01

205 11 8
                                    

Hai!

Bertemu lagi dengan Nidaaa

Sebelumnya cerita ini sempat aku publish sampai bab 7, tapi aku ngerasa kurang dengan ceritanya, alhasil aku rombak sedikit agar bisa ngena ke hati kaliann

Semoga dengan versi ini, kalian suka, ya!

Happy reading

---

"Sekian pertemuan hari ini, saya harap acara dies natalis nanti bisa berjalan dengan lancar." Suara sang ketua DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa) menyeruak di dalam ruangan, semua anggota tentunya mengaminkan dan mereka bergegas pergi setelah rapat ini ditutup.

Saat keluar dari ruang DPM, Gayatri—atau yang biasa disebut dengan Aya menghela nafasnya, ia seperti mendapatkan angin kesegaran karena sudah terbebas dari sesaknya ruangan itu.

"Berasa abis keluar dari goa, ya," ucap Anin yang membuat Aya tertawa. Mereka kembali berbincang sembari berjalan ke area parkiran fakultas.

"Tau sendiri, lah, ruangan DPM sesaknya minta ampun." Anin mengangguk setuju, ruangan yang luasnya tak seluas kamar kost itu memang sudah menjadi ciri khas DPM—sesak, sempit, dan lembab.

"Ya ... gitu, deh. Eh, lo nebeng gue, 'kan? Atau mau pake trans?"

"Nebeng kamu aja, lumayan ngirit ongkos." Aya menyengir, hal itu membuat Anin geleng-geleng kepala.

"Nasib anak kost. Yuk, ah! Keburu malam nanti." Parkiran fakultas yang sudah longgar itu memudahkan Anin untuk mengambil motornya yang berada di depan, setelah menyalakan kuda besi itu dirinya segera mengode Aya untuk menaikinya.

Suasana kampus cukup sepi, mungkin karena hari yang akan berganti malam dan area FIB (Fakultas Ilmu Budaya) yang cukup rindang. Tentunya hal itu memicu rasa merinding di antara keduanya.

"Aya, ajak gue ngobrol, dong! Gue agak takut, nih, di sini." Aya mengulum senyum, ia berniat menjahili sahabatnya itu dengan berpura-pura diam di belakang.

Anin yang tak mendengar suara sang sahabat sedikit merinding, ia memanggil kembali dengan suara lirih, "Aya?"

"Iya, kenapa?" Mendengar nada yang cukup lirih itu, Anin segera menambah kecepatan laju motornya agar bisa keluar dari area fakultas.

Seketika Aya tertawa, ia merasa lucu dengan reaksi yang diberikan oleh Anin. "Hahaha, kenapa ngegasnya kenceng banget, sih? Nggak ada apa-apa juga."

Anin mendengus kesal, ia kembali menambahkan kecepatan yang membuat Aya sedikit terjungkal.

"Ih, kalo aku jatuh gimana?! Ngadi-ngadi kamu." Anin mengejek Aya melalui spion, ia merasa puas karena bisa mengerjai Aya sebagai balas dendamnya.

"Salah siapa lo nakut-nakutin gue, mana suara lo kayak film-film horor yang gue tonton lagi." Aya cekikikan tak jelas, Anin yang mendengarnya hanya bisa melengos kesal.

"Makanya jangan keseringan nonton film horor, jadi parno gini, 'kan?" Anin tak menggubris perkataan sahabatnya itu, ia memilih fokus ke jalanan yang sedikit lengang dari biasanya.

Setelah sampai di depan kost milik ibu Wati, keduanya masuk dengan langkah perlahan. Aya mengucapkan terima kasih dan dirinya segera menuju ke lantai atas tepat kamar kostnya berada.

Saat memasuki kamar kost, ia seperti melupakan sesuatu. Setelah menggeledah isi tasnya, ia baru menyadari jika ponselnya tertinggal di ruang DPM.

Segera saja dirinya pergi menuju kamar kost milik Anin, ia membuka pintu itu dengan nafas ngos-ngosan.

KatresnanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang