Haloo
Kembali lagi dengan Aya dan Aji
Happy reading
---
Mendengar deringan telepon dari atas nakas membuat tidur Aya terganggu, akhirnya gadis itu memilih mengangkatnya sembari mengumpulkan nyawa yang belum sepenuhnya muncul.
"Assalamu'alaikum Aya, maaf banget ganggu waktu tidur kamu. Tapi saya minta tolong banget sama kamu, tolong bantuin saya buat bubur, ya? Mbak Indi ngidam pengin dibikinin bubur sama saya."
"Wa'alaikumussalam, jam berapa, Mas, bikinnya?"
"Sekarang, hehe. Saya jemput kamu, ya? Maaaaffff bangettt."
Seketika mata Aya melebar, ia melihat ke arah jam yang masih tertera di angka empat. Yang benar saja?
"Mas, serius?! Jam empat pagi?!"
"Ya ... gimana lagi? Mbak Indi maunya sekarang, saya liat YouTube daritadi nggak bisa-bisa Aya."
Mendengar nada keluh kesah itu membuat Aya tak tega, akhirnya ia mengiyakan walaupun masih sedikit terkejut.
"Ya udah, aku siap-siap dulu. Mas Aji langsung ke sini aja, nanti langsung izin ke Bu Wati. Biasanya si Ibu udah bangun jam segini."
Dari seberang sana, Aji bersorak senang. Ia berterima kasih dan selanjutnya mematikan telepon untuk menjemput Aya.
Aya hanya bisa terkekeh pelan, selanjutnya ia bersiap diri dengan menggunakan baju seadanya.
Beberapa menit menunggu, terdengar suara ketukan pintu dari luar. Terdengar sang Ibu kost yang memanggilnya untuk turun.
"Kamu udah ditungguin sama pacarmu itu, sana gih. Takutnya ponakanmu jadi ileran nanti kalau udah lahir." Aya meringis, sepertinya Bu Wati salah paham.
"Bukan pacar Aya, Ibu. Dia cuma kakak tingkat." Sang Ibu nampak tak percaya, tetapi karena melihat Aya yang terburu-buru akhirnya dirinya mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih lanjut.
"Hati-hati, Nak!" Aya memberikan kedua jempolnya, selanjutnya kedua mahasiswa itu menempuh perjalanan dengan kecepatan rata-rata.
"Untung aja ada kamu Aya, saya nggak tau mau minta tolong sama siapa lagi." Aya tertawa mendengar nada yang cukup pasrah itu, ia paham dengan situasi ini.
"Demi ponakan, Mas. Sabar, ya!" Aji mengangguk, demi ponakan satu-satunya ia harus rela merepotkan orang lain.
Karena jalanan yang cukup sepi, motor yang dikendarai oleh Aji sampai di waktu yang cukup cepat. Setelahnya mereka berdua bergegas pergi ke dapur untuk membuatkan bubur.
"Aji, buburnya nggak jadi—eh kok ada Aya di sini? Masih pagi udah bawa anak perawan kamu!" Aji meringis tatkala telinganya dijewer oleh sang kakak, Aya yang melihat itu hanya bisa menelan ludahnya.
"Aji cuma minta tolong sama Aya, Mbak! Kan Mbak tau aku nggak bisa masak." Indi melepaskan jewerannya, ia menyengir lebar.
"Nah, karena ada Aya di sini. Buburnya diganti opor, ya? Tapi Aji juga ikut masak opornya." Aji menganga, ia jadi merasa tak enak dengan Aya.
"Mbak, kasian Aya. Dia baru bangun, loh. Masa udah diminta masak opor?" Indi menoleh ke arah Aya, selepas itu ia tersenyum kecut.
"Berarti kamu yang buat, harus enak, loh." Aji meringis, sepertinya ia harus menggunakan jasa dari Aya.
"Enggak, deh. Aya bantuin aku aja." Indi tersenyum, ia segera menggiring keduanya untuk sampai ke dapur.
"Maaf, ya, Aya. Ini permintaan dedek bayi, Mbak jadi ngak enak sama kamu. Padahal, hari ini mau buat mochi. Eh malah pindah haluan." Aya tersenyum mendengarnya, ia tak masalah dengan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katresnan
Romance"Witing tresno jalaran soko kulino." Hanya karena membantu Aji membuatkan makanan untuk kakaknya, hidup Aya jadi berubah drastis.