mewah banget, jadi pengen tinggal di sini aja." Sahut Mila dengan polosnya.
Pak Kiyai dan Umi Iyas dibuat tertawa kecil. "Alhamdulillah Bu Dokter. Kami juga tidak menyangka rezeki yang Allah kasih bisa semelimpah ini. Dulu juga pesantren kami hanya sebatas dua gedung saja. Tidak sampai 200 meter luasnya. Tapi Allah benar-benar maha baik, sampai mempercayakan amanah sebanyak ini kepada kami."
"Masya Allah. Oh iya, Bu nyai sama pak Kiyai biar kit lebih krab, gak usah panggil saya bu dokter. Panggil aja Mila. Kalau di panggil bu dokter, saya jadi canggung gimana gitu dengernya hehe." Pinta Mila yang benar-benar canggung jika dilihat dari ekspresinya sekarang yang sudah menggaruk-garuk tengkuknya yang sebenarnya tak gatal.
Pak Kiyai dan Umi Iyas akhirnya maklum dan mengiyakan permintaan Mila.
***
Sampailah di ndalem, rumah pak Kiyai Abdurrahman dan Umi Iyas. Mil dan lainnya benar-benar dijamu dengan baik. Tidak ada pembantu, Umu iyas mengerjakan itu sendiri. Bolak-balik ke dapur mengambil makanan untuk para tamunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Sayangnya Gus
General FictionKehidupan Gus Ihzam sangatlah ketat dan penuh aturan agama yang selalu membatasinya. Hingga takdir mendatangkan seorang gadis kota yang super gila di dalam hidupnya. Merenggut hidup tenagnya dan menggantinya dengan kehidupan penuh kewaspadaan. Bagai...