1. Pelayan baru

372 28 3
                                    

Hevan sebagai calon karyawan yang masih dalam masa training, satu pekan di Coffee Shop NIARA COFFEE. Dirinya memutuskan untuk keluar dari panti sosial, agar bisa mengurangi beban yang ditanggung Ibu panti. Seorang perempuan yang sudah membuatnya tumbuh hingga sekarang memang tidak ada ikatan darah, tetapi beliau adalah pelita di hidup lelaki Hevan Lyrga.

Lima hari sudah berlalu Hevan menjalani training dengan baik dan bersungguh-sungguh. Mematuhi apa yang dikatakan partner kerja, yang lebih dulu berada di NIARA COFFEE. Lebih tepatnya sang senior.

Perjalanan Hevan dimulai dari sini.

Meja yang seharusnya hanya diperuntukkan empat orang, di dalam Coffee Shop menjadi melebihi. Para pemuda yang kerap datang membuat rusuh, menambah teman menjadi enam orang di satu meja. Suara tawa, obrolan kata kasar, mengotori tempat yang digunakan, itu yang dimaksud mengusik kenyamanan.

Para Waiter masih saja memberikan pelayanan, karena tak ingin menimbulkan citra buruk untuk NIARA COFFEE sebab memilah customer.

Terjadi! Suara ngilu kaca di lantai terdengar, membuat siapa saja mencari asal suara. Salah satu dari pemuda tersebut memecahkan gelas entah disengaja atau tidak. Perhatian tengah tertuju kepada enam pemuda yang mengambil beling sebagai candaan.

"Ka, bagaimana ini?" tanya Jiwo menoleh Taj Luert si Barista Coffee Shop.

"Kau tidak lihat aku sedang sibuk?" Taj menyahut sangar, sembari menyiapkan pesanan.

Hevan berjalan menuju keberadaan Taj dan Jiwo di meja bar, sambil mengikat tali apron di belakangnya.

"Hev, kemari," ucap Taj melihat sekilas lalu berpaling.

"Iya, kak?" Hevan mendekati Taj yang tengah membungkus minuman.

"Bereskan kekacauan itu." Si Barista mengangkat dagu menunjukkan.

"Baik." Hevan mengangguk dan pergi untuk mengerjakan apa yang diminta.

"Tolong letakkan itu, kau akan terluka," tegur Hevan meminta agar pecahan gelas tadi tidak dipegang.

Hevan mengumpulkan potongan kaca juga menyapu hati-hati serpihan kecil, yang bisa menusuknya kapan saja.

Lonceng pintu masuk NIARA COFFEE berbunyi. Gadis yang mengenakan dress selutut juga rambut berkepang dan setengah wajah di tutup topi bucket, bersin di balik masker yang digunakan.

Ia tidak peduli apa yang terjadi di depan. Gadis ini melanjutkan langkah mengambil jalur, di mana ada Hevan yang menekuk lutut membersihkan.

Terlihat dari penampilan gadis tersebut adalah orang yang berada-kaya. Langkah sepatu putih mendekat, melintasi lantai yang sedang dibersihkan. Benar saja kakinya menginjak sapu mini ditangan Hevan. Keras dan terasa menanjal Niara berhenti melihat ke bawahnya.

Dua pasang manik mata bertemu untuk pertama kali.

"Aku tidak bermaksud melakukannya, lagipula kau menghalangi jalanku." Bukan hal itu yang seharusnya ia lontarkan tetapi kata 'maaf'. Gadis di depan Hevan nampak angkuh berpaling pergi.

"Niara, sudah lama tidak datang apa yang membawamu kemari." Taj bertanya kepada gadis yang melipat tangan di meja bar menompang dagunya. Mengingat bahwa Niara begitu jarang mengunjungi Cafe milik sang Ayah.

Niara menurunkan maskernya. "Aku ingin minuman hangat, tubuhku terasa tidak enak."

"Oh begitu, kasian sekali bayiku," sahut Taj yang sudah mengenal Niara jauh sebelum Coffee Shop dibangun.

"Bandrek susu caramel akan siap," lanjut Taj.

"Aku tidak ingin kau yang membuatnya," ujar Niara.

"Apa?" Ia tidak percaya Niara menolak buatannya. Gadis itu tidak menyahut.

Waiter Niara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang