06.Cahaya untuk si buta

323 30 6
                                    

"Ayah adalah sahabat pertama anak lelakinya, sedangkan ibu adalah cinta pertamanya"
-Author-

Al terbaring di ranjang rumah sakit, tubuhnya lemas, dan kepalanya masih terasa berdenyut-denyut. Namun, rasa sakit fisik itu tak seberapa dibandingkan dengan kegelapan yang menyelimuti jiwanya.

Al kehilangan penglihatannya. Dia mendonorkan kornea matanya untuk Ryu, sahabatnya yang mengalami kecelakaan dan kehilangan penglihatannya. Al rela berkorban, meski tahu bahwa dia akan hidup dalam kegelapan selamanya.

"Kalau aku gak panjang umur kalian pasti senang kan?..." gumamnya lirih, suaranya serak dan hampir tak terdengar.Raka menggeleng pelan diambang pintu ridho menatap adiknya yang sudah terbaring seolah tidak ada daya lagi.

Raka menggeleng pelan mengisyaratkan ridho untuk tidak menganggu apalagi adiknya baru selesai di opname dan akan di bawa jauh dari dari kehidupan mereka, "Siapa yang bilang?Al itu penting buat kakak"Al tertawa pelan seolah menghina dirinya sendiri.


"Al buta, Al udah gak bisa banggain ayah lagi udah gak berguna... Malu-maluin... Seharusnya Al gak pernah lahir, seharusnya Al mati di dalam kandungan bunda"lirihnya.

"Tidak, bukan begitu-"kata Raka pelan

Al teringat masa kecilnya yang kelam. Ibunya menghilang dalam kecelakaan saat Al masih bayi. Keberadaannya tak diketahui, entah hilang ingatan atau terdampar di tempat yang jauh. Ayahnya, pria kasar dan dingin, tak pernah benar-benar peduli padanya.

Sejak kecil, Al menderita asma akut. Penyakitnya kian parah karena kebencian ayahnya yang hampir membunuhnya dengan menguburnya hidup-hidup. Beruntung, kakak kembarnya, yang masih bayi saat itu, menangis histeris hingga membuat ayahnya mengurungkan niatnya.

Al tumbuh dalam kasih sayang yang minim. Dia selalu dibedakan dengan saudara-saudaranya. Ridho, kakak sulungnya, sering memarahi dan memukulnya. Raka, kakak kembarnya, bahkan lebih kejam. Raka memanfaatkan Al untuk mengikuti balapan liar. Dia sengaja memutuskan rem motor Al hingga Al jatuh dan mengalami gegar otak stadium awal.

Kini, Al terbaring di ranjang rumah sakit, buta dan terluka. Hatinya dipenuhi amarah dan kekecewaan. Dia merasa diabaikan, disakiti, dan tak berharga.

"Kenapa harus aku? Kenapa harus aku yang selalu disakiti?," batin Al, dia melemas dengan dada yang sedikit sesak.

Di tengah kegelapannya, Al teringat hari ulang tahunnya. Hari ini, dia seharusnya merayakan ulang tahunnya yang ke-enam belas. Biasanya, dia hanya bisa menatap kakak kembarnya yang berulang tahun dengan mata berkaca-kaca. Sekarang, dia tak bisa lagi melihat apa pun.

Al merasakan kehampaan yang mendalam. Dia hidup dengan ayah, kak Ridho, dan Raka, kakak kembar yang sangat membencinya. Dia merasa terasing dan sendirian di dunia ini.Setidaknya dia sedikit merasakan kasih sayang kakaknya meskipun dia belum percaya penuh dengan kakak kembarnya Raka.

"Apakah aku akan terus hidup dalam kegelapan seperti ini?" tanya Al dalam hati, suaranya tertelan oleh kesunyian malam,diliputi kegelapan dan kesunyian. Dia tak bisa melihat wajah orang-orang yang mengunjunginya, tak bisa membaca buku, tak bisa melihat langit biru, atau senyum hangat dari orang yang dicintainya. 

Kehilangan penglihatannya membuat Al merasa terisolasi dari dunia luar. Dia terjebak dalam kegelapan yang tak berujung.

"Al, bangunlah," suara lembut seorang wanita menyapa telinganya.

TULISAN PENA TERAKHIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang